Salah satu pembina Pesantren Tebuireng saat menjelaskan materi pelatihannya. (foto: aulia)

Tebuireng.online— Selama tiga hari berturut-turut sejak Jumat (31/8) hingga Ahad (1/9/2024) Pesantren Tebuireng mengutus perwakilan Pembina dan pengurus pondok mengikuti pelatihan dan pendampingan pesantren ramah santri.

Tepat pada Ahad kemarin, pukul 13.30 Wib materi ketiga dimulai. Acara berlangsung di Balai Diklat Tebuireng Sains, Jombok, Jombang, dengan dihadiri 32 peserta dari perwakilan Pesantren Tebuireng. Sedangkan pelatih langsung dipimpin oleh pihak UIN Malang.

Pada materi terakhir, peserta diundi untuk maju dan memaparkan materi yang telah disampaikan. Dengan cara bernyanyi dan melempar bola ke peserta lain sampai lagu habis, maka itulah yang menjadi pemateri sampai menemukan enam peserta. Dengan adanya praktik menjadi pemateri, peserta dapat menerapkan materi yang sudah didapat.

Peserta pertama yang memaparkan materi, Rizki Amalia. Memberikan pemaparan secara sigkat dan jelas mengenai materi well-being.

“Konsep well-being yang diterapkan dalam konteks pesantren, maka well-being pesantren, kepuasan seseorang terhadap pesantrennya yang muncul dari evaluasi subjektif secara kognitif maupun secara afektif mengenai pengalaman santri, pembina, dan para warga terhadap pesantren,” ungkapnya.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Baca Juga: Mencegah sebelum Terjadi, Tebuireng Gelar Pendampingan Pesantren Ramah Anak

Ia juga menjelaskan bahwa tujuan pesantren well-being yaitu: peserta memahami konsep dan indikasi, menunjukkan karakter, strategi praktis, dan merumuskan pesantren Sejahtera.

“Hal ini bisa melatih dan mengembangkan diri kita, santri dan pesantren. Dengan Well-being kita merasa sehat mental, fisik, spiritual. Pesantren well-being konsep yang diterapkan di pesantren. Bisa diterapkan dengan cara meminta pendapat secara subjektif kepada santri, pembina dan warga pesantren,” imbuhnya.

Setelah memaparkan materi, peserta diberi kesempatan untuk mengomentari cara penyampaian materi.

“Tampilannya sudah bagus, tapi kurang penguasaan panggung dan kontak mata,” komentar salah satu peserta.

Kemudian dilanjut dengan pemateri kedua oleh ustadzah Mega Sofi pembina Tebuireng Kesamben.

Saat itu ia menjelaskan tentang komunikasi, proses menyatukan ide dari satu orang ke orang lain, biasanya 2 orang. Speaker dan audience. Membantu peserta komunikasi. Mampu mengomando dan lainnya.

“Komunikasi yang baik ada beberapa tahap. Paradigma komunikasi. Dengan bercerita. Cerita yang memancing peserta untuk bertanya. Komunikasi pasti tidak jauh dari diskusi,” jelasnya.

Kemudian Ustadzah Mega memberikan tanya jawab dengan peserta dan mengelilingi peserta untuk menjawab pertanyaan yang dilontarkan. Kemudian pemaparan materi dari ustadzah Mega mendapatkan apresiasi dari peserta dan pemateri dari UIN Malang.

Begitu seterusnya, hingga materi keenam. Peserta antusias mengikuti acar dari awal hingga akhir. Setiap peserta dituntut untuk selalu aktif dan menyimak setiap materi.

“Karena ilmu ini seharusnya ditempuh satu semester, akan tetapi di sini hanya dikompres menjadi tiga hari berturut-turut.” Ungkap salah satu mentor dari UIN Malang.



Pewarta: Aulia