Kebiasaan para santri saat usai mengaji kitab, di Pesantren Tebuireng. (Foto: Kopiireng)

Oleh: Qurratul Adawiyah*

Guru memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Karena guru merupakan  motivator terbaik yang harus kita junjung tinggi. Bahkan di dalam Islam, guru merupakan orang berilmu yang harus benar-benar dihormati selagi apa yang disampaikannya benar dan sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah Rasul. Karena dengan keberadaan guru kita dapat memperoleh ilmu yang tak terbatas.

Inilah adab-adab seorang murid terhadap guru yang perlu kita terapkan di dalam menuntut ilmu:

  • Menghormati guru. Suri tauladan untuk manusia setelahnya telah memberikan contoh dalam penghormatan terhadap seorang guru. Sahabat Abu Sa’id Al-Khudri Radhiallahu ‘anhu berkata:

كنا جلوساً في المسجد إذ خرج رسول الله فجلس إلينا فكأن على رؤوسنا الطير لا يتكلم أحد منا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kemudian duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tak satu pun dari kami yang berbicara.” (HR. Bukhari).

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  • Memandang guru dengan pandangan bahwa dia adalah sosok yang harus dimuliakan dan dihormati dengan berkeyakinan bahwa guru itu mempunyai derajat yang sempurna. Karena pandangan seperti itu paling dekat kepada kemanfaatan ilmunya. Abu Yusuf berkata: “Aku mendengar para ulama salaf berkata: “Barang siapa yang tidak mempunyai sebuah (iktikad) keyakinan tentang kemuliaan gurunya, maka ia tidak akan bahagia.

Maka bagi pelajar jangan memanggil guru dengan menggunakan ta’ khitab (baca: kamu) dan kaf khitab (mu), ia juga jangan memanggil dengan namanya. Bahkan ia harus memanggil dengan: “yaa sayyidi”, wahai tuanku atau “yaa ustadzi”, wahai guruku. Juga ketika seorang guru tidak berada di tempat, maka pelajar tidak diperkenankan memanggil dengan sebutan namanya kecuali apabila nama tersebut disertai dengan sebutan yang memberikan pengertian tentang keagungan seorang guru, seperti apa yang diucapkan pelajar: “Al Syekh Al Ustadz berkata begini, begini” atau “guru kami berkata” dan lain sebagainya.

  • Hendaknya pelajar mengetahui kewajibannya kepada guru dan tidak pernah melupakan jasa-jasanya, keagungannya dan kemuliaannya, serta selalu mendoakan baik ketika beliau masih hidup atau setelah meninggal dunia. Selalu menjaga keturunannya, kerabatnya, dan orang-orang yang beliau kasihi, dan selalu menekankan diri untuk selalu berziarah ke makamnya untuk menyambung doa, memberikan sedekah atas nama beliau, selalu menampakkan budi pekerti yang bagus dan memberikan petunjuk kepada orang lain yang membutuhkannya. Di samping itu pelajar harus selalu menjaga adat istiadat, tradisi dan kebiasaan yang telah dilakukan oleh gurunya baik dalam masalah beragama atau masalah keilmuan, dan menggunakan budi pekerti sebagaimana yang telah dicontohkan oleh gurunya, selalu setia, tunduk dan patuh kepadanya dalam keadaan apapun dan di mana pun ia berada.
  • Pelajar harus mengekang diri, untuk berusaha sabar tatkala hati seorang guru sedang gundah gulana, murka atau budi pekerti, perilaku beliau yang kurang diterima oleh muridnya. Apabila seorang guru berbuat kasar kepada muridnya, maka yang perlu dilakukan pertama kali adalah dengan cara meminta ampun kepada guru dan menampakkan rasa penyesalan diri dan mencari keridhaan dari gurunya, karena hal itu akan lebih mendekatkan diri pelajar untuk mendapatkan kasih saying seorang guru.
  • Apabila pelajar duduk di hadapan guru, maka hendaklah ia duduk di hadapannya dengan budi pekerti yang baik, seperti duduk bersimpuh di atas kedua lututnya (seperti duduk pada tahiyat awal) atau duduk seperti duduknya orang yang melakukan tahiyat akhir, dengan rasa tawaduk, rendah diri, tumakninah (tenang) dan khusuk.
  • Sang murid tidak diperbolehkan melihat ke arah gurunya (kiai) kecuali dalam keadaan darurat, bahkan kalau memungkinkan sang murid itu harus menghadap ke arah gurunya dengan sempurna sambil melihat dan mendengarkan dengan penuh perhatian, selanjutnya ia harus berpikir, meneliti dan berangan-angan apa yang beliau sampaikan sehingga gurunya tidak perlu lagi untuk mengulagi perkataannya untuk yang kedua kalinya. Pelajar tidak diperkenankan untuk melihat ke arah kanan, arah kiri atau melihat ke arah atas kecuali dalam keadaan darurat, apalagi gurunya sedang membahas, berdiskusi tentang berbagai macam persoalan.
  • Murid ketika berada di hadapan sang guru maka ia tidak diperbolehkan menyandarkan dirinya ke tembok, ke bantal, juga tidak boleh memberikan sesuatu ke padanya dari arah samping atau belakang, tidak boleh berpegangan pada sesuatu yang berada dibelakangnya atau sampingnya. Santri juga tidak diperkenankan untuk menceritakan sesuatu yang lucu, sehingga menimbulkan tertawa orang lain, ada unsur penghinaan kepada sang guru, berbicara dengan menggunakan kata-kata yang sangat jelek, dan menampakkan prilaku dan budi pekerti yang kurang baik di hadapan gurunya.
  • Tidak tertawa yang berlebihan, apabila ada sesuatu hal, peristiwa, kejadian yang lucu, sehingga membuat santri tertawa, maka hendaknya jikalau tertawa tidak terlalu keras, tidak mengeluarkan suara. Ia juga tidak boleh membuang ludah, mendehem selama hal itu bisa ditahan atau memungkinkan, namun apabila tidak mungkin untuk dilakukan maka seyogianya ia melakukannya dengan santun. Ia tidak boleh membuang ludah atau mengeluarkan riya dari mulutnya, namun yang paling baik adalah seharusnya itu dilakukan dengan menggunakan sapu tangan atau menggunkana ujung bajunya untuk dipakai sebagai tempat riya’ tersebut.

Apabila pelajar sedang bersin, maka hendaknya berusaha untuk memelankan sauranya dan menutupi wajahnya dengan menggunakan sapu tangan umpamanya. Apabila ia membuka mulut karena menahan rasa kantuk (angop) maka hendaknya ia menutupu mulutnya dan berusaha untuk tidak membuka mulut (angop).

Apabila sebagian murid (orang yang mencari ilmu) itu berbuat hal-hal yang tidak kita inginkan (jelek) terhadap salah seorang, maka ia tidak boleh dimarahi, disentak-sentak, kecuali gurunya sendiri yang melakukan hal itu, kecuali kalau guru memberikan sebuah isyarat kepada murid yang lain untuk melakukannya.

  • Tidak boleh mendahului gurunya dalam menjelaskan sebuah permasalahan atau menjawab beberapa persoalan, kecuali ia mendapai izin dari sang guru.
  • Murid tidak boleh duduk-duduk di sampingnya, di atas tempat salatnya, di atas tempat tidurnya. Seandainya sang guru memerintahkan hal itu kepada muridnya, maka jangan ia sampai melakukannya, kecuali apabila sang guru memang memaksa dan melakukan intimidasi kepada murid yang tidak mungkin untuk menolaknya, maka dalam keadaan seperti ini baru diperbolehkan untuk menuruti perintah sang guru, dan tidak ada dosa. Namun setelah itu ia harus berperilaku sebagaimana biasanya, yaitu dengan menjunjung tinggi akhlaqul karimah.

Maka dari itu kita sebagai pelajar harus senantiasa mengamalkan akhlak yang baik terhadap semua guru yang telah mendidik dan memotivasi kita dengan kesabaran dan keikhlasan tanpa meminta imbalan apapun.

*Referensi kitab: Adabul ‘Alim wal Muta’allim, karya KH. Hasyim Asy’ari.

**Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.