Sejumlah tokoh pembaharu Islam di Indonesia, kH. Ahmad Dahlan, KH. Ahmad Hasan, dan Syekh Ahmad Surkati.

Akhir-akhir ini sering kali akrab di telinga kita beberapa istilah seperti pembaharuan, tajdid, maupun ishlah. Di sisi lain yang bersamaan pula kita hampir dibuat bingun terhadap istilah-istilah tersebut. Selain kata-kata tersebut cukup tidak familiar, kita juga tidak mengetahui makna dan maskud dari kata-kata tersebut. Terlebih bila hal tersebut dikaitkan terhadap istilah, “pembaharuan agama”, keislamaan, dan terlebih pemikiran.

Berangkat terhadap keresahan tersebut, pada tulisan ini akan dijelaskan mengenai pengertian dari tajdid atau pembahuran. Selain itu, akan dijelaskan juga tokoh-tokoh pembaharuan Islam yang berangkat dari ulama Indonesia.

Pengertian Tajdid

Ungkapan tajdid sebenarnya berangkat dari bahasa Arab yang memiliki arti sebuah “pembaharuan”. Istilah tersebut biasa digunakan oleh organisasi-organisasi Islam yang mengusung konsep modern. Tajdid juga memiliki dua arti. Dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan sunnah Nabi saw.

Pemahaman terhadap pemurniaan ibadah memiliki sebuah arti menggali tuntunannya sedemikian rupa untuk kembali menemukan bentuk yang paling sesuai atau paling mendekati sunnah Nabi Muhammad Saw.baik yang berkaitan dengan pemurnian akidah, pemurnian akidah di sini adalah melakukan pengkajian guna membebaskan akidah dari hal-hal khufarat dan tahayul.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Di sisi lain, selain pemurnian, pemaknaan tajdid kedua ialah permurnian terhadap bidang muamalat duniawiah, yang mana tajdid di sini berarti sikap yang dinamis terhadap kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif dan inovatif sesuai dengan tuntutan zaman. Bahkan pada aspek ini terdapat beberapa norma di masa lalu dapat berubah bila ada keperluan dan tuntutan untuk berubah dan memenuhi pada syarat-syarat perubahan hukum syara’.

Indonesia sendiri memiliki beberapa tokoh pemabaruan dalam Islam. Keempat tokoh tersebu memiliki sepak terjang masing-masing dalam memberikan gagasan terhadap konsep pembaruan Islam di Indonesia, keempat tokoh tersebut ialah;

KH. Ahmad Dahlan & Muhammadiyah

Pertama, KH. Ahmad Dahlan. Beliau adalah sosok ulama yang dikenal dengan pemabaharuan Islam sekaligus pendiri dari organisasi yang besar di Indonesia, bernama Muhammadiyah. Bisa dikatakan bahwasanya perjuangan dari pemikiran besar tentang pembaharuan Islam yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan melalui organisasi Muhammadiyah.

Muhammadiyah sendiri adalah salah satu organisasi terpenting Indonesia yang didirikan pada tanggal 18 November 1928 di Kauman Yogyakarta. Tujuan terbentuknya Muhammadiyah sendiri ialah, “menyebarkan pengajaran Nabi Muhammad Saw kepada bumi putra, memajukan agama Islam. Selain organisasi Muhammadiyah juga bergerakan pada bidang kemasyrakatan, kesehatan dan pendidikan.

Mengutip dari Robert W Hefner, seorang Indonesianis asal Amerika Serikat, menyebut KH. Ahmad Dahlan sebagai sosok pembaharuan Islam yang luar biasa di Indonesia, bahkan menurutnya pengaruh dari sosok KH. Ahmad Dahlan melampui batas puncak pemikiran Syaikh Muhammad Abduh, yang menjadi tokoh penting pembaharuan dari Mesir.

Melalui organisasi Muhammadiyahlah, KH. Ahmad Dahlan mencurahkan ide, gagasan dan pemikirannya, bahwa dalam agama Islam, seseorang tidak diperkenankan untuk taklid buta terhadap satu madzhab saja. KH. Ahmad Dahlan berusaha menghilangkan perihal-perihal mitos atau takhayul yang terjadi bagi pengangut agama Islam kala itu

KH. Ahmad Hasan, Sang Rujukan Keilmuan Islam

Namanya memang tidak cukup familiar bagi masyarakat Islam di Indonesia, tetapi siapa sangka tokoh satu ini memiliki peranan penting dalam menyukseskan kemerdekaan bangsa Indonesia. Meskipun sering kali tokoh satu ini seringkali berpolemik dengan Presiden Sukarno. Di sisi lainnya, tokoh satu ini sering kali melakukan surat-menyurat dengan Presiden Sukarno, yang mana hal tersebut terabadikan dalam buku Di Bawah Bendera Revolusi. Tak heran hingga akhir hayatnya Presiden Sukarno sangat menghargainya sebagai pemikir Islam.

Ia memiliki nama kecil Hassan bin Ahmad, dilahirkan pada tahun 1887 di Singapura dari keluarga campuran antara Indonesia dan India. Semasa remaja banyak hal yang ia lakoni, baik sebagai pekerja; dari buruh hingga penulis, baik di Singapura atau di Indonesia. Saat di Indonesia ia tinggal di rumah Haji Muhammad Junus, salah seorang pendiri Persatuan Islam (Persis), di Bandung.

Takala pabrik tekstilnya tutup, KH. Ahmad Hassan memutuskan untuk mengabadikan dirinya di bidang agama melalui organisasi Persis bersama Mohammad Nasir. Kedua tokoh tersebut bersama-sama membesarkan Persis serta menerbikan majalah Pembela Islam dan Al-Lisan. Di sisi lain ia juga mendirikan beberapa pesantren persis, yang mana tujuannya untuk membentuk kader-kader Islam yang progresif.

Persis sendiri adalah sebuah organisasi keislaman yang didirikan oleh dua tokoh, yakni Haji Zamzam dan Haji Muhammad Yunus pada tanggal 12 September di Bandung. Kedua tokoh pendiri Persis sendiri adalah seorang pedangang yang terkenal pada masanya.

Mengutip dari Howard M. Federspiel dalam bukunya yang berjudul, “Persatuan Islam: Pembaharuan Islam Indonesia Abad XX” mengambarkan bahwasanya organisasi Persis adalah organisasi biasa, kecil, tak kukuh serta tak memiliki pengaruh yang besar dalam percaturan politik kala itu. Namun, Persis berusaha keras memperbarui umat Islam saat itu untuk memberatas pemikiran yang penuh bid’ah, tahayul dan khurafat.

KH. Ahmad Hassan adalah sosok ulama yang dikenal sebagai pemabaharu. Pemikiran-pemikirannya sangatlah tajam dan kritis terutama dalam memahami nash (teks) al-Quran maupun hadis. Kepakarannya dalam bidang hadis, tafsir, fiqih, ushul fiqh, ilmu kalam, dan mantiq menjadikannya sebagai rujukan para penanya dan pemerhati kajian Islam di Indonesia. Selain itu KH. Ahmad Hassan adalah sosok ulama yang produktif menulis.

Syaikh Ahmad Surkati Mempercepat Kemerdakaan

Syaikh Ahmad Surkati adalah tokoh pendiri dari organisasi Al-Irsyad. Ia dilahirkan di pulau Arqu, daerah Dunggulah, Sudan pada 1875. Ia juga sempat mengenyam pendidikan di al-Azhar Mesit dan Mekkah, kemudian pada Maret 1911 ia datang ke pulau Jawa. Kedatangannya ke Jawa atas permintaan dari Jami’at Khair, sebuah organisasi yang didirikan oleh warga keturunan Arab di Jakarta. Di organisasi ini ia diminta untuk mengajar, tetapi ia menemukan ketidakcocokan pada organisasi tersebut dan memutuskan untuk keluar dan mendirikan madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyah pada 6 Septmber 1914. Tanggal pendirian madrasah tersebut di kemudian hari dijadikan sebagai tanggal bedirinya Perhimpunan Al-Irsyad. Tujuan utama organisasi ini ialah untuk memurnikan Islam, juga bergerak dalam bidang pendidikan dan kemasyarakatan.

G.F. Pijper sejarawan berkebangsaan Belanda, menuliskan dalam bukunya yang berjudul Beberapa Studi tentang Sejarah Islam di Indonesia 1900-1950, mencatat hanya organisasi Al-Irsyad adalah yang benar-benar gerakan pembaharuan yang memiliki kesamaan dengan gerakan reformasi di Mesir sebagaimana dilakukan Muhammad Abduh dan Rashid Ridha. Dengan demikian, Surkati juga seorang pembaharuan Islam di Indonesia. Bahkan Presiden Sukarno mengatakan Syaikh Surkati sebagai ikut mempercepat lahirnya kemerdekaan Indonesia.


*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari