Sumber: Google.com

Oleh : M. Falikh Rifqi*

Profesi Guru

Sempat tenar di tahun 1980-an, “Profesi Guru” merupakan pekerjaan yang mulia di lingkungan masyarakat. Bagi orang yang berprofesi sebagai guru, akan dipanggil dengan sapaan “Pak Guru atau Bu Guru” oleh masyarakat, karena mereka memiliki pengetahuan lebih. Guru juga dituntut untuk mengajarkan pendidikan moral kepada anak-anak, disamping pengetahuan membaca dan berhitung. Seorang guru juga memiliki hak otoriter di sekolah sebagai pengganti orang tua, dengan cara mendidik yang lebih menekankan pendekatan ketimbang pembelajaran. Hal ini terbawa hingga diluar jam sekolah (mengingat sosial masyarakat zaman 1980-an) masih bersifat kekeluargaan.

Sedikit bernostalgia dengan masa pendidikan zaman dahulu, tentu sangat berbeda dengan pendidikan di masa kini. Mulai dari orientasi, institusi, sampai tenaga pendidik masa kini mempunyai perbedaan yang sangat menonjol di mata orang tua. Zaman sekarang, lebih memberi gambaran bahwa generasi penerus bangsa masih miskin akhlak dan para wali murid cenderung idealis dan individualis.

Kasus pelanggaran HAM (Hak Asasi Manusia) yang sepele pun juga kerap terjadi pada guru. Masih ingat dengan ibu Nurmayani Salam yang dipenjara pada tanggal 12 Mei 2016 atas tuduhan penganiayaan terhadap siswa? Padahal Nurmayani hanya mencubit dua orang siswa SMPN Benteng yang kejar-kejaran saat pelaksanaan sholat dhuha. Hal ini menunjukan bahwa kurangnya pengertian sang wali murid terhadap oknum guru yang sudah jelas bermaksud memberikan teguran. Kasus diatas menyebutkan bahwa para pelajar dan wali murid telah termanjakan oleh zaman, ironi yang sungguh disayangkan. Di era millenial bahwa generasi penerus tidak memiliki pendidikan moral dan etika yang memadai.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Dalam kasus lain, seorang guru berinisial KU memukul seorang murid MTs Miftahul Khoirot dengan buku, bahkan menggunakan tangan kosong dan beberapa tendangan hingga korban harus dirawat dirumah sakit pada tanggal 11 Oktober 2015, hal ini disebabkan karna pelaku kesal terhadap ulah siswa tersebut. Dari contoh kedua, dapat dibuktikan bahwa memang ada beberapa oknum guru yang kurang mampu mengatur emosinya terhadap siswa.

Memilah Sikap Guru

Dahulu, sebuah lembaga pendidikan berkewajiban mengajarkan nilai-nilai kehidupan berupa budi pekerti, etika, saling mengalah dan mendahulukan kepentingan umum diatas kepentingan pribadi. Namun, di masa millenial lembaga pendidikan justru berlomba-lomba dalam menonjolkan kemampuan membentuk generasi super di usia sedini mungkin “Biar pensiun muda”, hal ini tentunya berorientasi pada ‘investasi karakter manusia’ yaitu bagaimana meningkatkan kecerdasan, prestasi, keterampilan dan menghadapi persaingan.

Berikut ini adalah akibat kasus kepribadian dan etika seorang guru “yang kurang baik”. Pertama, mengaburkan fungsi guru sebagai sosok panutan atau teladan yang baik terhadap anak didik. Kedua, adanya sikap sinis dan tidak percaya dari masyarakat terhadap profesi guru karena dianggap tidak bisa membuat anak didik menjadi lebih baik.Ketiga, mengaburkan profesi guru sebagai pembimbing atau orang tua kedua buat anak didik. Keempat, dengan adanya kasus etika profesi guru maka profesi seorang guru di mata masyarakat semakin rendah.

“Guru itu digugu dan ditiru,” ucap kesal Dilan kepada pak Suripto, seorang guru bimbingan konseling, (penggalan kata dalam film Dilan 1990). Guru yang dalam artian bahasa Jawa adalah orang yang patut ditiru dan digugu oleh semua murid dan masyarakatnya. Harus digugu artinya segala sesuatu yang disampaikan olehnya senantiasa diyakini dan dipercaya sebagai kebenaran oleh semua muridnya.

Ilmu Pengetahuan Tonggak Peradaban

Ilmu pengetahuan merupakan kunci kebahagiaan di dunia, karena seumpama hidup tanpa ilmu pastilah negara ini masih diliputi kemiskinan dan kemunduran. Oleh karena itu, ketinggian ilmu pengetahuan merupakan tolak ukur yang membedakan kemajuan dan kemunduran suatu bangsa.

Bicara dengan ilmu pengetahuan tentu tidak lepas dari seorang guru sebagai agen pembangunan dan membina ummah. Tugas seorang guru sebagai pendidik bukanlah suatu hal yang mudah dan mampu dilakukan oleh semua orang. Justru karena kerja seorang guru patut ditempatkan sebagai profesi ístimewa. Terlebih lagi tuntutan zaman yang kian maju kini lebih menuntut pengorbanan komitmen yang padu dalam mendidik anak bangsa sebagai insan yang cemerlang, berwibawa dan senantiasa memohon petunjuk dan keridhaan Allah Swt.

Begitu pula dengan seorang murid yang harus selalu menghormati gurunya. Dimana posisi seorang guru diletakkan sebagai pendidik ruh murid. Dari hal yang tidak diketahui hingga seorang murid mengetahui hal tersebut, tentunya ini adalah jasa seorang guru yang mendidik muridnya sepenuh hati.

Berikut sebagian nasihat Hadaratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari dalam kitab adabul alim wal muta’alim kepada para guru tentang adab kepada muridnya, yakni; pertama, tujuan mengajar adalah mendapatkan ridha Allah. Kedua, sabar terhadap murid yang niatnya tidak lurus. Ketiga, mendekatkan murid pada hal-hal terpuji. Keempat, menggunakan bahasa yang mudah dipahami saat mengajar. Kelima, semangat dalam mengajar. Keenam, meminta murid untuk  mudzakarah dan takrar. Ketujuh, menasihati murid agar tidak terlalu keras dalam mengajar.

Adapun kepada seorang murid, banyak kisah ulama dan para sahabat yang patut dijadikan suri tauladan. Akhlak serta beradab yang baik merupakan kewajiban yang tidak boleh dilupakan seorang murid kepadaa gurunya.  Rasulullah Saw. bersabda;

لَيْسَ مِنَّا مَنْ لَمْ يُجِلَّ كَبِيرَنَا، وَيَرْحَمْ صَغِيرَنَا، وَيَعْرِفْ لِعَالِمِنَا

“Tidak termasuk golongan kami orang yang tidak memuliakan yang lebih tua dan menyayangi yang lebih muda serta yang tidak mengerti (hak) orang yang berilmu (agar diutamakan pandangannya).” (Riwayat Ahmad)

Manakala Ibnu al-Jamaah mengatakan (mafhumnya), “Seorang penuntut ilmu harus duduk dengan sopan di hadapan gurunya, tenang, tawadhu’, mata tertuju kepada guru, tidak menyelunjurkan kaki, tidak bersandar, tidak tertawa dengan keras, tidak duduk di tempat yang lebih tinggi dari gurunya  juga tidak membelakangi gurunya.”

Para sahabat Rasulullah Saw. didapati tidak pernah berlaku buruk pada Rasulullah Saw, tidak pernah memotong ucapan atau mengeraskan suara dihadapan Rasulullah Saw. Bahkan Umar bin Khattab yang terkenal keras tidak pernah mengeraskan suaranya didepan Rasulullah Saw.

Hadits yang dikeluarkan daripada Abi Said al-Khudry radhiallahu ‘anhu juga menjelaskan:

كُنَّا جُلُوسًا فِي الْمَسْجِدِ فَخَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَلَسَ إلَيْنَا وَلَكَأَنَّ عَلَى رُءُوسِنَا الطَّيْرَ، لَا يَتَكَلَّمُ أَحَدٌ مِنَّا

“Saat kami sedang duduk-duduk di masjid, maka keluarlah Rasulullah sallallahualaihi wasallam, kemudian beliau duduk di hadapan kami. Maka seakan-akan di atas kepala kami terdapat burung. Tidak ada satu pun daripada kami yang berbicara.”

Begitu pula seorang murid yang harus bersabar ketika menghadapi guru yang memiliki cara keras dalam mengajar. Hal ini sesuai nasihat Imam Syafi’i yang berbunyi:

اصبر على مر من الجفا معلم، فإن رسوب العلم في نفراته

“Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru, sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu kerana memusuhinya.”

Seorang guru tidak seharusnya memberikan teguran kepada murid hingga kontak fisik berupa perkelahian, nada berbicara yang tinggi, hal ini tentu tidak mencerminkan watak seorang guru yang baik. Begitu pula seorang murid harus mampu mengingatkan gurunya dengan lembut ketika sang guru didapati khilaf dalam suatu permasalahan. Membangun komunikasi antara guru dan murid merupakan peranan penting semua guru, tidak hanya tugas guru bimbingan (konseling) yang mampu mengerti psikologi seorang murid.


*Santri Madrasah Aliyah Salafiyyah Syafi’iyyah

Publisher: Muh Sutan