Menteri PPPA RI dan KPRK MUI beserta rombongan kunjungi Tebuireng dan mengisi workshop perlindungan terhadap anak di pesantren. (foto: diba)

Tebuireng.online– Dewan Pimpinan Majelis Ulama Indonesia (MUI) bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) RI, menyelenggarakan Workshop Perlindungan dan Pemenuhan Hak Anak di Pesantren Tebuireng.

Workshop yang berlangsung dengan tema “Menguatkan Karakter Pesantren Anti Kekerasan dan Ramah Anak” digelar di gedung Yusuf Hasyim Tebuireng pada Selasa (10/10) kemarin. Acara ini menghadirkan perwakilan Guru Bimbingan Konseling (BK) dan Pembina dari beberapa Unit di Tebuireng serta Madrasatul Qur’an (MQ) Tebuireng.

Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Jombang, Dr. Pudji Umbaran, menyampaikan bahwa untuk menuju Indonesia Emas 2045, Indonesia perlu menyiapkan beberapa hal dengan maksimal salah satunya adalah SDM.

“Apalah arti kekayaan, sumber daya alam kita, jika SDMnya tidak bisa diandalkan,” ujarnya di hadapan puluhan peserta workshop.

Dalam kesempatan itu, ia menjelaskan sebagaimana yang tertuang pada UUD 1945 pasal 28 B (2)  bahwa setiap anak berhak atas keberlangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan, dan juga diskriminasi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adapun strategi mengani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yakni dengan mengutamakan pencegahan, penanganan, dan pemberdayaan terintegrasi.

“Suatu saat hal demikian akan menjadi ancaman bagi kita, oleh karenanya pencegahan/mitigasi resiko menjadi domain penting,” ujarnya.

Penanganan merupakan hal yang masuk dalam kategori terlambat, karena telah terdapat korban dan pelaku yang terlibat.

Dari data statistik menunjukkan 257 juta penduduk di Indonesia 1/3nya merupakan anak-anak, yang mana kemungkinan kekerasan terhadap anak sangat rawan terjadi. Kekerasan sendiri seringkali diawali dengan komunikasi non verba. Membahas bullying, bullying sendiri tidak hanya hal pukul memukul, namun bahasa tubuh juga dapat dikategorikan dalam bullying.

Dari data kasus yang di tangani oleh UPTD PPA (Unit Pelaksana Teknis Daerah) sampai dengan bulan September 2023, dapat diambil kesimpulan:

Bahwa sebagian besar korban anak adalah perempuan, sebagian besar korban anak masih berusia sekolah, sebagian besar korban anak berhubungan dengan hak Pendidikan, beberapa kasus kekerasan pada anak terjadi di lingkungan sekolah, beberapa kasus kekerasan pada anak terjadi di pesantren dan beberapa Kasus perkelahian anak di sekolah dilaporkan ke APH

Di akhir sambutan, beliau juga menyampaikan harapannya bahwa keluarga di Indonesia adalah keluarga yang direncanakan, bukan karena paksaaan, atau hal lainnya. Selain itu beliau juga berharap pesantren dapat menjadi salah satu wahana untuk membina/membimbing memberikan pendidikan, menjadi ruang paling aman dan nyaman bagi anak-anak untuk membangun Kabupaten Jombang yang lebih baik.

Pewarta: Ilvi / wan