Tebuireng.online – Senin (11/05/2020) tepat 100 hari wafatnya KH. Salahuddin Wahid atau yang biasa disapa dengan Gus Sholah. Kepergian beliau menimbulkan luka yang cukup mendalam bagi siapapun yang pernah berhubungan secara langsung ataupun tidak langsung dengan beliau. Untuk memperingatinya, diadakanlah tahlil serta doa melalui live streaming youtube Pesantren Tebuireng yang dihadiri oleh segenap keluarga, kerabat, serta gubernur Jawa Timur. Dalam acara yang dimulai pukul 20.30 WIB ini, KH. Cholil Nafis Ph. D berkesempatan untuk memberikan mauidoh hasanah.

KH. Cholil Nafis menuturkan jika Gus Sholah ialah orang tua secara ideologis serta orang tua kedua baginya. Selain itu Gus Sholah juga merupakan sosok yang sangat dermawan. “Beliau tidak hanya nanya, tapi juga support dengan dananya sekalian,” ungkap KH. Cholil Nafis.

Keteladanan yang bisa dicontoh dari beliau ialah keikhlasannya. Di sisi lain, beliau ketika bicara tentang Islam akan menjadi titik tengah dari berbagai paham keagamaan di Indonesia dan di tengah egosektoral dari kelompok tertentu. Termasuk di antaranya ialah gagasan film dan juga pertemuan dengan kelompok-kelompok lain.

Dalam pidatonya KH. Cholil Nafis juga menceritakan tentang Sahabat Ansor yang bertanya kepada Nabi tentang manusia paling mulia di dunia.
“Ketika sahabat Ansor tanya ke Rasul, siapa yang paling cerdas ya Rasulullah, (Rasul menjawab) yg paling banyak ingat mati, bukan takut mati. Kita ini kadang paradoks, pengen masuk surga tapi takut mati. Kan gak mungkin kita masuk surga dulu baru mati,” ungkapnya.

Menurutnya lagi, minimal orang yang ingat mati ialah ia memiliki kontrol akan kehidupannya. Mau maksiat takut dimintai pertanggung jawaban oleh Allah. Ketika mau berambisi berlebihan pun tidak akan bertahan lama. Sebab selalu akan teringat kematian.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Jadi orang yg berlebihan dalam hal itu, baik maksiat, mencari harta, ataupun kekuasaan itu karena tak ingat tentang kematian,” imbuhnya.

Maka jika kita ingat mati maka kita akan memperjuangkannya tapi sebatas untuk maslahah sebatas kebaikan.
Keteladanan yang terakhir ialah Gus Sholah bukanlah kiai yang suka marah-marah ataupun berkehendak semaunya. Beliau pun tidak pernah menunjukkan raut muka tidak senang meskipun saat itu beliau tengah sakit dan belum benar-benar sembuh.


Pewarta: Devi