Oleh: Dimas Setyawan*

Akhir-akhir ini, kita sering menjumpai diskusi umum baik dalam wujud seminar, webinar, ataupun serasehan sederhana yang mengangkat tema “Ahli Sunnah wal Jamaah”.

Diskusi yang digelar dari berbagai golongan ini memberitahukan kepada kita, bahwa semangat ber-Islam di negara Indonesia ini sangatlah tinggi, baik secara ucapan dan juga secara perilaku.

Mengenai pemahaman Ahli Sunnah wal Jamaah, khususnya di negara Indonesia yang memiliki jumlah umat muslim terbanyak menjadi daya tarik tersendiri. Bagaimana tidak? Pada setiap golongan yang mengatasnamakan Islam, satu dengan lainnya berlomba-lomba menyatakan golongan yang ‘paling’ Ahli Sunnah wal Jamaah.

Hal ini bersandar pada hadits Nabi Muhammad yang berbunyi; “Yahudi terpecah menjadi 71 (tujuh puluh satu) golongan, satu (golongan) masuk Surga dan 70 (tujuh puluh) di Neraka. Dan Nasrani terpecah 72 (tujuh puluh dua) golongan, yang 71 (tujuh puluh satu) golongan di neraka yang satu di Surga. Dan demi jiwa Muhammad berada di tangan-nya, umatku benar-benar akan terpecah menjadi 73 (tujuh puluh tiga) golongan, yang satu di Surga, dan yang 72 (tujuh puluh dua) golongan di Neraka. Ditanyakan kepada beliau, ‘Siapakah mereka (satu golongan yang masuk Surga itu) wahai Rasulullah?’ beliau menjawab, “Al-Jama’ah”.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Hadits tentang perpecahan umat Islam tersebut terkenal dan diriwayatkan dengan berbagai redaksi berbeda-beda. Sebagian hadits menerangkan bahwa umat Islam terpecah menjadi 73 golongan dan hanya satu golongan yang selamat. Sedangkan sebagian hadist lainnya justru menyebutkan sebaiknya, bahwa 73 golongan itu hanya satu yang tidak selamat, yaitu Zanadih.

Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari, setelah menuntut ilmu di kota Mekkah, beliau mendirikan Pesantren Tebuireng. Setelah mendirikan Pesantren Tebuireng, beliau juga mendirikan suatu wadah organisasi yang diperuntukkan kepada seluruh ulama tanah air masa itu. Organisasi itu kemudian hari dikenal sebagai Nahdlatul Ulama (Kebangkitan Para Ulama).

Sebagai pendiri, Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari juga peletak pertama dasar-dasar paham Ahlussunah di lingkungan warga Nahdlatul Ulama. Untuk bidang akidah Hadratussyaikh mengikuti Imam al-Asy’ari dan Imam al-Maturidi.

Pada bidang fiqh mengikuti Imam empat Madzhab yakni, Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hambali; serta dalam bidang tasawuf mengikuti Imam Junaidi al-Baghdadi dan Imam Abu Hamid Al-Ghazali.

Inilah peletakan dasar-dasar Aswaja oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari bagi Jam’iyah Nahdlatul Ulama, sehingga pada hari ini kita mengetahui bersama bahwa NU, telah menjadi organisasi terbesar di negara Indonesia, dengan jumlah anggotanya meliputi negeri ini.

Menurut KH. Muhyidin Abdussamad, Aswaja yang dikehendaki oleh Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari ialah golongan para ahli tafsir, ahli hadits, dan ahli fikih yang senantiasa mengikuti dan berpengang teguh kepada sunnah Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.