Selamat jalan pendekar
Selamat jalan pendekar

tebuireng.online– Seorang ulama dan pedekar kembali dipanggil Allah menuju ke haribaan-Nya. Innâlillâhi wa innâ ilaihi râji‘un. KH Abdurrahman Utsman, salah satu tokoh pendiri perguruan Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa dan mantan Ketua PCNU Kabupaten Jombang meninggal dunia di RSUD Jombang, Jawa Timur, Rabu (17/2), pukul 02.30 WIB.

Ambulan Puskestren Tebuireng pembawa jenazah Pak Dur ke rumah duka
Ambulan Puskestren Tebuireng pembawa jenazah Pak Dur ke rumah duka

Menurut informasi, beliau sempat tujuh hari dirawat di Rumah Sakit Graha Amerta Surabaya untuk melanjutkan kemoterapi yang ke-2 setelah sebelumnya divonis menderita tumor empedu. Jenazah kiai kelahiran 15 Juli 1949 di Kertosono, Nganjuk, Jawa Timur ini sebelumnya disemayamkan di rumah duka Jalan Garuda Nomor 1 Tambakberas, dan telah dimakamkam di pemakaman keluarga Pondok Pesantren Mamba’ul Ma’arif Denanyar sekitar pukul 11.00 WIB tadi.

Suasana depan rumah duka
Suasana depan rumah duka

“InsyaAllah jam 11 akan dimakamkan di Pesantren (Manba’ul Ma’arif) Denanyar,” kata slaah satu putra beliau, H. Aizuddin Abdurrahman atau yang sering dipanggil Gus Aiz, mantan ketua umum PP. PSNU Pagar Nusa yang kini menjadi salah satu ketua PBNU, seperti keterangan yang diperoleh wartawan kami  yang berada di rumah duka tadi pagi sebelum pemakamkanan.

KH. Abdurrahman Utsman merupakan suami Nyai Hj. Khodijah binti Hasyim putri pasangan Hadratusyaikh KH. M. Hasyim Asyari dan Nyai Hj. Masruroh, . Dalam pernikahan tersebut dikaruniai empat orang anak, salah satunya adalah Gus Aizuddin Abdurrahman.

Iring-iringan jenazah Pak Dur menuju peristirahatan terakhir
Iring-iringan jenazah Pak Dur menuju peristirahatan terakhir

Selain itu beliau juga memiliki tiga anak tiri dari pernikahan Bu Khod yang sebelumnya dengan KH. Ahmad Hadzik, yaitu Gus Ishomuddin (Alm), Gus Fahmi Amrullah, dan Gus Zakki. Sepeninggal Bu Khod, panggilan Nyai Hj. Khodijah, beliau menikah lagi dengan Hj. Luluk Muashomah, cucu KH. Bisri Syansuri Denanyar.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Pak Dur, sapaan familier beliau, merupakan lurah Pondok Pesantren Tebuireng ketika akhir tahun 1985 sampai awal tahun 1986. Ketika itu, para pendekar NU dari beberapa perguruan sila

Keluarga, santri, dan warga berkerumun saat pemakaman
Keluarga, santri, dan warga berkerumun saat pemakaman

t sepakat menggelar pertemuan di Tebuireng, Jombang. KH. Syamsuri Badawi saat itu dianggap sebagai sesepuh. KH Yusuf Hasyim mengutus Pak Dur untuk memfasilitasi rencana pertemuan tersebut. Saat itu para pendekar Tebuireng yang tergabung dalam perguruan silat Nurul Huda Pertahanan Dua Kalimat Syahadat (NH Perkasya) yang digawangi oleh KH. Lamro Azhari juga turut menjadi unsur berpengaruh dalam pertemuan itu.

Proses pemakaman Pak Dur pagi tadi jam 11.00 WIB
Proses pemakaman Pak Dur pagi tadi jam 11.00 WIB

Pertemuan perdana dilaksanakan di Pondok Pesantren al-Masruriyah yang beliau asuh saat itu bersama sang Istri. Pertemuan kemudian dilanjutkan di belakang perpustakaan untuk mendirikan organisasi pencak silat NU, yang terdiri dari beberapa perguruan. Hasilnya disampaikan kepada KH. Maksum Jauhari Lirboyo. Pertemuan itu menjadi tonggak bagi pertemuan-pertemuan berikutnya hingga Pagar Nusa berdiri sebagai wadah pendekar NU dari berbagai perguruan, bukan sebuah perguruan. Namun pada perkembangannya, Pagar Nusa yang awalnya hanya perkumpulan pendekar NU berubah menjadi sebuah perguruan sendiri, dengan perguruan Pencak Silat NU (PSNU) Pagar Nusa. (abror)