Oleh KH. Fahmi Amrullah hadzik

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Pada kesempatan kali ini, saya sebagai khatib, mengajak para jamaah sekalian untuk senantiasa meningkatkan ketakwaan kita kepada Allah. Ketakwaan adalah upaya kita untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah. Perlu kita ketahui bahwa Allah itu dekat dengan kita, tetapi sering sekali kita merasa bahwa Allah itu berada di tempat yang jauh. Padahal, Allah senantiasa dekat dan selalu mengawasi kita. Oleh karena itu, sudah sapatutnya kita malu kepada Allah jika kita melakukan hal-hal yang tidak baik.

Hadirin, jamaah Jumat yang berbahagia.

Kira-kira beberapa tahun silam, ada berita menarik. Berita ini tidak berasal dari Indonesia, tetapi berasal dari Jepang. Berita tersebut adalah tentang mundurnya perdana menteri Jepang. Dia mengundurkan diri karena merasa malu tidak mampu merealisasikan janji-janjinya ketika kampanye, terutama untuk memindahkan pangkalan militer AS dari Okitawa. Yang jelas, rasa malu itu ditunjukkan dengan mengundurkan diri dari jabatan yang sangat prestisius.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Sementara itu, pada saat yang sama, Indonesia ketika itu dihebohkan oleh video tidak senonoh yang dilakukan oleh pelaku yang diduga mirip artis. Kita tidak tahu apakah pelakunya yang mirip artis, artisnya yang mirip pelaku, atau justru pelakunya adalah artis itu sendiri. Wallahua’lam. Yang jelas, itu membuat semua malu, baik pelakunya, keluarganya, maupun kita semua sebagai warga Indonesia.

Tentu rasa malu yang diambil oleh perdana mengeri Jepang tersebut dengan cara mengundurkan diri itu adalah suatu hal yang sangat luar biasa. Kita tidak tahu apakah perdana menteri ketika itu pernah mendengar dakwah Islam bahwa malu itu sebagian dari iman atau tidak. Yang jelas, dia telah menjunjung tinggi budaya malu karena merasa tidak sanggup memenuhi janjinya dan dia memerintah hanya dalam waktu enam bulan.

Barang kali, kalau terjadi di Indonesia, hal itu sungguh sangat luar biasa. Sayang, yang terjadi di Indonesia belum pernah seperti itu. Yang ada adalah kepala-kepala daerah kalau sudah habis satu periode walaupun dinilai gagal, maunya maju lagi, bagaimanapun caranya.

Sesungguhnya Allah menganugerahkan rasa malu kepada manusia itu untuk menjaga kemuliaannya. Allah menjadikan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Allah menganugerahkan bentuk fisik yang sempurna kepada manusia. Allah menganugerahkan wajah cantik jelita, tampan rupawan. Allah menganugerahkan suara yang merdu. Allah menganugerahkan ketenaran dan popularitas yang luar biasa. Semua itu hendaknya untuk dijaga dengan rasa penuh malu.

Tentu semua anugerah itu hendaknya digunakan sebaik-baiknya untuk bersyukur kepada Allah. Akan tetapi, ketika orang mendapat anugerah apapun kemudian dia tidak menggunakannya di jalan Allah, tetapi justru malah digunakan untuk bermaksiat kepada Allah, maka Allah pun sungguh mampu membalikkannya dengan suatu keadaan yang serendah-rendahnya. Popularitas yang dulu diraih berubah menjadi cacian atau hinaan. Belum lagi ancaman yang diberikan oleh Allah yang disebabkan kufur nikmat. Tentunya akan ada azab yang sangat pedih rasanya.

Oleh karena itu, hendaknya kita senantiasa berhati-hati dan membudayakan rasa malu. Hendaknya kita membudayakan rasa malu untuk bermaksiat, rasa malu untuk tidak jujur, rasa malu untuk berbuat hal yang tidak baik. Dengan begitu, maka tetaplah terjaga kemuliaan kita.

Sesungguhnya kita semua pasti sudah memahami mana hal-hal yang diperbolehkan dan mana hal-hal yang dilarang. Berkaitan dengan itu, Allah berfirman dalam QS. Al-Hajj ayat 46 :

أَفَلَمْ يَسِيرُوا فِي الْأَرْضِ فَتَكُونَ لَهُمْ قُلُوبٌ يَعْقِلُونَ بِهَا أَوْ آذَانٌ يَسْمَعُونَ بِهَا فَإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَٰكِنْ تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ.

Artinya :

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.

 

Batasan-batasan atau larangan-larangan agama itu kalau kita taati pasti akan membawa keberkahan dan membawa keselamatan. Sudah tahu kalau minuman keras itu dilarang, tetapi masih saja banyak yang meminumnya sehingga banyak pula jatuh korban sebagaimana yang kita dengar dalam berbagai berita. Kita baca berita-berita, betapa banyak orang jatuh menjadi korban gara-gara melanggar larangan Allah dengan meminum minuman keras oplosan dan sebagainya. Na’udzubillah.

Jika mereka merasa malu kepada Allah, tentunya tidak akan meminum minuman keras. Akan tetapi, karena mereka tidak malu sama sekali, maka efek yang ditanggung itulah yang memalukan.

Ma’asyiral muslimin rahimakumullah.

Karena itu, saya berpesan khususnya kepada diri saya sendiri dan umumnya kepada para jamaah semuanya, marilah kita menata diri kita dan marilah kita menjunjung tinggi budaya malu! Hendaknya, kita memang malu kepada Allah ketika kita berbuat maksiat sehingga kita pun akhirnya bertobat. Hendaknya, kita memang malu kepada Allah ketika kita hendak berbuat jahat sehingga kita tidak jadi berbuat jahat. Hendaknya, kita juga malu kepada siapa pun jika kita tidak berlaku sopan dan santun. Oleh karena itu, marilah kita menjaga diri kita dengan menjunjung tinggi budaya malu.

Dengan menjunjung budaya malu, kita akan menjadi umat yang mulia. Jika kita menjadi umat yang mulia, maka Allah pun akan senantiasa memberikan kita kenikmatan dan anugerah tanpa malu-malu. Allah akan mencintai hamba-hamba-Nya yang senantiasa menjunjung tinggi rasa malu untuk menjaga harga diri, kemuliaan, dan agamanya.