Suasana shalat tarawih pada bulan Ramadhan di masjid Tebuireng

Oleh: Almara Sukma Prasintia*

Seorang Imam itu seyogyanya meringankan sholatnya, Rasulullah SAW. bersabda:

اِذَا صَلَّى أَحَدُكُمْ بِالنَّاسِ، فَلْيُخَفِّفْ، فَإِنَّ فِيْهِمْ الضَّعِيْفَ وَالْكَبِيْرَ وَ ذَا الْحَاجَةِ وَإِذَا صَلَّى لِنَفْسِهِ فَلْيُطَوِّلْ مَا شَاءَ

“Apabila salah seorang diantara kamu semua sholat(mengimami) bersama orang-orang, maka percepatlah, dengan tetap memperhatikan syarat, rukun, wajib dan sunnah, karena dibelakang terdapat makmum yang lemah fisik, orang tua, dan orang yang memiliki kebutuhan. Tetapi, apabila sholat sendirian maka, panjangkanlah sesukanya.

Dari riwayat sahabat Anas RA:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

مَا صَلَّيْتُ وَرَاءَ إِمَامٍ قَطُّ أَخَفَّ صَلاةً، وَلا أَتَمَّ صَلاةً مِنْ رَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم

“Saya tidak pernah sholat dibelakang seseorang yang lebih ringan tapi sempurna selain dari pada Rasulullah SAW.”

Beberapa poin yang harus diperhatikan saat menjadi imam adalah sebagai berikut:

Pertama, seseorang yang menjadi imam tidak boleh memulai takbir sebelum muadzin selesai iqomah dan sebelum barisan benar-benar sudah lurus. Dia hendaknya mengeraskan suaranya ketika takbir. Sedangkan bagi makmum cukup dengan suara pelan yang sekiranya terdengar oleh dirinya sendiri.

Kedua, seorang imam hendaknya niat menjadi imam, agar ia mendapat pahala shalat berjamaah. Jika ia tidak niat agar menjadi imam, maka shalatnya tetap sah begitu pula shalat orang-orang dibelakangnya, selama ia berniat menjadi makmum dan mereka (makmum) juga mendapat pahala berjamaah.

Ketiga, imam hendaknya merendahkan bacaanya ketika membaca doa iftitah dan taawudz dan mengeraskan suaranya ketika membaca surat Al-Fatihah dan surat-surat lain pada dua rakaat shalat shubuh, dua rakaat pertama sholat maghrib dan isya’, demikian juga orang yang shalat sendirian.

Keempat, imam hendaknya membaca aamiin dengan suara yang keras dalam rakaat-rakaat yang bacaannya memang dikeraskan. Begitupula halnya makmum. Bahkan makmum dianjurkan bisa menyertai bacaan aamiin imam.

Kelima, imam itu hendaknya berdiam sejenak sesudah selesai membaca surat Al-Fatihah, supaya dapat mengambil nafas dengan sempurna, dan memberi kesempatan makmum membaca surat Al-Fatihah.

Sedangkan makmum hendaknya membaca surat Al-Fatihah pada saat Imam berdiam tersebut. Makmum tidak perlu membaca surat selain surat Al-Fatihah pada waktu shalat yang imamnya telah mengeraskan bacaan surat, kecuali apabila makmum tidak mendengar bacaan imamnya.

Keenam, imam tidak boleh melebihi bacaan tasbih dalam rukuk dan sujud lebih dari tiga kali. Dan ia tidak diperkenankan juga menambah bacaan sesudah allahuma sholii ala sayidinna Muhammad pada tasyahud pertama.

Ketujuh, imam hendaknya membaca surat Al-Fatihah saja pada dua rakaat terakhir dan tidak boleh pula memanjangkannnya (berlama-lama). Ia juga tidak boleh menambah doa pada tasyahud akhir yang panjangnya melebihi tasyahud dan sholawat kepada Rasulullah SAW.

Kedelapan, imam, ketika salam hendaknya berniat memberi salam kepada orang-orang dibelakangnya, sedangkan makmum berniat menjawab salamnya imam.

Kesembilan, imam hendaknya berdiam sebentar setelah selesai salam, kemudian menghadap kepada orang-orang di belakangnnya, dengan tidak menoleh ke kanan atau ke kiri. Apabila di antara makmum terdapat orang-orang wanita, maka hendaknya mereka bangkit lebih dulu. Adapun makmum selain wanita hendaknya ia tidak bangkit sebelum imam bangkit dari tempatnya.

Kesepuluh, imam tidak boleh mengkhususkan diri dalam berdoa qunut dalam shalat shubuh, tetapi ia harus membaca untuk semua jamaah dengan cara mengganti dlomir nii menjadi naa.

Untuk makmum, perlu diperhatikan dua hal ini:

Pertama, makmum itu tidak boleh berdiri sendirian di belakang, tetapi ia harus masuk ke barisan depan, atau menarik mundur seseorang yang berada di barisan depan agar menemaninya.

Kedua, makmum tidak boleh mendahului gerakan-gerakan imam atau membarenginya, tetapi makmum harus selalu menyusul gerakan imam.


Referensi kitab: Bidayatul Hidayah


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari