Judul: Memadukan Keindonesiaan dan Keislaman, Esai-esai Kebangsaan

Penulis: Dr. (H.C) Ir. KH. Salahuddin Wahid

Penerbit: Pustaka Tebuireng

Tebal: 278 halaman

ISBN: 9786027661868

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Perensensi: Dimas Setyawan Saputra*


Tak banyak ulama-ulama daerah Timur Tengah yang berhasil menselesaikan  permasalahan  kebangsaannya. Bahkan tak sedikit kita menyasikan konflik hingga berujung menumpahkan darah yang terjadi di negara Timur Tengah, dengan permasalahan sangat sederhana yakni agama.

Sebagaimana data yang tercatat, kurang lebih terdapat 180 suku bangsa Arab. Mereka hidup terbagi-terbagi dengan beberapa negara, beberapa agama, adat dan istiadat setempat. Satu adat dengan yang lainya berbeda. Tapi dalam kehidupan bangsa Arab, mereka terkenal dengan keunikannya yaitu memakai satu bahasa. Bahasa yang digunakan ialah bahasa Arab yang telah menjadi dasar alat komunikasi keseharian di semanjung jazirah Arab.

Dengan hamparan bumi teramat luas, sungguh sebenarnya bangsa Arab dapat menjadi kekuatan yang sangat ditakuti baik segi, ekonomi, politik, hingga militer, bilamana dapat bersatu tujuan dan pemahaman. Tapi saat ini bangsa tersebut justru terpecah belah dan pemandangan konflik seakan hal yang biasa disaksikan

Ada sebuah pertayaan mengapa seringkali bangsa Arab terjebak  konflik yang berkepanjangan. Baik di negara, Syiria Mesir Yaman dan lain sebagainya. Karena bisa jadi, dalam pemahaman tentang kebangsaan dan beragama mereka sangat tidak baik bahkan dapat dikatakan gagal.

Indonesia dengan beraneka ragam budaya, bahasa, adat yang berbeda. Dan dengan 6 agama yang telah diakui, menjadikan bangsa Indonesia menempati posisi negara muslim terbesar di dunia setelah mengalahkan Malaysia yang berada di urutan kedua.

Dengan banyaknya penduduk muslim tersebut, membuat dunia seakan terpangah dengan keharmonisan beragama yang terjadi di Indonesia. Meskipun berbeda agama dan keyakinan, bangsa Indonesia tak pernah jatuh dalam pusaran konflik berkepanjangan, dalam teks permasalahan agama dan bangsa.

Keharmonisan tersebut tidak terlepas dari buah manis yang ditanamkan oleh ulama-ulama Indonesia yang telah berhasil memasukan teks berbangsa dan beragama. Dengan diimbangi oleh  asas tunggal Pancasila. Toh dalam setiap agama meyakini adanya Tuhan yang patut disembah dan poin tersebut telah ada di sila pertama dalam Pancasila.

Buku memadukan KeIndonesiaan dan KeIsalaman, ialah kumpul esai-esai KH. Salahuddin Wahid yang telah aktif menulis dari tahun 1998. Esai-esai beliau banyak dimuat di koran-koran nasional, seperti Kompas, Harian Bangsa,  Jawa Pos, Republika, Pelita Hati dan lain sebagainya. Dalam buku ini kita dapat melihat gagasan KH. Salahuddin Wahid untuk dapat mempererat dan merawat kebihnekaan (berbeda-beda tapi satu tujuan). Beliau menjelaskan dalam pandangan toleransi beragama, sebaiknya seluruh rakyat Indonesia dapat menghargai pendapat, baik kepercayaan, keyakinan, dan hak suara saat pemilihan umum diadakan.

Dalam mempersatukan antara keindonesiaan dan keisalaman, beliau mengambil contoh dari sepak terjang ayahnya, Abdul Wahid Hasyim saat menjadi Menteri Agama. Beliau berkata “Menteri Agama adalah langkah awal dalam memadukan keIndonesiaan dan keIslaman. Pembentukan Madrasah (MI, MTs, MA) dilakukan  pada 1950 oleh Menteri Agama Wahid Hasyim bersamaan dengan kebijakan memberikan mata pelajaran agama di sekolah. Jumlah madrasah kini mencapai sekitar 74.000, lebih dari 90% adalah milik swasta. Bandingkan dengan sekolah yang berjumlah 180.000 yang 80% nya adalah sekolah negeri. Kini terdapat sekitar 28.000 pesantren yang semuanya milik swasta. Pendidikan Tinggi Islam yang juga dimulai pada 1950 oleh Menteri Agama Wahid Hasyim saat mendirikan PTAIN, kini telah tumbuh menjadi STAIN, IAIN, dan UIN. Ormas Islam dan pesantren telah banyak mendirikan universitas dan sekolah tinggi di berbagai provinsi. Pendidikan Islam berperan besar dalam memadukan keIndonesiaan dan keIslaman (hal. 250)

Sebagaimana kita mengenal bahwasanya KH. Salahuddin Wahid adalah generasi ketiga dari Hadratusyaikh KH. Hasyim Asy’ari, tokoh yang mendirikan NU dan menjadi Pahlawan Nasional. Dan ayah beliau KH. Wahid Hasyim pun sama, ialah tokoh bangsa yang memepersatukan Indonesia dalam kiprahnya mengagas poin-poin Pancasila bersama Soekarno, bung Hatta dan lainnya.

Sebagai seorang yang lahir dari rahim tokoh-tokoh besar yang memimpin umat, maka pemikiran beliau dalam mengkemukakan gagasan dan idenya tak pernah lepas dari pengaruh ayah dan kakek beliau.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari