Tebuireng.online- Pesantren Tebuireng gelar Penutupan Kegiatan Ramadlan 1440 H. Penutupan tersebut dikemas dengan Pengajian Umum bersama Al- Habib Jamal bin Thoha bin Abu Bakar Baagil (24/5). Acara yang bertempat di depan gedung Yusuf Hasyim ini berlangsung dengan khidmat. 

Pelaksanaan kegiatan ramadlan selama kurang lebih dua minggu ini diikuti oleh seluruh santri Tebuireng dan peserta santri kilat dari luar. Ada 27 santri kilat yang mengikuti pengajian kilat di Pesantren Tebuireng. Salah satunya ialah Pak Mahfudz,  peserta pengajian kilat asal Jakarta Timur yang jauh-jauh ke Tebuireng untuk nyantri selama kurang lebih dua minggu.

Ucapan terimakasih dan maaf disampaikan kepada Pengasuh, masyayikh, para qori’, panitia, dan santri atas sambutan hangat akan kedatangannya di Pesantren Tebuireng. 

Diusianya yang sudah genap 66 tahun ini, Pak Mahfudz menggelarkan dirinya dengan S3 (Sudah Sangat Sepuh) tidak memudarkan semangatnya untuk tetap terus belajar. Dengan rasa ta’dzim dan hormat, Pak Mahfudz memberi sambutan sebagai perwakilan peserta pengajian kilatan di hadapan para hadirin. 

Dalam sambutannya, Pak Mahfudz berbagi pengalaman bahwa beliau pernah mondok hanya enam bulan di Semarang karena faktor ekonomi tidak mampu. “Saya nyantri cuma belajar enam bulan, sebab orang tua tidak mampu. Oleh karena itu kalian yang masih diberi kemampuan dan kesempatan, harus semangat dalam belajar,” ungkapnya penuh semangat. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Semoga di tempat yang mulia, di acara yang mulia, di Bulan yang mulia, di majelis yang mulia ini, semoga Allah yang Maha Mulia memuliakan kita semua,” pintanya. 

Layaknya seorang santri pada umumnya,  selama kurang lebih dua minggu Pak Mahfudz  mengikuti pengajian ramadlan di Pesantren, baik jama’ah, tidur, makan pun juga di pesantren. “Di Tebuireng makanannya nyaman betul, aman betul, beriman betul, mantul (mantap betul),” ungkapnya. Canda tawa dengan sedikit sajak dalam bertutur, menjadi kolaborasi dalam penyambutan yang diberikan oleh Pak Mahfudz. 

Pak Mahfudz membuat kalimat yang singkat tapi gampang diingat. “Siapa yang tidak berbuat apa-apa, maka ia tidak akan mendapat apa-apa. Kenapa tidak dapat apa-apa? Karena tidak berbuat apa-apa.  Karena tidak berbuat apa-apa, maka ia tidak punya apa-apa. Orang yang seperti itu tidak ada apa-apa nya”.

Pak Mahfudz mengaku sangat senang berada di Tebuireng. Selain bisa nyantri, juga bisa tabarrukan kepada Masyayikh Tebuireng. Pak Mahfudz menegaskan bahwa keberadaan kita di sini adalah lantaran adanya Hadratussyaikh KH. Muhammad Hasyim Asy’ari. Kata “Nusantara” adalah gabungan dari kata NU, santri, dan tentara. 

“Mohon do’a restunya semoga dengan ilmu yang hanya beberapa minggu ini bisa bermanfaat,” pungkasnya.


Pewarta: Anis

Publisher: MSA