Pengajian kitab Shohih Bukhari oleh KH. Kamuli Khudori di masjid Pesantren Tebuireng.

Oleh: Ibnu Ubaidillah*

Pernahkah kalian tahu dalam dunia pesantren banyak sekali tradisi yang sudah turun menurun sejak jaman dahulu? Salah satunya yang sangat monumental sekali yakni ngaji pasaran.

Konon, ngaji ini berasal dari metode pengajian dengan cara santri memilih pengajian kitab yang diminati. Seperti di pasar, pembeli akan memilih barang yang diinginkan, begitulah santri mendapat kesempatan untuk memilih kitab apa yang akan dia kaji.

Selain karena itu, ada juga yang menyebut bahwa istilah Ngaji Pasanan itu karena dilaksanakan di bulan suci Ramadan ketika sedang melaksanakan ibadah puasa, yang dalam istilah jawa  pasa atau poso.

Terlepas dari beberapa pemaknaan istilah itu, Ngaji Pasaran ini identik dilaksanakan di pondok-pondok pesantren selama bulan Ramadan, yang dilaksanakan sejak awal Ramadan dan dikhatamkan di pertengahan Ramadan atau bertepatan Nuzulul Qur’an. Namun ada juga pesantren yang mengakomodasi ngaji pasaran selain di bulan Ramadan, seperti bulan Rajab, Sya’ban dan Rabi’ul Awwal.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ngaji pasaran bukan hanya tentang fleksibilitas pengajaran dan waktu untuk eksplorasi keilmuan, namun juga sebagai bukti kekhususan (kelebihan, kharisma) kiai yang tersalur bagi santri, melalui kitab-kitab klasik, metode kiai yang khas, dan tradisi keilmuan yang menjaga sanad.

Ngaji pasaran sangat identik dengan mengkaji kitab-kitab kuning karya ulama-ulama terdahulu. Ini merupakan wujud melestarikan tradisi kepesantrenan, yaitu mengkaji kitab dengan belajar langsung kepada guru, dengan keilmuan yang mumpuni sesuai bidangnya.

Dengan melihat fenomena ini, karena banyaknya pengajian di media sosial tanpa sanad yang jelas, maka semakin pentingnya mengikuti pengajian kitab di majelis ilmu atau pesantren.

Adanya pengajian kitab-kitab ini, guna menambah wawasan keilmuan yang diambil langsung dari kitab-kitab, sanad guru, dan keilmuan yang jelas hingga menyambung sampai pada Rasulullah SAW.

*Mahasantri Tebuireng.