Sumber gambar: https://www.merdeka.com

Oleh: Irfan Nurullah*

Berbicara perihal moral atau etika anak zaman sekarang bisa dikatakan mulai rapuh. Ketahanan agama dan kultural yang sangat lemah, membentuk perilaku baik atau moral baik  anak hampir menghilang atau jarang ditemui. Itu semua menunjukkan betapa bangsa ini telah kehilangan karakter dan nilai-nilai luhur yang seharusnya dianut anak-anak saat ini yang sejatinya merupakan generasi penerus bangsa.

Selain dari lingkungan, dunia pendidikanpun ikut membantu berkontribusi dalam  membangun pendidikan moral, sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pada Pasal 3, yang menyebutkan bahwa pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan Nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, berilmu, sehat, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Namun, jika kita melihat kondisi pendidikan di Indonesia sekarang ini, ternyata masih belum sesuai dengan yang diharapkan.

Proses pendidikan belum sepenuhnya berhasil membangun anak Indonesia yang berkarakter positif. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal membangun karakter. Banyak lulusan sekolah dan sarjana pintar dalam bangku sekolah atau perkuliahan dan piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi lemah dalam hal mental, penakut, dan perilakunya tidak terpuji. Di sisi lain, pendidikan yang bertujuan mencetak manusia yang cerdas dan kreatif serta beriman dan bertakwa kepada Tuhan, belum sepenuhnya terwujud. Hal ini terlihat dari banyaknya kasus pelajar yang terlibat tawuran, kasus kriminal, narkoba, seks di luar nikah, dan kasus-kasus yang lain.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Masih hangat dalam ingatan kita tentang kasus penganiayaan yang dilakukan siswa terhadap gurunya yang terjadi di SMA Tortus, Sampang, Madura yang menyebabkan meninggalnya sang guru. Kejadian itu sungguh menyayat hati dan mencoreng dunia pendidikan di negara kita. Kejadian penganiayaan terhadap guru bukan hanya terjadi di Sampang saja tetapi juga terjadi di daerah lain dengan kronologi yang berbeda.

Dari berbagai kasus penganiayaan yang terjadi kepada guru timbul sebuah pertanyaan, “Apa yang menyebabkan terjadinya hal-hal keji seperti itu?” apa mungkin karena ada sebuah kesalahan dalam sistem pendidikan di negara kita, atau karena zamannya yang sudah berbeda. Karena pada zaman dahulu para siswa memiliki sopan santun dan sifat tawaduk (rendah hati) yang sangat tinggi terhadap gurunya, berbeda dengan zaman sekarang yang mana para siswa cenderung berani bahkan melawan terhadap gurunya.

Sebenarnya permasalahan ini terletak pada nilai-nilai akhlak dan sopan santun yang kurang ditanamkan di dalam diri siswa. Dalam hal ini bukan hanya tugas para guru untuk memperbaiki akhlak siswa tetapi peran orangtua sangat dibutuhkan karena lingkungan tempat tinggal sangat berperan penting dalam pembentukan karakter seorang anak.

Antara orang tua dan guru harus memiliki ikatan dan kesepahaman dalam mendidik anak, jangan hanya berat disatu sisi saja dan tidak adanya rasa saling mendukung antara orang tua dan guru. Orang tua harus bisa menerima kebikan-kebijakan yang diberikan seorang guru terhadap anaknya selama itu demi kebaikan anaknya tersebut. Jangan sedikit-sedikit tidak terima ketika anaknya ditegur atau dihukum oleh gurunya dan malah balik membalas perlakuan guru terhadap anaknya.

Seperti yang terjadi di suatu daerah di Kalimantan, di mana ada seorang siswa yang rambutnya dipotong oleh gurunya karena melanggar peraturan sekolah, dan orang tua siswa tidak terima atas perlakuan guru terhadap anaknya, kemudian mereka mendatangi guru yang bersangkutan dan orang tua siswa membalas perbuatan guru tersebut terhadap anaknya dengan memotong rambut guru yang bersangkutan. Hal-hal seperti ini yang membuat rasa sopan snatun terhadapa gurunya mulai menghilang, karena para siswa zaman sekarang merasa ada yang membela mereka ketika mereka melakukan di sekolah yaitu orang tua mereka sendiri.

Syekh Ibnu Athoillah dalam kitabnya yang berjudul Al-Hikam berkata, “Tidak ada taubat bagi mereka lancang terhadap gurunya.”  Di sini sangat jelas bahwa melawan seorang guru adalah sebuah kesalahan atau dosa yang besar yang bisa disamakan dengan kesalahan atau dosa durhaka terhadap orang tuanya sendiri. Karena guru adalah orang tua kedua setelah ayah dan ibu di rumah.

Pendidikan moral adalah usaha yang dilakukan secara terencana untuk mengubah sikap, perilaku, tindakan, kelakuan yang dilakukan peserta didik agar mampu berinteraksi dengan lingkungan masyarakatnya sesuai dengan nilai moral dan kebudayaan masyarakat setempat. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi kemerosotan moral anak bangsa sekarang ini dan hal itu perlu diketahui sehingga kita mampu menemukan solusi yang terbaik dan membantu dalam penyelesaian masalah tersebut. Bagaimana kemerosotan moral anak sekarang adalah sebuah hal bahwa anak kurang mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Maka dari itu marilah orang tua dan guru bersama-sama mendidik anak tidak hanya sekadar menjadikan seorang anak pintar tetapi menjadikan anak orang yang berakhlakul karimah, karena jika seorang anak kelak menjadi pintar tanpa memiliki akhlak baik maka anak tersebut akan menjelma menjadi monster yang sulit dihentikan karena kepintarannya yang lebih mengedepankan kesombongannya.


*Penulis adalah mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.