ilustrasi orang hadas lalu berwudlu

Imam An Nawawi dalam pembahasan asbabul hadast (hal-hal yang menyebabkan hadast kecil), menjelaskan pekerjaan-pekerjaan yang dilarang bagi orang yang berhadast kecil, sederhananya adalah orang yang tidak punya wudhu.

Pertama, beliau menjelaskan:

وَيَحْرُمُ بِالْحَدَثِ الصَّلَاةُ

Artinya: “Diharamkan bagi orang yang berhadast kecil untuk melaksanakan shalat.”

Alasan keharaman melaksanakan salat bagi orang yang berhadast kecil adalah hadist:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

لَا يَقْبَلُ اللهُ صَلَاةَ أَحَدِكُمْ إِذَا أَحْدَثَ حَتَّى يَتَوَضَّأَ

Artinya: “Allah Swt tidak menerima salatnya orang yang berhadast kecil, sampai orang tersebut berwudhu.” (H.R. Imam Bukhari dan Muslim)

Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad Al-Mahalli dalam kitabnya Al-Mahalli menjelaskan, termasuk dari shalat adalah shalat jenazah dan sujud tilawah, maka dua pekerjaan tersebut juga diharamkan bagi orang yang berhadast kecil.

Kedua, beliau melanjutkan:

وَالطَّوَافُ

Artinya: “Dan melaksanakan tawaf.”

Alasan keharaman melaksanakan tawaf bagi orang yang berhadast kecil adalah hadist:

الطَّوَافُ بِمَنْزِلَةِ الصَّلَاةِ اِلَّا اَنَّ اللهَ قَدْ اَحَلَّ فِيْهِ النُّطْقَ فَمَنْ نَطَقَ فَلَا يَنْطِقْ اِلَّا بِخَيْرٍ

Artinya: “Melaksanakan tawaf itu seperti halnya melaksanakan shalat, hanya saja Allah Swt memperbolehkan berbicara saat tawaf, maka siapa saja yang berbicara saat tawaf, janganlah berbicara kecuali pada sesuatu yang baik.” (H.R. Imam Hakim)

Ketiga, beliau melanjutkan:

وَحَمْلُ اْلمُصْحَفِ

Artinya: “Dan membawa mushaf.”

Mushaf adalah sebutan untuk lembaran-lembaran yang tertuliskan kalamu Allah, dan bagian luar lembaran-lembaran tersebut diberi sampul, lebih sederhananya adalah seperti mushaf-mushaf al-Quran yang kita ketahui saat ini. Imam An-Nawawi juga menjelaskan hal-hal yang masih berkaitan dengan keharaman membawa mushaf bagi orang yang berhadast kecil, sebagaimana berikut:

وَالْأَصَحُّ حِلُّ حَمْلِهِ فِي أَمْتِعَةٍ وَتَفْسِيْرٍ وَدَنَانِيْرَ

Artinya: “Menurut kaul ashah, diperbolehkan membawa perabotan yang di antaranya terdapat muhaf, membawa kitab tafsir, atau membawa uang dinar yang tertuliskan kalamu Allah.”

Alasan kebolehan membawa barang-barang di atas bagi orang yang berhadast kecil adalah karena dalam kondisi tersebut yang diprioritaskan adalah membawa barang-barang tersebut, sedangkan muhaf atau kalamu Allah hanya menjadi sebagian kecil dari barang-barang tersebut.

Sedangkan alasan dari pendapat yang mengharamkan membawa barang-barang tersebut bagi orang yang berhadast kecil adalah karena terdapat unsur tidak memuliakan kalamu Allah. Ketika kita mengikuti pendapat ini, maka hukum menyentuh kitab tafsir dan uang dinar tersebut juga haram.

Apabila kalamu Allahn-ya lebih banyak dibanding penjelasan tafsirnya, maka menurut sebagian ulama fikih hukum membawanya bagi orang yang berhadast kecil adalah haram.

Kemudian beliau melanjutkan:

لَا قَلْبُ وَرَقِهِ بِعَوْدٍ

Artinya: “Sedangkan hukum membalik kertas mushaf menggunakan kayu bagi orang yang berhadast kecil adalah haram.”

Menurut qaul ashah hukum membalik kertas mushaf menggunakan kayu bagi orang yang berhadast kecil adalah haram, alasannya karena hal tersebut disamakan dengan membawa mushaf. Namun Imam An-Nawawi sendiri lebih memilih pendapat yang membolehkannya, sebagaimana berikut:

قُلْتُ: الْأَصَحُّ حِلُّ قَلْبِ وَرَقِهِ بِعَوْدٍ وَبِهِ قَطَّعَ الْعِرَاقِيُّوْنَ وَاللهُ أَعْلَمُ

Artinya: “Pendapat yang ashah menurut Imam AnNawawi adalah kebolehan membalik kertas mushaf menggunakan kayu bagi orang yang berhadast kecil, dan pendapat ini adalah pendapat yang ditetapakan oleh para ulama’ Iraqiyun, wallahu a’lamu.”

Alasan kebolehan membalik kertas muhaf bagi orang yang berhadast kecil adalah karena membalik itu berbeda dengan membawa dan tidak bisa disamakan.

Keempat, beliau melanjutkan:

وَمَسُّ وَرَقِهِ

Artinya: “Dan menyentuh kertas mushaf, yakni kertas yang tertuliskan kalamu Allah.”

Alasan keharaman menyentuh kertas mushaf bagi orang yang berhadast kecil adalah al-Quran:

لَّا ‌يَمَسُّهُۥ ‌إِلَّا ‌ٱلمُطَهَّرُونَ

Artinya: “Tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang dalam keadaan suci.” (Q.S. Al-Waqi’ah: 96)

Ayat Al-Qur’an di atas meskipun berbentuk khabar (berita) namun memiliki makna nahi (larangan). Yang mana ayat al-Quran sekaligus menjadi alasan untuk keharaman membawa mushaf bagi orang yang berhadast kecil, karena membawa itu lebih mengena dibanding menyentuh.

Kemudian Imam An-Nawawi menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan keharaman menyentuh kertas mushaf bagi orang yang berhadast kecil, sebagaimana berikut:

وَكَذَا جِلْدُهُ عَلَى الصَّحِيْحِ

Artinya: “Menurut qaul sahih hukum menyentuh sampul muhaf bagi orang yang berhadast kecil adalah haram.”

Alasan keharaman menyentuh sampul mushaf bagi orang yang berhadast kecil adalah karena sampul mushaf menyerupai bagian dari mushaf, sehingga hukumnya disamakan.

Sedangkan alasan pendapat yang membolehkan menyentuh sampul mushaf bagi orang yang berhadast kecil adalah karena sampul merupakan wadah untuk mushaf tersebut, sehingga antara sampul dan mushaf merupakan dua benda yang berbeda.

Kemudian beliau melanjutkan:

وَخَرِيْطَةٌ وَصُنْدُوْقٌ فِيْهَما مُصْحَفٌ وَمَا كُتِبَ لِدَرْسِ قُرْآنٍ كَلَوْحٍ فِي الْأَصَحِّ

Artinya: “Menurut qaul ashah, hukum menyentuh kantong dan kotak yang di dalamnya terdapat mushaf, dan menyentuh sesuatu yang tertuliskan kalamu Allah dengan tujuan untuk pembelajaran, seperti papan adalah haram.”

Alasan keharaman menyentuh kantong dan kotak yang di dalamnya terdapat mushaf bagi orang yang berhadast kecil adalah karena kedua barang di atas menyerupai sampul mushaf, sehingga hukumnya disamakan. Sedangkan alasan pendapat yang membolehkan adalah karena kedua barang di atas hanya sebagai wadah, sehingga bukan bukan bagian dari mushaf.

Alasan keharaman menyentuh sesuatu yang tertuliskan kalamu Allah dengan tujuan untuk pembelajaran bagi orang yang berhadast kecil adalah karena sesuatu tersebut menyerupai mushaf, sehingga hukumnya disamakan. Sedangkan alasan pendapat yang membolehkan adalah karena sesuatu tersebut sudah berbeda dengan mushaf.

Hukum Menyentuh dan Membawa Mushaf bagi Anak Kecil

Dan yang terakhir, beliau menjelaskan:

وَأَنَّ الصَّبِيَّ الْمُحْدِثَ لَا يُمْنَعُ

Artinya: “Menurut kaul ashah, hukum menyentuh dan membawa mushaf dan papan yang tertuliskan kalamu Allah bagi anak kecil yang berhadast kecil adalah boleh.”

Alasan kebolehan menyentuh dan membawa mushaf dan papan yang tertuliskan kalamu Allah bagi anak kecil yang berhadast kecil adalah karena ada kebutuhan untuk mengajarinya dan adanya kesulitan apabila menyuruhnya untuk tetap punya wudhu’.

Sedangkan menurut pendapat lain, diwajibkan bagi orang tua untuk mencegah mereka untuk menyentuh dan membawa mushaf.

Dari penjelasan di atas dapat kita sederhanakan bahwa hal-hal yang dilarang bagi orang yang berhadast kecil ada empat, yakni melaksanakan salat, melaksanakan tawaf, membawa mushaf, dan menyentuh mushaf. Sedangkan selain empat hal di atas, terdapat perbedaan pendapat antara ulama’ mengenai keharamannya.

Baca Juga: Tata Cara Menjaga Kebersihan (bagian-I)


Ditulis oleh Dicky Feryansyah, Mahasantri Ma’had Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang