Sumber foto: nu.or.id

Di dalam sejarah Nahdlatul Ulama (NU), ada sepasang suami-istri yang sangat inspiratif, yaitu Prof. Dr. KH. M. Tholchah Mansoer dan Nyai Hj. Umroh Mahfudzoh. Keduanya mendirikan dua organisasi pelajar NU yang hingga saat ini mewarnai perjuangan NU dalam menegakkan ajaran Ahlussunnah wal Jama’ah an Nahdliyah di kalangan pelajar Islam di Indonesia, yaitu Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU). Karena sudah mengulas tentang Kiai Tholchah, kali ini kami akan megulaskan tentang sosok Nyai Umroh Mahfudzoh, sebagai pionir gerakan perempuan NU.

Masa Kecil

Umroh lahir di Kabupaten Gresik pada 4 Februari 1936 M dari pasangan KH Wahib Wahab, Menteri Agama ke-7 yaitu pada 1958 – 1962 dan Hj Siti Channah. Ia adalah cucu dari KH Abdul Wahab Hasbullah (pendiri NU dan Rais Aam PBNU 1946 – 1971). Sebagai cucu pendiri NU, masa kecil Umroh banyak dilalui di pesantren, khususnya pada masa liburan yang banyak dihabiskan di Pesantren Tambakberas, Jombang, tanah kelahiran sang ayah.

Sebagai anak pertama dari lima bersaudara, sejak dini Umroh dididik untuk bisa hidup mandiri. Umroh mengawali pendidikan dasar di kota kelahirannya. Sempat berhenti sekolah hingga tahun 1946, ia melanjutkan pendidikan ke MINU di Boto Putih, Surabaya. Keinginan kuat untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang sekolah menengah sekaligus mewujudkan impian merantaunya terpenuhi ketika diterima sebagai siswa SGA (Sekolah Guru Agama) Surakarta.

Mengenal Dunia Organisasi

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ketika semua partai politik melebarkan pengaruhnya pada pertengahan 50-an, Umroh mulai terjun sebagai Seksi Keputrian Pelajar Islam Indonesia (PII), sebuah organisasi pelajar yang berafiliasi dengan Partai Masyumi, ranting SGA Surakarta. Namun, sejak berdirinya NU sebagai partai politik sendiri tahun 1952, Umroh mulai aktif dalam organisasi-organisasi di lingkungan NU.

Sembari mengajar di Perguruan Tinggi Islam Cokro, Surakarta, Umroh yang sat itu juga nyantri di Pesantren al Masyhudiyah Keprabon Solo asuhan KH Masyhud dan Nyai Syuaibah, mulai terlibat aktif di NU sebagai Wakil Ketua Fatayat NU Cabang Surakarta. Semangat Umroh yang menggebu-gebu membawa pada kesadaran akan perlunya sebuah organisasi pelajar yang khusus mewadahi pelajar putra-putri NU.

Pionir Lahirnya IPPNU

Bagi para kader IPPNU lintas zaman, Umroh merupakan sosok wanita inspiratif.
Berdirinya IPNU yang khusus menghimpun pelajar-pelajar putra pada awal tahun 1954, memang tak lepas dari perjuangan Umroh dan kawan-kawan untuk membuat organisasi serupa khusus untuk para pelajar putri. Gagasannya dituangkan lewat diskusi intensif dengan para pelajar putri NU di Muallimat NU dan SGA Surakarta yang sama-sama belajar di pesantren asuhan Nyai Masyhud. Kegigihan Umroh memperjuangkan pendirian IPNU-Putri (kelak berubah menjadi IPPNU) membawanya duduk sebagai Ketua Dewan Harian (DH) IPPNU. DH IPPNU adalah organ yang bertindak sebagai rahim pendirian sekaligus pelaksana harian organisasi IPPNU.

IPPNU lahir dari diskusi ringan yang dilakukan oleh beberapa remaja putri yang tengah menuntut ilmu di Sekolah Guru Agama (SGA) Surakarta, tentang keputusan Muktamar ke-20 NU di Surakarta. Dalam diskusi itu, Umroh dan teman-temannya merasa perlu adanya organisasi pelajar di kalangan nandliyat. Maka mereka mengusulkan adanya IPNU untuk pelajar putri

Kalangan NU, baik Mulimat, Fatayat NU, GP Ansor dan Banom NU lainnya memutuskan untuk membentuk tim resolusi IPNU putri pada Kongres I IPNU di Malang Jawa Timur. Dalam pertemuan itu, disepakati bahwa peserta putri yang akan hadir di kongres Malang itu dinamakan IPNU putri.

Dalam suasana kongres, ternyata keberadaan IPNU putri sepertinya masih diperdebatkan secara alot. Semula direncanakan secara administratif hanya menjadi departemen di dalam tubuh organisasi IPNU. Hasil negosiasi dengan pengurus PP IPNU, bagi Umroh dan kawan-kawan, menimbulkan semacam kesan eksklusivitas IPNU yang hanya diperuntukkan pelajar putra. Melihat hasil tersebut maka pada hari kedua kongres, Umroh memotori peserta putri kongres yang hanya diwakili delegasi dari lima daerah (Yogyakarta, Surakarta, Malang, Lumajang dan Kediri) terus melakukan konsultasi dengan dua jajaran di pengurus badan otonom NU yang menangani pembinaan organisasi pelajar, yaitu PB Ma’arif, yang saat itu dipimpin bapak KH. Syukri Ghazali, dan ketua PP Muslimat NU saat itu, Nyai Mahmudah Mawardi.

Dari pembicaraan selama beberapa hari, telah membuat keputusan untuk membentuk organisasi IPNU Putri secara organisatoris dan administratif terpisah dengan IPNU. Tanggal 02 Maret 1955M atau 08 Rajab 1374 H dideklarasikan sebagai hari kelahiran IPNU Putri. Untuk menjalankan roda organisasi dan upaya pembentukan cabang, ditetapkan, Umroh Mahfudzoh ditetapkan sebagai ketua umum. Saat itu, kantor PP IPNU Putri berkedudukan di Surakarta.

Namun, Umroh dkk, mengusulkan perubahan nama dari IPNU Putri menjadi IPPNU. Kemudian, tak lama setelah itu, PB Ma’arif NU menyetujui perubahan nama itu, sehingga IPNU putri berubah menjadi IPPNU (Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama).

Aktivitas di IPPNU yang tidak begitu lama, diisi oleh Umroh dengan kegiatan sosialisasi dan pembentukan cabang-cabang IPPNU, khususnya di Jawa. Umroh juga tampil sebagai juru kampanye partai NU pada pemilu 1955, sejak itulah awal mula ia mengenal dunia politik.

Menikah dan Berkeluarga

Sama-sama aktif di organisasi pelajar NU, Umroh Machfudzoh bertemu lelaki idamannya. Dia adalah Tholchah Mansoer, pendiri IPNU. Pernikahan itu berlangsung pada 05 Desember 1957. Saat itu,Tholchah muda masih belum sarjana, tetapi sudah berani mempersunting seorang putri kiai besar, bahkan seorang Menteri Agama RI, KH. Muhammad Wahib Wahab.

Awalnya Kiai Wahib tak menyetujui pernikahan ini. Namun, berkat hasil shalat istikharah, Nyai Wahib, istri Kiai Wahib, mendukung hubungan keduanya. Dukungan juga datang dari kakek Umroh, KH Abdul Wahab Chasbullah, yang melihat keduanya cocok, sama-sama merupakan aktivis organisasi.

Pasangan Tholchah-Umroh sangat inspiratif. Meski dari latar belakang keluarga yang berbeda, keduanya sama-sama menjadi pelopor di zamannya, khususnya pelopor para pelajar NU. Keduanya berhasil mengawinkan dua organisasi kepelajaran di tubuh NU. Tholchah ikut mendirikan Ikatan Pelajar NU (IPNU) dan menjadi Ketua Umum IPNU yang pertama, begitu juga Umroh yang ikut mendirikan Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) dan menjadu ketua umumnya yang pertama juga.

Dari pernikahan mereka, Tholchah dan Umroh dikaruniai tujuh orang anak, tiga di antaranya menjadi tokoh yang menonjol dalam kehidupan masyarakat. Anak pertama mereka, Muhammad Fajrul Falakh mengikuti ayahnya menjadi pakar hukum tata negara. Anak kelima, Safira Machrusah, sejak 13 Januari 2016 diangkat oleh Presiden Joko Widodo menjadi Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh (LBBP) RI untuk Republik Demokratik Aljazair. Rosa, panggilan akrabnya, juga mengikuti jejak ibunya pernah menjadi Ketua Umum IPPNU 1996-2000.

Yang kini sedang naik daun, anak ketujuh mereka, Romahurmuziy, kini menjadi Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP). Si bungsu yang memiliki kesamaan tanggal lahir dengan ayahnya itu, menyelesaikan studi S1 dan S2 di Institut Teknologi Bandung (ITB) sebelum terjun ke dunia politik.

Tidak lama Umroh menjadi Ketua Dewan Harian. Hanya dalam kurun waktu satu tahun saja sejak organisasi itu resmi berdiri. Umroh meninggalkan Surakarta untuk pindah ke Yogyakarta mengikuti sang suami. Meskipun menetap di Yogyakarta, Umroh tidak pernah melepaskan perhatiannya terhadap organisasi yang ikut dia lahirkan. Kedudukan Dewan Penasehat PP IPPNU yang dipegang hingga akhir hayat, membuatnya tidak pernah absen dalam setiap perhelatan nasional yang diselenggarakan IPPNU.

Riwayat organisasi Umroh berlanjut pada tahun 1962 sebagai pengurus seksi Sosial PW Muslimat NU DIY. Kedudukan ini mengantarkan Umroh sebagai Ketua I Badan Musyawarah Wanita Islam Yogyakarta hingga tahun 1987.

Kesibukan keluarga tidak mengendurkan hasratnya untuk melanjutkan pendidikan ke Fakultas Syari’ah IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta. Pendidikan S-1 diselesaikan dalam waktu enam tahun sembari aktif sebagai Wakil Ketua Pengurus Poliklinik PW Muslimat NU DIY. Sementara itu, perhatian di bidang sosial disalurkan dengan menjabat sebagai Ketua Yayasan Kesejahteraan Keluarga (YKK) yang membidangi kegiatan-kegiatan di bidang peningkatan kesejahteraan sosial di wilayah Yogyakarta.

Berjuang Lewat Parpol

Jabatan Ketua PW Muslimat NU DIY diemban selama dua periode berturut-turut sejak tahun 1975. Kesibukan ini tidak menghalangi aktivitasnya sebagai Seksi Pendidikan Persahi (Pendidikan Wanita Persatuan Sarjana Hukum Indonesia) dan Gabungan Organisasi Wanita wilayah Yogyakarta. Naluri politik yang tersimpan selama belasan tahun ternyata tidak bisa dipendam Umroh begitu saja. Aktivitas sebagai bendahara DPW PPP mengantarkannya terpilih sebagai anggota DPRD DIY periode 1982-1987.

Karir politiknya terus meningkat dari Wakil Ketua menjadi Pjs. Ketua DPW PPP DIY. Jabatan terakhir ini membawanya ke Jakarta sebagai anggota DPR RI dari Fraksi Persatuan Pembangunan selama dua periode. Selain itu, ia juga pernah menjabat sebagai Ketua Wanita Persatuan Pusat, organisasi wanita yang berada di bawah naungan PPP. Sebagai anggota dewan, Umroh tercatat beberapa kali mengadakan kegiatan internasional, di antaranya muhibah ke India, Hongaria, Perancis, Belanda, dan Jerman.

Tinggal di Jakarta mempermudah Umroh meneruskan aktivitasnya di NU sebagai Ketua Departemen Organisasi PP Muslimat NU, yang kemudian naik menjadi Ketua III. Sempat menikmati pensiun pasca pemilu 1997, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang didirikan oleh tokoh-tokoh NU mengajak Umroh terjun kembali ke dunia politik sebagai salah satu anggota DPR RI hasil pemilu 1999 dari Fraksi Kebangkitan Bangsa.

Akhir Hayat

Sesepuh pendiri Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Hj Umroh Machfudzoh meninggal dunia pada Jumat (6/11/2009) pagi pada sekitar pukul 06.45 WIB di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Almarhumah meninggal pada usia 73 tahun dan dimakamkan sekitar pukul 15.30 WIB di pemakaman dekat kediaman Komplek Pondok Pesantren Sunni Darussalam, Tempelsari, Manguwoharjo, Sleman, Yogyakarta.

Almarhuman hingga kini dan sampai kapanpun dikenang sebagai pendiri IPPNU. Bersama sang suami, dia telah mengabdikan diri untuk NU dan bangsa ini lewat jalur organisasi dan politik. Tangga organisasi yang dipijakinya juga runtut, dari mendirikan IPPNU, aktif di Fatayat NU, dan penggerak di Muslimat NU. Aktif di politik mulai dari partai NU, PPP, dan PKB. Nyai Umroh Mahfudzoh adalah sekian dari perempuan-perempuan NU menginspirasi, menjadi pionir dan pelopor gerakan wanita, khususnya di kalangan umat Islam dan NU.


*Disarikan dari berbagai sumber