Oleh: Fawaid Abdullah*
Apa Zuhud itu? Saya lebih pas memaknai Zuhud itu adalah tidak kemaruk dunia, mengambil dunia atau materi itu seperlunya saja, secukupnyanya di bawah standar kelaziman atau keumuman.
Contoh sederhananya itu begini, kalau ada orang (misalnya) ia bisa belanja sehari itu 10 ribu rupiah, lalu ia tidak melakukannya dengan mengeluarkan uang 10 ribu rupiah, tapi ia putuskan hanya dengan 5 ribu rupiah ia anggap cukup. Menurut saya, itu sudah masuk melakukan sifat Zuhud.
Contoh lain misalnya, seseorang itu bisa membeli mobil seharga 500 juta, tapi ia lebih memilih membeli mobil yang harganya 100 juta. Sikap atau keputusan itu sudah menurut saya itu sudah bersikap Zuhud.
Sikap Zuhud itu sejatinya adalah lebih senang meninggalkan kesenangan atau enaknya materi dunia, lalu ia lebih berusaha mencari kenikmatan atau kelezatan Akhiratnya. Dalam situasi dan kondisi apapun. Baik dalam posisi sedang bergelimang harta ataupun dalam posisi kekurangan harta. Akhirat oriented adalah tujuan akhir dari perjalanan hidupnya.
Ibrahim bin Adham RA adalah salah satu contoh seorang yang Zahid, atau salah satu orang yang Zuhud. Zaman dulu kala, ada seorang Raja yang awalnya itu memimpin sebuah kerajaan. Ia rela meninggalkan kekuasaan dari kerajaan nya demi bersungguh-sungguh ibadah. Ia larut berasyik masyuk dengan ibadahnya.
Dalam Kitab Al Risalah Al Qusyairiyyah, diceritakan ada seorang bernama Abu Ishaq Ibrahim ibn Mansur, dia ini walaupun seorang anak Raja. Darah biru. Putra kerajaan. Ia tidak semena-mena. Ia lebih mandiri. Bekerja dan makan dari hasil olah tangannya sendiri. Tidak ketergantungan kepada orang lain. Kendaraan kudanya walaupun ia seorang putra bangsawan kerajaan, lebih sederhana dari kebanyakan orang umum. Kebunnya ia panen sendiri, ia rawat, dan ia jaga sendiri. Inilah sifat dan prilaku Zuhud. Dikala ia mampu dan bisa memerintahkan dengan status kekuasaannya, untuk bisa berbuat apa saja, tapi ia tidak lakukan itu.
Jadi Zuhud itu, Ayyu Syai-in Ahbabta Tarku Raahati Al Dun-ya Thalaban Li Raahati Al Akhirati; dalam segala situasi dan kondisi atau dalam hal apapun, seseorang itu lebih senang “enjoy” meninggalkan kesenangan, kelezatan, kenikmatan dunia. Lalu ia terus berusaha mencari kelezatan, kenikmatan, dan lezatnya Akhirat. Itulah sikap Zuhud Sejati.
Wallahu A’lam
Disarikan dari kandungan isi Kitab Nashoihul ‘Ibad.
*Khadim Pesantren AL-AULA Kombangan Bangkalan Madura.