Sebuah ilustrasi perjalanan pejuang islam. (sumber: detikcom)

Belakangan ini kajian mengenai keislaman yang biasa disebut dengan ‘Studi Islam’ terus marak didiskusikan. Islam tidak hanya dipandang sebagai sebuah agama saja yang berorientasi seputar wahyu ketuhanan, tapi Islam dikaji dari berbagai aspek kehidupan, sebagaimana politik, sejarah, hingga kebudayaan.

Sehingga Islam bukan hanya dapat dilihat sebagai realitas agama, melainkan ia juga sebagai realitas sejarah, budaya serta peradaban, sebab Islam sebagai agama telah bergumul dalam rentang sejarah yang sangat panjang. Sebagai agama, Islam diturunkan bukan dalam ruang yang kosong, tetapi dalam masyarakat yang berbudaya, memiliki tradisi, harapan- harapan, paradigma pemikiran, budaya, konstruksi sosial dan sejarahnya sendiri.

Agama adalah kebenaran absolut dan permanen, sementara kebenaran dalam budaya bersifat relatif (nisbi), hipotetis (iftiradi), dan dinamik (yü ‘allaq bi al-quwwa). Mengingat agama adalah sesuatu yang absolut maka kebenaran agama diterima dengan kepercayaan (al-yaqin), ketulusan (al- ikhlas) dan kepasrahan (al-islam), sementara kebenaran dalam budaya diterima dengan pemahaman logika, kepatuhan, emosi dan senantiasa dalam dinamika perubahan.

Baca Juga: 9 Masjid Saksi Sejarah Perkembangan Islam Masa Rasulullah SAW

Mengutip dari Nurhasanah Bakhtiar Marwan dalam bukunya ‘Metedologi Studi Islam’ bahwa agama sebagai obyek studi minimal dapat dilihat dari segi sisi:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online
  1. Sebagai doktrin dari Tuhan yang sebenarnya bagi para pemeluknya sudah final dalam artian absolute, dan diterima apa adanya.
  2. Sebagai gejala budaya, yang berarti seluruh yang menjadi kreasi manusia dalam kaitannya dengan agama, termasuk pada pemahaman orang terhadap doktrin agamanya.
  3. Sebagai interaksi sosial, yaitu realitas umat Islam.

Bila Islam telah dilihat dari tiga sisi tersebut, maka ruang lingkup dalam kajian studi Islam dapat dibatasi pada tiga sisi tersebut. Oleh karena sisi doktrin merupakan suatu keyakinan atas kebenaran teks wahyu, maka hal ini tidak memerlukan penelitian di dalamnya.

Sejarah Studi Islam sendiri sebagai sebuah disiplin, sebenarnya sudah dimulai sejak zaman dahulu. Studi ini memiliki akar yang kokoh di kalangan sarjana muslim dalam tradisi keilmuan tradisional. Mereka telah mengupayakan interpretasi mengenai Islam dan hal ini terus berlanjut hingga saat ini.Pada perjalanan panjangnya Studi Islam bergumul dengan waktu yang cukup panjang dan sejarah adat budaya yang senantiasa berubah-rubah, Studi Islam saat ini tidak hanya dianggap sebagai sebuah dirkusus pembahasan yang ramai dibincangkan di dunia Timur Tengah saja, atau negara-negara Islam yang ada di dunia. Tetapi saat ini Studi Islam mengalami kajian-kajian yang sangat mendalam bagi kalangan ilmuwan dunia Barat atau yang biasa disebut dengan kaum orientalis.

Baca Juga: Sejarah Islam Menyelamatkan Indonesia?

Terdapat perbedaan yang cukup mendasar bagiamana para pengkaji Studi Islam di kawasan Timur Tengah dan negara-negara Islam dengan para ilmuwan yang berasal dari dunia Barat. Salah satunya adalah dalam aspek kajian tentang keilmuan, bila para pengkajian dari Timur Tengah mengkaji Studi Islam melalui teks-teks yang sudah ada dala karya-karya ilmuwan (ulama terdahulu), hal itu berbalik berbeda dengan para ilmuwan Barat (Orientalis) yang mengkaji Studi Islam justru melihat sebagai sebuah realitas sosial.

Sejarah Studi Islam dari Masa ke Masa

  1. Studi Islam Pada Era Klasik

Studi Islam merupkan sebuah proses panjang dala sejarah. Studi ini berjalan baik dari sisi umat islam maupun dari luar islam. Pendidikan Islam pada zaman awal dilakukan justru di masjid-masjid. Pusat-pusat studi Islam klasik ini adalah daerah Mekkah dan Madinah, Basrah dan Kufah, Damaskus dan Pelestina, dan Fistat (Mesir). Madrasah Mekkah dipelopori oleh Mu’adz bin Jabal; Madrasah Madinah kala itu dipelopori oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Anas bin Malik; Madrasah Kufah dipelopori oleh Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Mas’ud’ Madrasah Damaskus dipelopori oleh Ubadah dan Abu Darda, sedangkan Madrasah Fistat dipelopori oleh Abdullah bin Amr bin ‘Ash.

  1. Studi Islam Pada Kejayaan Islam

Pada zaman kejayaan Islam, Studi Islam dipusatkan di Ibu kota Negara, yaitu Baghdad. Yang kala itu berpusat di Istana Dinasti Bani Abbas pada zaman Khalifah al-Makmum, yakni putra dari Khalifah Harun al-Rasyid, yang mendirikan Bait al-Hikmah dan juga dijadikan untuk pusat pengemebangan ilmu pengetahuan dengan wajah ganda; sebagai perpustakaan serta sebagai lembaga pendidikan sekolah dan penerjemahan karya-karya Yunani Kuno ke dalam bahasa Arab untuk melakukan akselerasi pengembangan ilmu pengetahuan.

  1. Studi Islam Pada Era Modern

Studi Islam saat ini berkembang hampir di seluruh negara-negara di dunia, baik di Dunia Islam maupun bukan negara Islam sendiri. Di Dunia Islam terdapat pusat-pusat studi Islam, seperti Universitas Al-Azhar di Mesir dan Universitas Ummul Quro di Arab Saudi. Atau seperti di Indonesia Studi Islam dilakanakan di 14 Institut Agama Islam Negeri (IAIN) dan 39 Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) dan ada juga perguruan tinggi swasta yang secara khusus menyelenggarakan Pendidikan Tinggi Islam.

Baca Juga: Aya Sofya, Tanda Kegemilangan Sejarah Islam

  1. Studi Islam di Negara-negara Non-Islam

Pada kajian studi Islam di negara-negara non Islam diselenggarakan di berbagai enagara, antara lain di India, Chicago, Los Angeles, London dan Kanada. Di Amerika studi Islam dikembangkan membahas sejarah studi Isla, bahasa-bahasa Islam selain bahasa Arab, sastra dan ilmu-ilmu soial. Studi Islam di Amerikan berada di bawah pusat Studi Timur Tengah dan Timur Dekat.



Penulis: Dimas Setyawan