sumber gambar: republika

Oleh: Sayyidah Afifah*

Penyebaran Islam di Indonesia dipelopori oleh berbagai tokoh dari berbagai lapisan masyarakat. Namun, Referensi yang mengisahkan perjalanan mereka belum banyak diketahu, dan diantara penyebar Islam yang patut dibaca adalah Ario Abdillah, siapakah dia?

Dalam Buku Atlas Walisongo, karya KH. Agus Sunyoto memaparkan Ario Abdillah adalah Adipati Palembang pertama setelah kota itu jatuh dalam kekacauan akibat pemberontakan Parameswara dan kemudian dikuasai para bajak laut China dibawah pimpinan Liang Tau Ming, Cheng po-ko,Chen Tsui, dan Shi Cin Ching.[1]

Ario Abdillah merupakan putra Maharaja Majapahit Sri Kerjawijaya, Wijaya Parakramawardhana (Brawijaya V) yang berkuasa pada 1447-1451 M. Dalam sumber lain diceritakan bahwa Arya Damar merupakan Putra Prabu Wikramawardhana /sang Hyang Wisesa raja ke 5 Majapahit.

Ibunya bernama Endang sasmitapura,selir Raja dari Tiong Hoa. sewaktu mengandung Ario Abdillah, ia sempat terusir dari keraton sehingga putranya itu lahir di hutan Wanasalam di selatan Ibukota Majapahit. Dan diberi nama Ki Dillah, yang kemudian dididik oleh Ki Kumbarawa, uwaknya sendiri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tokoh ini dikisahkan memiliki peran penting dalam merebut Bali. Juga digambarkan sebagai pahlawan tak terkalahkan krtika menumpas pemberontakan di Pasunggiri. Bahkan Sewaktu Bhre Dara, putra Bhre Wirabumi memberontak pada pemerintahan Rani Suhita, Arya bertugas dengan baik.

Ia disebut sebagai leluhur raja-raja dan penguasa Palembang,Jawa dan Madura. Sampai menjadi Adipati Palembang, Arya Damar masih menganut agama Syiwa-Budha. Ia masuk islam setelah kedatangan Sunan Ampel dari Champa menuju ke Jawa dan singgah ke Palembang.

Menurut historiografi lokal Kedatangan Arya Damar ke Palembang disebut-sebut berhubungan dengan kedatangan armada dari Jawa Pimpinan Kholik Hamirullah[2] di sekampung danau pedamaran. Ia kemudian diambil menantu Rio Minak Usang Sekampung (Syarif Husin Hidayatullah)[3] yang berhasil  mengajak masyarakat untuk masuk islam karena ia sebelumnya dididik dalam ajaran syiwa-budha aliran Vhairawa-tantra sehingga sangat memajami jiwa dan sudut pandang masyarakat budha, yang akhirnya mereka dengan suka rela masuk ke dalam islam. Keberhasilan dakwahnya ini berlangsung pada masa pemerintahan Ratu Subuhung Ning Sakti, yang tersebar hingga Jambi,Bengkulu, dan Riau Daratan.

Keberhasilan dakwah ini terlihat juga dari putranya yakni Raden Patah[4] dan Raden Kusen yang diasuh secara islam yang kemudian pergi ke tanah jawa dan berguru kepada Sunan Ampel dan berdakwah pada era Walisongo. Sementara putra Arya damar dari Nyai Sahilan (putri Menak Usang Sekampung) yang diberi nama Raden sahun (Sunan Pandanarang) yang menjadi Adipati Semarang yang terkenal pula dengan Sunan Tembayat.

Adapun kerajaan Palembang yang didirikan oleh Ki Gede Ing Suro merupakan lanjutan dari kerjaan Demak yang telah dihancurkan oleh Pajang. Dimana pada saat itu sekitar 24 Keturunan Raden Patah dari pangeran Trenggono berpindah ke Palembang bersama KI Gede Ing Suro.[5]

Diantara orang yang pernah berguru kepada beliau adalah Syekh Siti Jenar, dialog antara keduanya ditulis dalam suluk abdul jalil karya Agus Sunyoto.[6].

Makamnya terletak di kebun Sahang KM $ dekat makam pahlawan Palembang.

Begitulah Ario Abdillah dengan beberapa versi referensi, yang kesemua menemukan titik temu bahwa beliau adalah keturunan Raja Majapahit yang menyebarkan islam di Palembang, yang hingga kini makamnya masih diziarahi berbagai kalangan.

*Mahasantri Mahad Aly Hasyim Asy’ari.

[1] Agus Sunyot, Atlas Walisongo

[2] Nama Lain Arya Damar

[3] Dai dari Arab

[4] Putra tiri dari selir Raja majapahit yang dihadiahkan kepada Arya Damar saat masih hamil.

[5] Reza Pahlawan, Pola Pemakaman Ki Gede Ing suro Di Kelurahan I Ilir Palembang Tahun 1500-1800 dalam kajian Sejarah