
Tebuireng.online— Menumbuhkan minat dalam bidang literasi bisa dengan berbagai macam cara, seperti membaca buku, menulis, baik fiksi atau nonfiksi. Hal itu disampaikan oleh Munawara, salah satu mentor Sekolah Menulis yang diinisiasi oleh Majalah Tebuireng Bersama puluhan santri hingga mahasiswa dari beragam perguruan tinggi negeri.
Cerpen, atau yang dikenal sebagai karya sastra cerita pendek itu, bagi Perempuan asal Madura ini memiliki daya Tarik yang masih popular di kalangan kita. “Cerpen itu adalah salah satu car akita menciptakan kehidupan-kehidupan kecil yang kita inginkan,” ungkapnya membuka materi menulis cerpen melalui zoom meeting, Ahad (11/8/2024) lalu.
Bagi dosen Komunikasi dan Penyiaran Islam Unhasy itu, salah satu cara santri bisa melanjutkan perkembangan literasi di pesantren adalah dengan tetap menulis sebuah karya sastra, salah satunya cerpen.
Baca Juga:
Siapkan Kader Literasi Pesantren, Tim Majalah Tebuireng Gelar Sekolah Menulis
Majalah Tebuireng Menulis Opini Bersama Dr. Abdulloh Hamid
“Karya sastra ini masih laris dibuat dan dibaca oleh masyarakat, karya karena sastra itu bisa menjadi jalan penulis untuk menyampaikan gagasan, ide, atau isu dengan cara mudah dipahami dan diterima masyarakat, melalui cerita, kisah yang mungkin semua orang mengalaminya, termasuk kisah-kisah di pesantren, kisah hikmah dan banyak lainnya,” tambahnya.
Selain membahas keistimewaan karya sastra berupa cerpen itu, Rara panggilan akrabnya, juga memberi tips bagaimana menulis cerpen dengan baik. Baginya semua cerita bisa ditulis, tetapi tulisan yang baik akan bercerita dengan cara yang baik.
“Cerita yang baik adalah sebuah cerita yang mudah diterima oleh pembaca, bagaimana pembaca akan merasakan kisah yang ada dalam tulisan itu, paling tidak akan mengatak, ‘oh iya yaa…’ atau ‘begini ya… blab la bla…’ artinya tulisan kita diterima,” terangnya.
Pada kesempatan itu ia menjelaskan unsur-unsur yang ada dalam penulisan cerpen, seperti: ide, tokoh, karakter, setting, clue, konflik, hingga pada unsur ekstrinsiknya; pengalaman penulis, kondisi masyarakat, ekonomi, budaya dan hal-hal lain yang bisa membentuk sudut pandang penulis dalam menulis sebuah karya.
“Walau pun nanti saat menulis kita akan melupakan teori, paling tidak kita harus tahu bagaimana menulis cerpen itu, agar punya pegangan, atau landasan. Jadi nulisnya tidak sembarangan,” ungkapnya.
Bersama puluhan peserta pelatihan, ia mengajak semua aktif memberi respons dengan memberikan peserta satu kata untuk dijadikan satu pragraf atau ebberapa kalimat sebagai salah satu cara memancing ide lebih cepat. Para peserta bergantian merespons itu.
Untuk diketahui, pelaksanaan pelatihan menulis cerpen diadakan sebanyak 3 kali pertemua pemberian materi dan 3 hari jeda praktik menulis cerpen. Untuk keseluruhan, prlatihan menulis dari Majalah Tebuireng ini diadakan selama satu bulan dengan 12 kali pertemuan, yaitu: menulis esai, cerpen, opini, dan isu-isu keperempuanan yang akan berlangsung hingga akhir Agustus 2024.
Penyusun: Munawara