Nyantrilah! (Agar Kau Jadi Manusia Ajaib)

Judul Buku      : Kisah Dari Bilik Pesantren

Penulis             : Fathurrahman, dkk

Tebal Buku      : 168 hal

Penerbit           : emir

Tahun              : 2017

ISBN               : 9786020935560

Peresensi         : Rara Zarary*

Siapa yang tak merasa bahagia dan bangga, jika ia pernah merasakan manis pahit hidup di dunia pesantren? dalam dirinya akan lahir kenangan, pengalaman, dan kesan paling menyentuh pada kehidupan masa depannya. Seperti hiruk pikuk yang telah dituangkan oleh 30 penulis (Santri Tebuireng dan Santri Langitan) dalam buku Kisah dari Bilik Pesantren ini.

Sebuah buku yang banyak menceritakan tentang bagaimana potret kehidupan manusia-manusia pesantren. Penulis memberikan deskripsi begitu gamblang, suasa dan kondisi lingkungan pesantren yang mampu langsung terbayang di benak pembaca. Seperti pada halaman 18, “Tapi entah, keesokannya ketika temanku berkemas, aku jadi merajuk ingin ikut pulang. Santri-santri senior semua membujukku agar tetap tinggal, tapi sayang, aku berkeras hati ikut pulang.”

Pernyataan di atas, menjadi pernyataan santri baru (mayoritas). Bagaimana tidak, seseorang yang biasa mendekap ayah – ibu setiap hari, makan dengan tertib tiap waktu, bebas kemana-mana sesuai ingin, tiba-tiba harus melalui kehidupan penuh aturan dengan kebutuhan yang serba terbatas tanpa kedua orangtua (di pesantren), harus dilalui mendadak saat ia dinyatakan menjadi santri di sana. Meski akhirnya semua perasaan melelahkan, membosankan, dan segala hal yang membuat tidak betah, akhirnya dilupakan dan ditolak mentah-mentah saat santri tersebut telah mampu melalui hari-hari barunya. Mereka malah percaya, dunia pesantren selalu memberi warna indah pada diri dan kehidupannya yang dirasa lebih baik dan cemerlang.

Pada lembar ke-11 dinyatakan, “Entah besok aku akan berkendara apa, bersama siapa? Aku katakan, aku berkendara Rahmat dan perlindungan Allah,” ini adalah kalimat santri Tebuireng yang merasakan betapa nikmat menjalani hidup di pondok pesantren yang mampu menjadikan dirinya lebih mandiri daripada sebelumnya. Dalam ceritanya yang berjudul Dari Jombang sampai Maroko, Ia mendapatkan banyak kejutan. Kejutan yang akhirnya menjadikan dirinya menginjakkan kaki di luar negeri karena sebuah nikmat yang Ia dapat saat menjalani hidup di pesantren. Ia mempercayai barokah para kiai, guru, dan doa orang tua telah berpadu dan diijabah Allah.

Hal senada juga didapatkan pada halaman berbeda, para penulis benar-benar mampu mengajak pembaca tenggelam dalam ceritanya. Bagaimana mereka yang mencoba kerasan di pesantren akhirnya mengakui bersama, bahwa menjadi santri adalah suatu kebanggaan besar dan pengalaman istimewa yang tidak akan pernah di temukan di dunia luar. Pesantren memberikan jawaban atas apa yang mereka inginkan dan butuhkan. Tak sedikit dari cerita penulis menjelaskan bahwa di pesantren segala aktivitas ada dan bisa mereka praktikkan, salah satunya adalah dalam dunia kepenulisan. Ada yang telah menjadi jurnalis (wartawan, redaktur, dll), ada pula yang sukses menerbitkan sebuah buku, juga pandai membaca kitab, hafal Al Quran, juga berprestasi dalam pengetahuan umum lainnya.

Buku ini telah merangkum secara sempurna dunia kepesantrenan. Bagaimana cara mendidik diri menjadi pribadi mandiri, mengajarkan pada sesama soal toleransi, memberi didikan pada semua tentang sebuah kebinekaan dan keragaman sosial, budaya, dan perbedaan lain yang akhirnya mereka terima dengan baik dalam kehidupan mereka sebagai sebuah pembelajaran menjadi bangsa yang baik dan bertanggung jawab.

Buku ini sangat cocok sebagai pengantar pengetahuan dan pengalaman bagi pemuda penerus bangsa untuk mengetahui betapa dahsyat menjadi santri dan hidup di pesantren. Buku cerita realita dengan ketebalan 168 ini mewakili kesan-pesan, perasaan, curhatan seluruh manusia yang pernah menjadi santri dan pernah menginjakkan kaki di pesantren.

Terlepas dari kesempurnaan buku ini dalam pendeskripsian cerita yang benar-benar realita, ada beberapa hal yang perlu diperbaiki, seperti cara penulisan kutipan langsung dan tidak dalam sebuah percakapan, kesalahan ketik, dan beberapa kata yang diulang dalam satu kalimat. Selebihnya, bacalah buku ini, maka kau, atau siapapun, akan benar-benar memahami dengan baik kehidupan dahsyat santri di pesantren ;tidak akan rugi. Recommended!


*Menulis Antologi Puisi & Cerpen (Menghitung Gerimis, Hujan Terakhir, Hujan & Senja Tanah Rantau), asal Sumenep Madura.

Exit mobile version