Kelompok Teroris MIT Pimpinan Ali Kalora Bunuh Empat Warga di Dusun Lewonu, Desa Lemban Tongoa, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Sabtu, 28 November 2020. Tongoa Sigi Sulteng /Humas Polri

Assalamualaikum

Pak kiai yang saya muliakan. Dalam khazanah teks-teks Islam klasik, terdapat banyak ulama yang menasakh ayat-ayat yang menjelaskan al-afwu (pengampunan) bagi kelompok yang dikatakan kafir dengan ayat-ayat al-qital (peperangan). Yang berarti memberi kemudahan atau peluang yang besar bagi orang-orang beriman (Islam) untuk membunuh orang-orang kafir, ada kemungkinan hal ini salah satu sebab maraknya aksi terorisme di berbagai negara pada saat ini. yang kami tanyakan atas persoalan tersebut :

  1. Apakah dengan dinasakhnya ayat-ayat al-afwu dengan ayat-ayat al-qital oleh kebanyakan ulama, orang-orang Islam boleh seenaknya membunuh orang-orang yang divonis kafir atau terdapat batas-batas atau syarat-syarat tertentu akan hal itu?
  2. Bagaimana pandangan Bapak Kiai tentang nasakh mansukh dalam al-Quran?

Mohon pernjelasan dari Pak Kyai. Terima Kasih. Wassalamu’alikum

Ahmad Mas’ud, Pasuruan

Wa’alaikum salam warahmatullah wa barakatuhu

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Barakallah fik. Firman Allah itu universal. Dalil untuk apa saja tersedia. Mau kafir boleh, mau beriman juga boleh. Apalagi mau galak-galakan atau ramah-ramahan. Makanya ada ilmu dan kaedah-kaedah penafsiran yang diharap bisa mendekati kebenaran sekaligus meminimalisir resiko keliru.

Spesifik penyikapan al-Quran tentang non-muslim, terdapat banyak ayat yang ramah dan manusiawi, namun terdapat pula ayat-ayat yang galak dan menghabisi. Seluruh ayat ini turun kepada Nabi Muhammad SAW dan sudah beliau sikapi secara paraktik. Kita tinggal memahami.

Ketika di Makkah tak pernah ada syari’ah berperang, hanya hijrah saja. Itupun setelah berlangsaung 13 tahun. Setelah beberapa waktu di Madinah, baru ayat qital pertama turun, yakni al-Hajj : 39-40. Isinya, jika umat Islam dizalimi secara fisik, seukuran diusir dari rumah tinggal sendiri tanpa alasan yang benar, maka diizinkan berperang juga diatur, salah satunya tidak boleh merusak rumah ibadah, gereja, kuil dan sebagainya. Dan itu semua diamalkan oleh Nabi dan para sahabat.

Setelah ayat dasar berperang turun, maka turun beberapa ayat lanjutan, termasuk waspada pada perintah menghabisi mereka dimana saja berada. Tapi jangan lupa, perintah berdamai-damai tetap menjadi tawaran utama. Jadi, tindakan menghabisi orang kafir sungguh terjadi di hadapan Nabi, dan hidup damai juga terjadi di hadapan Nabi. Terbukti penduduk Madinah yang amat beragam dan majemuk. Ada Muslim, Yahudi, Nasrani, penyembah berhala dan tidak sedikit yang munafik.

Tokoh munafik, Abdullah ibn Ubay hidup aman dan meninggal duluan di tempat tidur sebelum Nabi, sedangkan Musailammah al-Kadzab, pemalsu al-Quran justru bebas berkeliaran dan baru mati setelah Rasul. Muhammad Ridha mencatat ada 65 kali pertempuran era Rasulullah SAW. 28 kali dipimpin langsung oleh Nabi (ghazwah) dan 37 kali didelegasikan (sariyah). Semuanya terjadi setelah ada tawaran damai terlebih dahulu. Namun mereka menolak dan memaksa.

Jadi ayat perintah perang dan ada ayat perintah menghabisi serta ada ayat berdamai-damai. Ayat perintah berperang karena umat Islam dijahati. Ayat perintah menghabisi saat kita sedang dalam kecamuk di medan perang dan ayat damai saat keadaan normal. Sekedar dihina atau direndahkan tidak cukup kuat untuk alasan berperang. Non muslim bukan kecoa yang dibunuhi seenaknya.

Disini, bisa dibayangkan bila seseorang memahami ayat perintah menghabisi non muslim diberlakukan saat damai dan dioperasikan di setiap tempat dan setiap saat. Maka untuk apa ada ayat yang mansukhah? Kalamullah, yang mana saja pasti patut diamalkan karena diturunkan atas dasar ilmuNya yang Maha Luas seiring ruang dan waktu.

Maka dibutuhkan mufassir akademik yang arif guna men-download firman suci itu secara multi dimensi, tanpa mendisfungsikan sebagian dan memfungsikan sebagian. Allah A’lam

KH. A. Mustain Syafii