sumber ilustrasi: www.google.com

Oleh: Qona’atun Putri Rahayu

Namanya Ayu, seorang gadis yang lesuh, kusut, tidak cantik, pekerjaannya hanya seorang penulis amatiran. Jauh dari kepedulian orang tua. Bahkan, ia tidak tahu keberadaan orang tuanya masih hidup atau sudah tiada. Dalam benaknya hanyalah bagaimana cara bisa bertahan hidup di dunia yang terlalu mengancam keadaan. Ejekan, bullyan sudah sering dia terima semenjak di Sekolah Menengah Atas (SMA) dulu, lebih tepatnya empat tahun yang lalu.

Beberapa minggu yang lalu dia menelponku dan mengajakku untuk bertemu. Saat itu aku memang masih memiliki waktu yang longgar atau tidak ada kerjaan, akhirnya kuterima tawarannya untuk bertemu dengannya walaupun sedikit enggan dalam hatiku. Handphoneku berdering, “Kring… kring…lala.. kring… kring…lala..” lalu segera kuraih dalam saku kecilku. Pertama-tama kulihat handphoneku karena aku ingin tahu siapa yang menelpon di siang bolong ini.

“Huh … Ayu? ada apa dia menelponku,” gumamku.

“Hay … Gilang,” Ayu menyapa.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Eh, Ayu … Iya ada apa?” aku sapa balik

“Gimana kabarnya Lang … lama ya kita tidak bertemu, besok ketemu yuk …!”

Seketika aku terdiam, dalam hati kecilku berkata, “Ih … males banget ketemu Ayu, dia kan kusut, jelek, kotor lagi,”

“Halo !” panggil Ayu berulang kali.

“Eh, iya halo … iya boleh Yu, temui aku di taman dekat SMA dulu,” secara spontan aku menerima tawarannya karena aku merasa tidak enak sama dia.

“Baik …”

Keesokannya…

Meraih sepeda tuanya, dan mengelapnya biar terlihat lebih pantas sedikit. Dan mencoba memompanya karena kekurangan angin ban depannya. Dia bergegas dengan semangat ingin segera bertemu karena sudah lama tidak bertemu.

Dia datang, “Eh Gilang … gimana kabarmu,” sahutnya sambil menyodorkan tangannya.

Seketika itu aku malas sekali untuk menyalaminya, karena tanganya kotor, dan wajahnya sangat dekil.

“Iya Yu … Sehat,” sahutku singkat.

“Gilang, kamu sekarang kerja apa?”

“Aku jadi guru di SMP dekat sini,”

“Wah, hebat ya…”

“Hmm … iya,”

Tiba-tiba beberapa jam kemudian datanglah sepeda motor hitam cantik, dan dia mengenal gadis dekil ini.

“Hey …  Carla!”

“Hay Gilang, Hay Ayu!”

Dia mulai mendekat dan mencoba mengusir Ayu yang duduk disebelahku, dan akhirnya si Carla duduk diantara aku dengan Ayu.

“Eh Ayu tumben banget kamu di sini, mau ngapain?”

“Engga…. engga ngapa-ngapain,”

“Kamu tidak pantas duduk di sini! Minggir sana …!” Carla membully Ayu.

“Udah udah Stop! Jangan ribut di sini,” aku tidak tega melihat Ayu dikucilkan.

“Yaudah aku pamit pergi dulu ya Gilang,” sembari menyodorkan tangannya ingin bersalaman sebelum pamit pulang.

“Udah-udah pulang aja sana tidak usah salam-salaman segala,” ungkap Carla.

Dia mulai beranjak pergi

“Udahlah, kasian dia jangan dibully lagi,”

“Gilang … kamu tahu sendiri, dari zaman sekolah memang dia itu dekil, kotor, ngapain juga berteman dengannya,”

“Tapi bagaimanapun dia adalah teman kita, teman SMA dulu.”

***

Hari mulai berganti hari, Ayu melanjutkan aktivitasnya. Ketika dia berangkat bekerja, dia melihat seorang pengemis dipinggir jalan, lalu ia beri sepotong roti yang dibawanya, yang awal diniatkan buat sarapan akan tetapi ia berikan kue itu ke pengemis tersebut. Akhirnya pengemis tersebut bisa makan dan dia melanjutkan perjalanan ke tempat kerjanya.

Beberapa Minggu kemudian tiba-tiba ada seseorang yang memanggil, seorang laki-laki yang ganteng, putih, baik, keren, kaya raya.

“Hey mbak, kemarilah,”

Dia menoleh mukanya ke wajah Ayu, dan Ayu pun bergegas menghampirinya, ketika satu langkah maju ke depan, dia teringat kata-kata yang sering diutarakan oleh teman sebayanya. Dia mulai tidak percaya diri, dan bergegas pergi lari untuk meninggalkannya. Tapi seorang pemuda tersebut malah ikut berlari mengejarnya, dan akhirnya tertangkap.

“Maukah kau menikah denganku,” ungkap pemuda kaya raya tersebut.

Ternyata pemuda tersebut adalah seorang pengemis yang pernah diberi sebongkah roti oleh Ayu ketika lapar, pemuda tersebut memang menyamar jadi pengemis, karena ia ingin mencari istri yang benar-benar memiliki hati yang tulus. Dan itu pada diri Ayu.

Beberapa bulan kemudian,..

Ayu menikah dengan pemuda kaya raya, kini Ayu berpenampilan cantik rupawan, bersih dan menjadi model yang memiliki banyak penggemar. Kini Ayu hidup bahagia bersama pemuda tersebut. Sedangkan aku, Gilang menikah dengan Carla, kini hidup penuh kekurangan karena Carla tidak bekerja dan suka berbelanja. Sehingga penghasilan Gilang hanya cukup dibuat makan sehari-hari saja, sedang Carla selalu marah-marah karena tidak bisa belanja lagi.

Akhirnya, ketika bulan Ramadan tiba. Carla dan aku bertamu ke rumah orang kaya untuk minta sedekahnya. Dan yang keluar adalah seorang perempuan cantik bergandengan tangan dengan pemuda gagah, dan ternyata itu adalah Ayu teman SMA si Dekil itu. Ayu pernah berpesan, “Dunia itu bisa berputar, kadang di atas dan kadang di bawah. Tugas kita adalah memperbanyak bersyukur,” sembari memberi beras dan berlembar-lembar uang berwarna merah.

*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Jombang.