santri tebuireng mengaji kitab kuning. (dok. tebuireng)

Oleh: Khairun Niam*

Pesantren memang selalu memiliki ciri khas yang unik dari setiap sudutnya. Dari segi tradisi pembelajaran kita mengetahui terdapat dua metode yang sering digunakan yaitu sorogan dan bandongan. Dua metode ini merupakan metode yang sering dipakai dalam pembelajaran kitab kuning. Di sisi lain terdapat satu metode lagi yang menurut penulis beberapa pekan terakhir ramai di kalangan netizen yaitu nadzom.

Bagi para santri yang pernah belajar di pesantren istilah nadzom sudah pasti tidak asing lagi didengar.  Nadzom merupakan sebuah metode belajar dengan cara menyanyi yang diterapkan di lembaga pesantren. Dalam proses pembelajaran dengan metode nadzom biasanya lebih rileks dan santai sehingga para santri lebih terlihat menikmati mempraktikannya. Biasanya metode nadzom banyak digunakan dalam pelajaran tajwid, nahwu, shorrof dan ilmu keislaman lainnya. Salah satu contoh nadzom adalah sebagai berikut.

قَالَ مُحَمَّدٌ هُوَ ابْنُ مَالِك…أَحْمَدُ رَبِّي اللهَ خَيْرَ مَالِكِ

مُصَلِّياً عَلَى النَّبيِّ الْمُصْطفَى… وآلِهِ المُسْتكْمِلِينَ الشَّرَفَا

وَأَسْتعِينُ اللهَ فِي ألْفِيَّهْ……مَقَاصِدُ النَّحْوِ بِهَا مَحْوِيَّهْ

تُقَرِّبُ الأقْصى بِلَفْظٍ مُوجَزِ……وَتَبْسُطُ الْبَذْلَ بِوَعْدٍ مُنْجَزِ

Teks berbahasa Arab di atas bukanlah hadis ataupun ayat al-Qur’an, melainkan teks nadzom alfiyah yang beberapa pekan terakhir ramai di media sosial. Biasanya Nadzom di tulis oleh para ulama untuk mempermudah seseorang dalam mempelajari sebuah ilmu pengetahuan. Dalam hal ini para ulama meramu ilmu-ilmu tersebut dalam sebuah syi’ir dan bait-bait seperti nadzom Alfiyah Ibn Malik di atas.

Mengutip dari jabar.nu.or.id nadzom secara bahasa berarti karangan, dan secara istilah merupakan puisi yang berasal dari Parsi yang terdiri atas 12 bait, berirama dua-dua atau empat-emat. Selain digunaakn untuk menyampaikan ajaran agama, nadzom juga bisa berisikan pujian-pujian mislanya pujian yang mengarah kepada Rasulullah Saw.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Metode Belajar dengan Syi’ir

Semakin berkembangnya zaman, maka semakin maju pula metode pembalajaran yang digunakan untuk meningkatkan kemampuan anak. Oleh sebab itu guru dituntut untuk menjadi sekreatif mungkin dalam memberikan pelajaran. Salah satu metode yang dianggap membuat suasana belajar tetap hidup adalah dengan bernyanyi atau belajar sambil bernyanyi.

Mengutip dari Ulin Nuha dalam artikelnya mengatakan bahwa beberapa ahli mengatakan pembelajaran yang disertai dengan nyanyian suasannya menjadi lebih riang, bersemangat, dan juga bergairah. Sehingga perkembangan anak baik dari segi efektif, kognitif, dan psikomotoriknya lebih optimal. Menurut Bonnie dan Jhon metode ini dapat membantu mencapai kemampuan dalam pengembangan daya pikir.

Begitu juga dengan nadzom. Di beberapa pesantren biasanya menggunakan metode ini dalam memberikan materi pelajaran kepada santri. Bedanya adalah setelah syi’ir-syi’ir nadzom dinyanyikan maka guru/ustadz akan menjelaskan isi dan makna dari syi’ir tersebut. Karena biasanya materi yang menggunakan nadzom sebagai metode belajar adalah materi-materi berbahasa Arab seperti ilmu nahwu dan shorro. Tetapi di beberapa tempat penulis menemukan terdapat nadzom yang menggunakan bahasa lokal yang juga mengajarkan ilmu keislaman seperti fiqih, dan akhlak.

Dalam penyajiannya nadzom di tulis dalam bentuk syair-syair dengan banyak bait. Sebagaimana sya’ir tentu saja penulisnya adalah seorang yang pandai memilih kata-kata yang tepat, agar dapat mengungkapkan maksud dari nadzom tersebut dengan gaya bahasa yang cocok dan tepat. Selain itu pemilihan kata-kata yang tepat juga dapat membantu santri menghafal nadzom tersebut dengan cepat.

Khazanah Sastra Pesantren

Dalam persinggungan Islam dan Lokalitas kita mengenal tembang Jawa yang merupakan khazanah sastra keislaman yang digunakan oleh walisongo dalam menyebarkan agama Islam seperti macapat dan suluk. Selain macapat dan suluk, nadzom juga merupakan bagian produk persinggungan Islam dan Jawa yang hadir dalam suasana pesantren.

Dikatakan sebagai khazanah sastra pesantren karena nadzom sendiri terlihat seperti puisi-puisi yang menggabungkan aspek lokal dan Islam. Aspek lokal terlihat ketika nadzom-nadzom berbahasa jawa yang ditulis menggunakan Arab Pegon yang dikarang oleh ulama-ulama lokal. Sehingga dapat dikatakan bahwa nadzom atau syair adalah kontribusi jariyah para ulama Islam Nusantara yang selama ini menjadi bagian dari pembelajaran ilmu-ilmu keislaman dalam bidang sastra.

Berangkat dari hal tersebut, itu artinya nadzom yang hadir dari tradisi pesantren harus dipertahankan oleh kalangan pesantren itu sendiri. Sebagaimana semboyan yang sering digunakan oleh pesantren dalam merawat tradisi.

المحافظة على قديم الصالح والأخذ با الجديد الأصلح

Memelihara hal yang lama yang baik dan mengambil yang baru yang lebih baik.”

Uniknya nadzom yang dipraktikkan di pesantren tidak hanya dijadikan sebagai metode pembelajaran, tetapi juga dijadikan sebagai pujian sebelum shalat, menunggu imam datang, dan menunggu pengajian dimulai.

Oleh sebab itu sebagai khazanah sastra yang berasal dari pesantren nadzom harus tetap di rawat dan dilestarikan. Walalhua’lam…