Buku Pustaka Tebuireng
  • Judul: Menjaga Martabat Islam
  • Penulis: Kiai Tebuireng (Tulisan Pidato dan Artikel)
  • Halaman: xix+201
  • Penerbit: Pustaka Tebuireng
  • Peresensi: Dimas Setyawan*

Di lansir dari global religiuos futures jumlah penduduk negara Indonesia yang beragama Islam mencapai 209,12 juta jiwa atau setara dengan 87,17% dari jumlah penduduk yang mencapai 239,89 juta jiwa.

Dengan penduduk muslim terbesar di dunia sudah sepantasnya bangsa Indonesia bangga atas prestasi tersebut. Organisasi berbasis Islam di Indonesia jumlahnya pun beragam dan sungguh banyak. Setiap tahunnya negara Indonesia memberangkatkan Jama’ah haji terbanyak di dunia ketimbang dari negara lainnya. Bila bulan Ramadan tiba, seketika itu pula radio, media internet, media cetak, dan juga televisi dibanjiri dengan beragam ribu tema yang membahas seputar keagamaan.

Sikap religius dalam beragama negara Indonesia sangatlah unik. Meskipun negara yang jauh dari peradabaan lahirnya Islam, tetapi hari ini negara Indonesia dapat menduduki peringkat nomor wahid jumlah populasi muslim terbanyak di dunia setelah mengalahkan Malaysia di peringkat kedua. Pemandangan religius tersebut telah menjadi bagian budaya Indonesia. Cobalah tengok latunan shalawat, yang mana pada mulanya hanya dapat terdengar dari corong masjid satu ke masjid lainnya. Tapi, hari ini latunan shalawat tidak hanya dapat dinikmati di masjid maupun musala. Lantunan shalawat dapat kita temui di berbagai acara, seperti pernikahan, serasehan, diskusi umum, dan seminar nasional.

Contoh nuansa Islam lainnya dan yang telah mengakar kuat adalah “Mudik Lebaran”. Kegiatan mudik lebaran adalah suatu rangka silaturahmi. Moment lebaran adalah moment yang sangat dinantikan dan moment paling pas untuk kumpul bersama. Setalah Ramadan berkahir, nuansa religius Islam di Indonesia belumlah berakhir. Setelah menempuh 1 bulan penuh lamanya berpuasa, bangsa Indonesia memiliki cara tersendiri untuk mengungkap kegembiraannya. Maka acara kumpul bersama keluarga, teman, sanak saudara pun diadakan, yang mana hal acara tersebut disebut dengan “Halal bi Halal”. Acara tersebut semata-semata untuk diproyeksikan sebagai ajang silaturahmi pula.

Keindahan dan nuansa religius di Indonesia sungguh luar biasa hebatnya. Suatu bangsa yang cukup sangat religius sudah semestinya mendapatkan semacam anugerah besar dari Tuhan atas apa yang telah dilakukannyan. Dan itu biasa kita sebut dengan imbalan atas kebaikan yang telah dilakukan. Kenikmatan-kenikmatan seperti kesuburan tanahnya, makmur negerinya, bijak para penjabatnya, sungguh hal tersebut seharusnya benar-benar ada. Di negari Indonesia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Tetapi dampak dari kesalehan religius tersebut belumlah dapat dirasakan oleh negara Indonesia. Justru hal tersebut malah berbanding jauh dari dampak amal saleh yang dikerjakan. Angka kemiskinan bagsa Indonesia sungguh masih berada ditingkat memperihatinkan. Kasus korupsi di Indonesia juga masih bertengger di papan atas. Dan Kejahatan-kejahatan lainnya  masih sering ditemukan.

Dari uraian di atas kita sudah sepatutnya bertanya-tanya. Mengapa negeri dengan beraneka ragam  agama tapi masih banyak kasus yang secara nyata merugikan bangsa. Mari kita telaah terlebih dahulu mengenai makna ibadah.

Ibadah adalah suatu bentuk ketaatkan seorang hamba kepada Tuhannya. Ibadah pun terbagi menjadi dua. Ada ibadah hablumminallah, yakni ibadah seorang hamba kepada Tuhannya yang berbentuk pekerjaan seperti shalat, puasa, haji, zakat, dan lain sebagainya. Kebanyakan ibadah ini terhenti secara pribadi di diri sendiri. Ketika seorang telah merasakan nikmat beribadah seperti mendapat ketenangan hati, mereka akan berhenti sampai di sana saja. Merasa berpuas diri. Tanpa memikirkan dampak lainnya.

Berbeda dengan ibadah yang pertama. Ibadah kedua yakni ibadah hablumminannas. Sebuah ibadah dari ibadah minallah. Ibadah ini adalah hasil implementasi dari ibadah hablumminallah. Tapi masih sedikit orang yang benar-benar menjalankan dan ibadah hablumminanas. Salah satu contoh ini ialah pada penerapan surat Al-Maun. Mungkin sebagian orang hafal akan surat ini, tapi berapa orang yang benar-benar memahami isi kandungan surat tersebut.

Tahukah kamu orang yang mendustakan Agama? Maka itulah orang yang menghardik anak yatim, dan tidak memberi makan terhadap anak miskin. Maka celakah orang yang shalat, yaitu yang lalai terhadal shalatnya, yang berniat riya dan enggan menberi bantuan.

Padahal Allah menyampaikan ajaranNya melalui ayat-ayat yang tertulis didalam Al-Quran, dan ayat-ayat kauniyahnya yang terbentang luas di depan mata. Sayangnya, kebanyakan kita kurang memperhatikan ayat-ayat tersebut. Ayat-ayat Al-Quran sering kali kita baca (tadarus) tetapi tidak sering kita renungkan secara serius makna yang terkandung di dalamnya. Ayat-ayat kauniyah juga sering kita abaikan dan tidak kita ambil pelajarannya (hal.142).

Semoga kita selalu selamat, diberikan keselamatan di dunia maupun keselamatan di akhirat. Allahuma Aamiin.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.