Pak Bagong dan istrinya saat menjalankan usaha reparasi jam di pasar Cukir. (foto: helfi/khoiriya)

Choirul Saleh, atau yang akrab disapa Pak Bagong pegusaha yang memiliki perjalanan hidup luar biasa. Pak Bagong adalah warga asli Jombang, tinggal di desa Cukir tepatnya di gang paling selatan pasar Cukir. Dia terkenal sebagai pedagang yang dibilang berhasil. Pasalnya, jiwa wirausaha tampak sudah tertanam kuat di dalam dirinya sedari muda. Kiat-kiat usaha yang dilakukan sejak dulu bisa bertahan hingga sekarang.

“Dulu saya itu kuliah di Undar (Universitas Darul Ulum, Mojongapit). Sudah mulai buka toko kecil-kecilan. Saya mengadu kuliah saya dengan usaha saya, ternyata lebih dulu berhasil buka usaha. Akhirnya semester tujuh saya berhenti kuliah sekitar tahun 1996,” terangnya.

Waktu itu Pak Bagong membuka toko buku dan berjualan rokok. Dia lebih memilih membuka usaha dan menjadi pemilik usaha menurutnya lebih baik dari pada bekerja pada milik orang lain, karena melihat fenomena yang akhirnya ia memutuskan demikian. Putus kuliah baginya tak menjadi alasan untuk tidak sukses, usaha dan perjuangannya membuktikan hasil yang ia nikmati saat ini.

Perjalanan Usaha Hingga ke Baitullah

Berawal dari berjualan buku dan rokok di pasar Cukir, perlahan-lahan Pak Bagong memiliki kesuksesan pada usahanya. Hasil usaha yang dikumpulkannya diniatkan untuk bisa pergi ke Baitullah. Kemudian sekitar tahun 1996 Pak Bagong benar-benar bisa menunaikan ibadah haji. Tak lama setelah haji, Pak Bagong kemudian menikah dengan Sunarsih dan dikaruniai anak perempuan dan laki-laki.

Selang setahun kemudian, terjadi kebakaran di pasar Cukir yang naasnya turut mengenai tokonya. Namun Pak Bagong tak bersedih mengenai hal itu. Dia menganggap bahwa yang menimpanya saat ini merupakan cobaan yang pasti akan berlalu. Setelah kejadian itu, Pak Bagong Kembali mengumpulkan sisa-sisa hasil usahanya untuk kembali membuka usaha. Hingga pada tahun 1998 Pak Bagong mencoba membuka usaha, yakni usaha reparasi jam.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Orang lain bisa, masa saya tidak bisa. Itu prinsip saya,” ungkapnya mengenai usaha yang akan dibukanya.

Awalnya Pak Bagong belum terpikirkan akan membuka usaha reparasi jam. Namun saat bersilaturrahmi ke rumah temannya yang berada di Surabaya, kebetulan temannya itu membuka usaha reparasi jam. Akhirnya pak Bagong belajar secara ototidak dengan mengamati temannya yang sedang menekuni usaha jam. Hingga muncullah niat untuk membuka usaha tersebut di pasar Cukir sepulangnya dari Surabaya.

Kedekatan Pak Bagong dengan Kiai Jombang

Pak Bagong adalah salah satu dari sekian banyak orang yang sangat ingin pergi ke tanah suci. Pak Bagong menunaikan ibadah haji pada tahun 1996 dan hal itu tidak terlepas dari kebaikan KH. Adlan Aly yang turut membantu Pak Bagong bisa menunaikan rukun iman yang kelima itu. Betapa beruntungnya Pak Bagong memiliki usaha yang lancar dan memiliki lingkup pergaulan bersama beberapa kiai dan masyayikh di Tebuireng kala itu.

Hubungan baik yang dibinanya membuat Pak Bagong dekat dengan banyak kiai di Jombang, khususnya Tebuireng. Pak Bagong juga mengatakan bahwa dia sering mengikuti majelis Huffadz yang diadakan tiap kamis malam jumat legi.

Baginya, sekeras apapun mencari dunia kalau tidak diimbangi dengan urusan akhirat maka akan sia-sia. Hal ini membuat Pak Bagong terkenal dikalangan para pedagang di pasar. Karena selain keuletannya dan kegigihannya dalam membuka usaha, Pak Bagong juga banyak dikelilingi orang-orang istimewa.

“Kunci sukses berdagang menurut saya itu, ya, shodaqoh lillahi ta’ala. Kalau sudah menjalankan poin itu, yakin, usaha itu tidak hanya lancar tapi juga barokah,” terangnya.

Selain membuka usaha untuk bisa pergi ke tanah suci, Pak Bagong juga meniatkan untuk mencari keberkahan dalam usahanya. Tanpa disangka beberapa lama setelah usaha reparasi jamnya berjalan, Pak Bagong Kembali menunaikan ibadah haji, kali ini dia mengajak istrinya.

Hingga sampai sekarang ini pun Pak Bagong masih sangat ingin untuk kembali ke tanah suci, beliau selalu menyisihkan uang hasil beliau usaha untuk pergi ke tanah suci dan beliau tidak lupa untuk menyisihkan uangnya untuk shodaqoh karna menurut beliau dari shodaqoh tersebut bisa menjadikan dagangan beliau menjadi barokah.

Kendala Pejuang Usaha

“Besar kecilnya usaha itu tidak masalah menurut saya. Yang penting niat dan usahanya ditata. Kalau sudah niat, kan, pasti jalannya dimudahkan walau apapun kendalanya. Dijalani saja, sambal dipikirkan jalan keluarnya,” ujar Pak Bagong.

Semua usaha ataupun kerja pasti ada kendala ataupun masalah. Seperti halnya yang dirasakan oleh Pak Bagong yang mempunyai kendala didaya saing terhadap usaha lain. Namun hal itu tidak membuat semangatnya surut.

Pak Bagong tetap menjalankan usahanya dan kembali mengingat prinsip awalnya. Walaupun kadang sepi pelanggan, hal itu tidak ada apa-apanya dibanding usahanya selama ini. Baginya, itu bukanlah masalah bersar.

“Ya, namanya orang berdagang pasti tidak selalu ramai, kadang sepi tapi tetap harus disyukuri,” ujar istrinya, Sunarsih. Dia menerangkan bahwa suaminya itu tetap semangat menjalankan usahanya walaupun kadang dagagannya itu sepi oleh pembeli.

“Suami saya ini seperti orang yang tidak punya rasa lelah. Jam tiga pagi bangun, qiyamul lail, lanjut subuhan. Jam tujuh sudah stay di pasar, nanti siang pulang. Kalau libur pasti waktu suami saya sakit saja,” lanjut Sunarsih menuturkan kebiasaan Pak Bagong setiap harinya. Hal itu juga disampaikan oleh anak dari Pak Bagomg, Faiq.

Harapan kedepannya untuk usaha ini, menurut Sunarsih, keberkahan didalam dagangannya. Tidak masalah kalua memiliki keluarga dari kalangan berada. Yang penting dengan usaha suaminya ini bisa mencukupi kebutuhan keluarga, itu sudah lebih dari cukup.


Ditulis oleh Helfi Livia Putri  / Khoiriyatul Ummah  (Mahasiswa KPI Unhasy Jombang).