Mahasiswa dan mahasantri dalam komunitas menulis Sanggar Kapoedang Tebuireng. (foto: rara)

Oleh: Moch Vicky Shahrul Hermawan*

“Orang boleh pandai setinggi langit. Tapi, selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah.” (Pramodya Ananta Toer)

Salah satu ungkapan Bung “Pram” di atas kiranya bisa menggugah kesadaran kita untuk menggiatkan lagi kegiatan membaca dan menulis yang selama ini mungkin sempat redup. Bagaimana pendapat pembaca? Pertanyaannya, kenapa harus menulis?

Ada banyak sekali jawaban yang bisa penulis tawarkan untuk pertanyaan tersebut. Salah satu jawaban yang relevan adalah untuk menambah daya ingat kita dalam mempelajari ilmu pengetahuan. Terlebih, kian hari, memori yang kita miliki kian melemah. Salah satu solusi solutif yang bisa kita lakukan adalah dengan menulis.

Tentunya, masih ada alasan lain kenapa kita harus menulis. Untuk itu, mari pembaca simak lebih lanjut catatan kali ini. Coba pembaca datang ke perpustakaan. Lihatlah sekitar. Ada banyak buku dan kitab bacaan yang tertata rapi di sana. Coba pembaca bayangkan! Ketika tidak ada manusia-manusia yang “sadar” bahwa menulis itu penting, jelas hari ini kita tidak akan bisa menikmati hasil kerja ilmiah yang dilakukan oleh ilmuwan dan ulama zaman dahulu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Contoh sederhana. Imam Syafi’i mendirikan mazhab Syafi’iyah yang kini mungkin banyak diminati oleh mayoritas muslim sedunia. Coba bayangkan! Ketika santri-santri Imam Syafi’i tidak inovatif dan sadar untuk menulis ragam pendapat dan ajaran yang diutarakan beliau, jelas sulit bagi kita untuk mengaplikasikan ajaran mazhab Syafi’iyah hari ini.

Hari ini, mungkin saja kita tidak akan mengenal misalnya kitab bertajuk al-Umm, Nihayah Matlab hingga Taqrib. Namun, sekali lagi, karena ada “manusia-manusia” yang menyadari bahwa kegiatan menulis itu begitu penting, mereka secara serentak dan iklas menulis semua hal yang kiranya dibutuhkan untuk masa selanjutnya.

Poin positifnya apa? Tentunya kita bisa membaca hasil oleh pikir mereka, sehingga hari ini, kita bisa menerapkan nilai-nilai ajaran yang sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad. Tanpa mereka, jelas sulit bagi kita untuk menerapkan ajaran Islam yang benar-benar otentik.

Kalau kata Imam Ghazali, kegiatan menulis itu malah menjadi motivasi tersendiri bagi pelajar zaman dahulu, khususnya beliau sendiri. Beliau mengatakan, “Bila engkau bukan putra raja atau putra ulama besar, maka menulislah!”

Memang, kalau kita lihat catatan sejarah, imam Ghazali sendiri bukanlah anak raja. Beliau juga bukan anak bangsawan atau ulama ternama. Namun, dengan kesadaran penuh, beliau secara aktif menulis semua kajian yang beliau pelajari.

Imbas positifnya apa? Sekarang, kita mengenal nama besar imam Ghazali di mata masyarakat muslim. Bahkan, beliau adalah panutan utama golongan Ahlu as-Sunnah wa al-Jamaah, dalam kajian tasawuf atau akhlak. Karangan beliau begitu banyak, salah satunya adalah kitab bertajuk, “Ihya Uiumuddin,” kitab yang hingga hari ini masih sering dibaca oleh pegiat kajian tasawuf dan fikih.

Nah, dari sini tampaklah alasan kenapa kegiatan menulis haruslah kembali digiatkan. Benar tidak? Terlebih, kita sekarang hidup di zaman modern. Zaman di mana semuanya harus tampak beda dari dahulu. Zaman di mana harus diadakan semacam pola pikir inovatif, dalam menerapkan ajaran-ajaran agama Islam yang katanya relevan bagi setiap zaman dan tempat.

Kalau dahulu, seringkali para ulama atau kiai menyampaikan kajian-kajian agama lewat ceramah, pengajian atau metode-metode lisan lainnya. Namun, untuk sekarang, kiranya metode penyampaian tersebut perlu dikembangkan. Salah satunya adalah dengan menulis.

Terlebih, bagi pelajar yang kiranya membutuhkan “penghasilan tambahan,” menulis juga bisa dijadikan alat untuk merealisasikan keinginan tersebut.

Coba pembaca membaca sejarah kepenulisan di Indonesia. Pembaca akan menemukan sosok semisal Habiburahman al-Shairazy, salah satu penulis novel Islami terkenal, yang jelas menghasilkan banyak uang dari penjualan buku karangan beliau. Ada lagi misalnya, Andrea Hirata, sosok novelis juga yang banyak mengarang buku. Dan masih banyak lagi contoh konkret dari penghasilan uang melalui kegiatan menulis.

Kesimpulannya, kembali kepada pertanyaan awal. Kenapa harus menulis? Maka jawaban sederhananya adalah, akan ada manfaat besar yang akan kita peroleh dengan kita menulis. Lebih jelasnya, bisa dibaca lagi penjelasan sederhana di atas tadi.

Sekian! Selamat menulis! Semoga bahagia!

____________________________________

*Mahasantri Mahad Aly An-Nur II Al-Murtadlo Malang.