Sumber: nu.or.id

Oleh: Silmi Adawiya*

Banyak hal yang tak diinginkan terjadi di era digital ini. Rupanya kecanggihan teknologi informatika jaman sekarang berpotensi menjadi faktor perpecahan umat di bumi ini. Perbedaan pemahaman furu’iyah, kelompok bahkan haluan politik bisa turut menjadikan kondisi ini lebih parah. Cukup dengan potongan video yang di-framing sesuai kehendak pribadinya, seseorang bisa menviralkan di sosial media yang berdampak pada kegaduhan publik.

Jauh sebelum kehadiran era digital, Allah menyuratkan suratan indah untuk kalangan muslim agar tidak gampang langsung percaya dengan kabar burung yang beredar. QS Al Hujurat ayat 6 menejlaskan:

 يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَإٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَىٰ مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ

 “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.”

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Telitilah dan biasakan diri untuk klarifikasi sebuah masalah sebelum membagikannya kepada orang lain. Nabipun juga pernah mengingatkan dalam riwayat Baihaqi bahwa:

التَّأَنِّي مِنَ اللَّهِ، وَالْعَجَلَةُ مِنَ الشَّيْطَانِ

Kehati-hatian adalah dari Allah dan tergesah-gesah adalah dari setan.”

Sikap berhati-hati tersebut bisa kita belajar dari spirit Nabi Sulaiman dan burung hud-hud. Ketika burung ini membawa kabar dari Saba`, Saba’ adalah ibu kota kerajaan Saba’ atau Sabaiyah. Namun Nabi Daud ini tak langsung menerima mentah-mentah tapi berkata:

سَنَنظُرُ أَصَدَقْتَ أَمْ كُنتَ مِنَ الْكَاذِبِينَ

“Akan kami lihat, apa kamu benar, ataukah kamu termasuk orang-orang yang berdusta.”

Begitupun dengan kita yang hidup di jaman digital. Bersikaplah seperti Nabi Sulaiman yang tak langsung percaya dengan kabar yang dibawa oleh burung hud-hud, melainkan dengan banyak proses. Dimulai dengan memerintahkan agar burung hud-hud itu menyampaikan surat kepada ratu Balqis itu, serta memperhatikan bagaimana reaksi dan sikap ratu Balqis membaca surat yang dibawanya itu, hingga terbitlah kebenaran yang hakiki.

Mengklarifikasi sebuah kabar yang belum tentu kebenarnnya membuat kita terhindar dari tajassus (mencari tau kesalahan orang lain). Jika berita yang beredar tak membutuhkan tabayyun atau klarifikasi dikarenakan terkait privasi seseorang, maka tak perlu antar sesama saling mencari-cari kesalahan. Justru kita diperintahkan untuk menutupi aib atau kesalahan pribadi orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan kepentingan orang lain atau kepentingan umum.Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.

مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُسْلِمٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا نَفَّسَ اللَّهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ فِي الدُّنْيَا يَسَّرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ

“Barangsiapa yang meringankan (menghilangkan) kesulitan seorang muslim kesulitan-kesulitan duniawi, maka Allah akan meringankan (menghilangkan) baginya kesulitan di akhirat kelak. Barangsiapa yang memberikan kemudahan bagi orang yang mengalami kesulitan di dunia, maka Allah akan memudahkan baginya kemudahan (urusan) di dunia dan akhirat. Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat. Sesungguhnya Allah akan senantiasa menolong seorang hamba selalu ia menolong saudaranya.” [HR. Tirmidzi]

Alhasil, di era digital ini kita harus lebih selektif, verifikatif  dan bersikap waspada terhadap setiap berita yang kita terima. Karena berita hoax memiliki dampak negatif tinggi. Berita bohong bisa menimbulkan rasa saling tidak percaya di masyarakat yang dapat mengantarkan kepada hancurnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Karenanya, sikap tabayun ini sangat perlu disosialisasikan dan diajarkan kepada seluruh masyarakat dari segala lapisan.


*Penulis adalah mahasiswa S2 UIN Jakarta, alumnus Unhasy dan Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang.