Pengasuh Pesantren Tebuireng menjelaskan terkait rendahnya minat baca pelajar Indonesia, dalam acara Talkshow Gerakan Literasi Digital Pesantren bersama Najwa Shihab, Jumat (1/11/19) di Tebuireng. (Foto: Syarif)

Tebuireng.online– Pengasuh Pesantren Tebuireng, Jombang, Jawa Timur KH. Salahuddin Wahid menyoroti rendahnya minat baca penduduk Indonesia, terkhusus pelajar. Ia berkaca pada hasil survei Programe for International Student Assessment (PISA) Indonesia yang dipublikasikan pada 2016 berada di peringkat ke-62 dari 72 negara yang disurvei.

“Buta aksara di Indonesia berjumlah 2,6 persen dari jumlah penduduk berdasarkan data Badan Pusat Statistis (BPS) 2019,” katanya saat hadir di acara Talk Show bersama Duta Baca Indonesia Najwa Shihab di Pondok Pesantren Tebuireng, Jumat (1/11/2019).

Kiai yang suka membaca ini menambahkan Indonesia masih tergolong bangsa yang paling tuna literasi, terutama literasi sains.

Kompetensi membaca pelajar Indonesia menurut hasil survei PISA 2015 meraih nilai 397, angka ini jauh di bawah rata-rata OECD sebesar 493. Hal ini sejalan lurus dengan skor kompetensi pelajar Indonesia dalam matematika hanya 386, tertinggal dari rata-rata OECD sebesar 490. Skor kompetensi sains sebesar 403 juga di bawah rata-rata OECD sebesar 493.

“Keahlian tenaga kerja lulusan kampus di Indonesia sederajat dengan lulusan SMA di Denmark,” tambahnya.
The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) memaknai literasi adalah seperangkat keterampilan nyata, terutama ketrampilan dalam membaca dan menulis, yang terlepas dari konteks yang mana ketrampilan itu diperoleh serta siapa yang memperolehnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Rendahnya literasi sains di Indonesia juga terlihat dari banyaknya buku fiksi yang beredar di negri ini. Penulis yang awalnya menulis sains ilmiah beralih ke fiksi karena lebih laku terjual. Padahal dengan jumlah penduduk yang besar dan wilayah kepulauan terpanjang maka Indonesia butuh buku sains ilmiah lebih banyak.

“Sebagian besar judul buku yang diterbitkan pada 2018 adalah buku fiksi. Data buku yang terjual di gramedia lebih dari 18 persen adalah novel dan buku fiksi lainnya. Buku-buku sains populer nyaris tidak ada,” ujar putra dari mantan Menteri Agama RI KH A Wahid Hasyim ini.

Kiai Salahuddin merasa lebih miris lagi bila membandingkan dengan data pengguna internet di Indonesia dengan tingkat literasi masyarakatnya.

Berdasarkan hasil studi Polling Indonesia yang bekerja sama dengan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), jumlah pengguna internet di Indonesia dari total populasi sebanyak 264 juta jiwa penduduk Indonesia, ada sebanyak 171,17 juta jiwa atau sekitar 64,8 persen yang sudah terhubung ke internet.

Efeknya terasa dengan buruknya komunikasi sosial masyarakat akhir-akhir ini. Caci maki di media sosial sangat gencar sekali dan parahnya kata-katanya sangat tidak pantas. Motifnya padahal sangat remeh sekali hanya beda dalam pandangan politik dan masalah furukiyah. Saling menyebar hoax dan membenci. Kebencian menjadi racun yang terus merusak pola pikirnya.

“Kita yang berlatar belakang agama harus memberikan contoh yang baik dan sopan dalam berliterasi. Orangnya punya leterasi baik tidak mudah menghukumi sesuatu,” tegas Kiai Salahuddin.
Sementara itu, Duta Baca Indonesia Najwa Shihab memberikan tips untuk hobi membaca dan menjadikan membaca gaya hidup.

Baginya, hal utama yang perlu dilakukan untuk menumbuhkan minat baca adalah mencari sesuatu yang kita sukai. Lalu mencari bahan bacaan yang berkaitan dengan hobi kita. Dalam bahasa lain yaitu mencari kecintaan baru lewat cinta yang lama.

Najwa memberikan gambaran, seseorang yanh suka jalan-jalan pasti mau tahu cara jalan murah dan gratis serta tempat yang eksotis untuk dikunjungi. Maka mulailah membaca di website yang bahas travelling, buku panduan wisata atau blogger gratis.

“Cari tahu apa yang kamu suka dan cari bacaan yang mendekatkan pada sesuatu yang kamu suka. Itu hal paling mudah. Semoga itu membantu agar lebih suka membaca ya,” tutupnya.

Pewarta: Syarif Abdurrahman