Oleh: Sholikah*
Muslimah dan media sosial. Dua hal yang menjadi pusat semesta di muka bumi. Namun pada masa kini, nyatanya sebuah kata “Hitz” mampu menyeret kaum muslimah untuk berkecimpung di dalam dunia maya. Tidak sedikit kaum hawa ini tergiur oleh pujian yang terlontar dalam jejaring sosial media di dunia maya, yang tidak lain akan mampu menimbulkan fitnah bagi dirinya.
Semakin berkembangnya zaman, teknologi akan ikut menyesuaikan. Bukan kehidupan jika tidak ada rintangan, jika awalnya media sosial digunakan untuk mempermudah melakukan komunikasi dengan keluarga, teman, dan rekan kerja. Kini, media sosial digunakan sebagai ajang curhat, pamer, dan terkadang menimbulkan permusuhan. Astaghfirullah. Ujaran kebencian, hoaks, fitnah, dan kabar bohong disebarkan, sehingga menimbulkan pertentangan, konfilk, pertikaian, dan lain sebagainya.
Contohnya saja media sosial yang saat ini tengah menjadi tren topik di semua kalangan umur yaitu Instagram. Di sana banyak terpajang foto-foto wanita cantik dalam balutan berbagai efek kamera yang memberikan kesan lebih cantik dari dunia nyatanya yang bisa dibilang terlihat biasa saja, video-video yang mengunggah aktivitas dan kegemaran menyanyinya yang tidaklah begitu penting untuk disorot dunia maya, boomerang yang gak jelas tujuan pembuatannya, foto jalan-jalannya ke tempat yang indah dengan ekspresi yang mungkin terbilang lucu namun terkesan alay, dan sederetan unggahan yang ber-captions tak berfaedah.
Hal seperti ini yang bisa dipastikan pemilik akun memiliki followers beribu-ribu. Hingga menimbulkan keirian bagi wanita lain dan terlontarlah pernyataan, “Enak ya, yang love banyak, yang nge-Dm gerombolan, yang ngajak jalan gak habis-habis, yang ngajak pacaran banyak pilihannya, yang ngasih pujian pasti gak ada habisnya, , dan lain-lain”. Eeh, jangan salah sangka, hal seperti ini yang malah menjadi permasalahan besar. Mengapa? Karena setiap muslimah adalah mutiara yang berada di dalam kerang di dasar laut, yang tidak semua orang mampu memegang, bahkan untuk melihatnya sulit untuk dipandang, Untuk memlikinya memerlukan pengorbanan.
Untuk itu mutiara harus dijaga dengan penuh hati-hati, agar ia awet utuh dan tetap indah jika bertemu dengan pemilik aslinya. Sesungguhnya perhiasan yang indah di dunia ini adalah seorang wanita sholihah. Lantas apakah untuk menjadi wanita sholihah harus menghindari yang namanya media sosial? Harus kudet? Harus menjauhi dari segala sesuatu yang berhubungan dengan hitz? Jawabannya tentu saja tidak, karena individu yang baik adalah individu yang mampu membawa arus globalisasi kepada arah kebaikan dan kesuksesan.
Banyak muslimah yang menjadi selebgram, nge-vlog, dan lain sebagainya yang pastinya tidak meninggalkan dan tidak melanggar syariat Islam. Mereka hidup dengan komitmen mereka sendiri-sendiri, mengetahui batas-batasan mana mereka memperkenalkan kehidupannya ke penjuru dunia. Mereka tahu bagaimana menjadi hitz dengan santun yang tidak menyakiti orang lain (tidak menimbulkan permusuhan), hingga menjadi sebuah inspirasi bagi penggemar-penggemarnya. Manis rasanya, menjadi terkenal, tapi bermanfaat dan ditiru kebaikannya oleh orang banyak.
Kalau boleh mengutip, ada perkataan Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafidz yang menarik. Beliau menyebutkan “Jadikan TV, Handphone, internet, dan lain-lain sebagai alat perantara dan pembantu agamamu. Jika tidak alat ini akan menghancurkan dan merusakmu”.
Jadi, tentu saja menjadi muslimah yang hitz, boleh-boleh saja. Namun alangkah indahnya setiap muslimah mampu menempatkan dirinya pada tempat yang mulia agar lebih terjaga dan lebih bisa menjadi uswah bagi muslimah lain. Bukan masalah kan? Media sosial dan segala isinya merupakan kesenangan dunia semata yang tidak akan ada habisnya jika menuruti hawa nafsu.
Untuk itu, perlu lebih cermat lagi dalam menggunakan media sosial yang setiap era-nya akan terus menjadi kacamata dunia dan terus mengalami perkembangan. Setiap orang bebas memberi penilaian atas apa yang telah beredar terhadap apa yang diunggah dan disampaikan di dinding medsos. Zaman boleh berkembang, teknologi boleh semakin canggih, namun tetaplah menjadi muslimah yang teguh pendirian, mampu memawas diri, juga tetap mendengarkan nasihat serta masukan. Karna sesungguhnya setiap muslimah kelak yang dibutuhkan bukan seribu janji manis di bibir, melainkan satu orang muslim tulus yang mau memberi kepastian langsung di hadapan orang tua.
*Mahasiswi Unhasy Tebuireng.