tebuireng.online— Tahun 2015 Ujian Nasional (UN) tak lagi menentukan kelulusan , namun menurut pernyataan Kepala Pusat Penilaian Pendidikan (Kapuspendik) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) Nizam Zaman bahwa dunia internasional mengakui nilai UN penting untuk siswa yang berencana meneruskan studi di luar negeri. Pengakuan nilai UN tersebut antara lain diakui di Singapura, Malaysia, Hongkong, dan Australia.
“Pengakuan ini bukti kredibilitas penyelenggaraan UN” jelasnya. Guru besar teknik sipil Universitas Gajah Mada(UGM) itu mengatakan, Kemendikbud akan meningkatkan kualitas penyelenggaraan unas. Dengan begitu akan banyak negara yang mengakui nilai unas Indonesia.
Lebih lanjut Nizam mencontohkan kampus yang mengakui nilai UN adalah University of Hongkong. Dengan menyertakan nilai UN pelamar dari Indonesia bisa dibebaskan dari beberapa ujian masuk di universitas tersebut. “Pengakuan nilai UN di luar negeri di dominasi jenjang perguruan tinggi”, tegasnya.
Selain kampus tersebut, Nanyang Technological University Singapura juga mengakui nilai UN Indonesia. “Ada juga kampus di Malaysia sampai Australia “ tutur Kapuspendik Mendikbud.
Menurutnya meski tahun ini UN tak lagi menjadi penentu kelulusan, tidak berarti kualitas ujiannya diturunkan. Kualitas penyelenggaraan dan soal UN tetap seperti tahun-tahun sebelumnya. Sedangkan yang berbeda hanya fungsi UN tidak lagi sebagai penentu kelulusan.
Dia juga menyatakan bahwa UN dinilai masih obyektif karena faktanya nilai siswa sangat bervariasi. Mulai kelompok nilai hasil ujian kurang dari 4, 4-5, 5-6, 6-7, sampai 7-8. Itu berbeda dengan ujian sekolah yang hanya terdiri atas dua kelompok, yakni 7-8 dan 8-9.
Perlu diketahui, dalam UN 2015 Kemdikbud menetapakan empat level capaian siswa. Level paling tinggi adalah sangat baik, baik, cukup, dan kurang.
Setiap level itu memiliki deskripsi atau penjelasan tentang capaian kompetensi siswa. Penentuan level tersebut menggantikan hasil UN yang selama ini identik dengan lulus dan tidak lulus. Dengan demikian konsep baru UN 2015, siswa cukup mendapatkan label level sangat baik, baik, cukup, dan kurang untuk setiap mata pelajaran yang diujikan.
Kemdikbud sudah membuat rincian capaian kompetensi untuk semua level di setiap mata pelajaran yang diujikan. Untuk mata pelajaran Bahasa Indonesia jenjang SMP misalnya, peserta UN mendapatkan nilai kurang jika memiliki keterbatasan dalam menggunakan kata dan frasa pada teks sastra.
Perincian level capaian itu bisa merangsang pembelajaran selanjutnya. Guru-guru di kelas X SMA bisa mempelajari profil siswa baru dengan bekal catatan capaian ujian tersebut. Setelah profil tersebut dipelajari, pembelajaran bisa disesuaikan dengan capain tiap-tiap siswa.
Menurut penjelasannya UN tidak boleh menjadi semacam “garis finis” pembelajaran, UN harus menjadi motor membuat siswa belajar terus menerus. (nuzul/abror)