plt. Direktur PTKI Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI, H. Imam Safe’i (kanna) dan Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya sekaligus Dewan Pendidikan Jawa Timur, Akhmad Muzakki (tengah) menajdi pemateri dalma Seminar Nasional di Gedung Pascasarjana Unhasy pada Ahad (17/12/2017). (Foto: Ana).

Tebuireng.online– Ada perbedaan mencolok antara tokoh bangsa zaman old dengan zaman now. Tokoh-tokoh di Indonesia zaman dahulu, masuk tahanan sebelum menjadi tokoh bangsa, tetapi sekarang sebaliknya. Banyak tokoh yang menjadi tokoh bangsa dahalu, masuk tahanan kemudian.

Begitulah kritikan Wakil Rektor II Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy), H. Muhsin Ks., saat membuka acara seminar nasional pendidikan pada Ahad (17/12/2017) di Gedung Pascasarja Unhasy. Seminar yang mengangkat tema “Pendidikan Karakter dan Karakter Pendidikan Pemuda di Abad 21” itu, diikuti sedikitnya 100 peserta dari berbagai kalangan.

Dalam seminar yang diadakan oleh mahasiswa Pascasarjana Unhasy itu, panitia mengundang Guru Besar UIN Sunan Ampel Surabaya dan Dewan Pendidikan Jawa Timur, Akhmad Muzakki dan Direktur PAI yang sekarang menjadi plt. Direktur PTKI Dirjen Pendidikan Islam Kemenag RI, H. Imam Safe’i, sebagai pemateri.

Akhmad Muzakki menerangkan perbedaan antara akhlak dan prilaku yang terdapat pada kitab Ihya’Ulumudin karya Imam Ghazali, bahwa akhlak merupakan hulu, sedangkan hilirnya merupakan prilaku atau af’al. Muzakki menjelaskan, di dalam kitab tersebut  jika ada yang bersedekah karena nadzar, maka itu bukan karena akhlak tetapi prilaku.

Selain itu, Muzakki juga menghimbau kepada mahasiswa agar mengkaji kitab kuning secara mendalam, karena hal itu merupakan karakter santri. “Jangan sampai tidak mempelajari kitab kuning, dan jangan tinggalkan karakter sebagai santri,” pesan Muzakki.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Menurutnya, jika ingin membenahi bangsa Indonesia ini, maka yang harus harus diperhatikan adalah Authentic Character yang meliputi, pikir, rasa, dan perbuatan. Selain itu, lanjutnya, konsep Aswaja yang dibuat oleh para ulama dengan empat pilar, yaitu tawasuth, tawazun, amar ma’ruf, tasamuhi’tidal, merupakan suatu karakter.

Ia juga mengatakan, perubahan karakter manusia ditempuh dalam lima level. Level paling rendah, yaitu pengetahuan, kemudian kesadaran, naik lagi akan menumbuhkan sikap, keputusan dan yang terakhir adanya perubahan prilaku.

Orang yang pendidikannya tinggi, tambahnya, atau kognitifnya naik dan prilakunya turun maka jelas tidak ada implementasi pendidikan pada dirinya. “Jangan pernah menyepelekan perbuatan baik atau kebajikan walaupun itu hal yang kecil,” tegas Muzakki.

Baginya, pendidikan itu harus mampu mencetak generasi yang saleh, namun tidak hanya dari segi saleh pribadinya saja, tetapi juga saleh sosialnya juga. “Generasi yang unggul itu ada nilai dasarnya (kasalehan) yaitu benar dan pintar. Gak bener, gak pinter, yo keblinger”, lanjutnya.

Sementara itu, Imam Syafe’i menjelaskan, karakter akan membawa diri manusia menjadi lebih baik. Jika mempunyai karakter yang kuat maka akan banyak hal yang diperoleh. Nilai karakter itu, jelasnya, akan tampak jika seseorang mengalami atau menghadapi sebuah masalah. “Tidak ada masalah yang tidak membawa rizki,” kata Pendiri dan Pengasuh Pondok Pandawa Lembaga Bina Santri Mandiri (LBSM) Parung Bogor itu.

“Banyak orang menyesal bukan karena bercita-cita tinggi dan tidak tercapai, akan tetapi karena bercita-cita rendah dan tercapai,” katanya.


Pewarta:            Anita Laili Mahbubah

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin