Memoar Resolusi Jihad
: 22 Oktober 1945
1/
Nippon hengkang menanggung
Kekalahan. Vacuum of Power
Merahimkan Proklamasi. Dan
Negara ibarat pondasi
Pada awal proses pembangunan
Dari sebuah benteng. Sikon menyulut
Kobar Revolusioner.
2/
Sementara bulan-bulan terus melata,
Mengelupaskan hari-harinya di
Belantara sejarah. Hingga tiba pada
Suatu momen, di mana tak ada
September ceria, di saat Holland
Memanjat tiang dalam rupa bendera
Kebangsaan, di Hotel Oranje Surabaya.
“Meski demikian, meski demikian
Merah putih lebih memilih selamanya
Kekal dalam dwi-warna.”
3/
Kewaskitaan kian memuncak di bukit
Keresahan. Maka atas titah agung
Kiai Hasyim Asy’ari, sebuah Resolusi—
Perihal instruksi kepada Jihad Suci—
Terlahir dari suatu rapat konsul,
Di Hofdsbestuur. Sebab,
Senyatanya sekutu Inggris diboncengi
NICA segera memacu gebu di dada
Menyerbu tanah air Hindia. Dan
Surabaya, Surabaya kota kenangan itu,
Menjadi sasaran radius serangan, ketika
25 Oktober menjadi landasan mulus
Bagi pendaratan serdadu sekutu.
4/
27 Oktober bertandang: Hujan
Selebaran diguyurkan berisikan
Ancaman-ancaman. Laskar Hizbullah dan
Arek-arek Surabaya basah oleh geram.
Amarah pun tumpah, berusaha meluap
Bersama darah.
“Seketika itu, doa adalah senjata, senjata
Adalah maut yang menghendaki nyawa.”
Laskar-laskar menjelma gelombang yang
Sukses menghanyutkan pertahanan musuh,
Hingga ke sudut-sudut kota.
Hingga meski terpaksa menelan hari.
Hingga berujung kematian A.W.S. Mallaby.
5/
Maka setelah Brigjend itu terbakar
Mati dalam pertempuran api, Laskar-laskar
Menyambut Ultimatum AFNEI, yang
Seakan ingin menggodam jiwa:
Sekutu mengancam membumihanguskan
Surabaya.
Tapi hingga tiba 10 November yang
Genting itu, Laskar-laskar pejuang
Enggan menyerah, mereka justru
Memilih untuk pertempuran pecah.
Jiwa-jiwa Laskar membara oleh pidato
Dan gema takbir Boeng Tomo. Hingga
Mampu menghantarkan perjuangan
Sampai batas penghabisan: meski darah-
Darah musti dipersembahkan di dalam
Sengit pertempuran, di dalam
Sengit pertempuran.
6/
Demikianlah Jihad Suci—
Resolusi menggerakkan jiwa serta hati
Dalam raga-raga yang memperjuangkan
Bumi Pertiwi,
“Demi meruwat dan merawat
Kemerdekaan yang telah tercapai.”
(Pare, Oktober 2024)
Satu Seperempat Abad
: Ponpes Tebuireng, 1899
Tidak ada ruang paling lapang,
Tempatku mengenang kini tinggallah
Lengang ingatan, yang dikebaki
Oleh kisah-kisah masyhur lagi luhur.
Tentang Kiai Hasyim Asy’ari—
Sang Panutan, Penerang, dan
Penuntun. Tentang tempat mulia,
Yang telah mencetak ulama-ulama
Terkemuka di penjuru tanah Jawa.
Maka bersama tadah tangan ini,
Kukemas harapan-harapan yang
Tersimpan di kedalaman kalbu:
Teruntuk satu seperempat abad
Almanakmu, yang telah melahirkan
Gemilang peradaban sedari dulu.
(Pare, Oktober 2024)
BIODATA PENULIS
Dzikron Rachmadi, lahir dan tinggal di Pare, Kabupaten Kediri. Puisi-puisinya telah dimuat di beberapa media online dan buku antologi puisi lomba. Menjuarai beberapa event lomba cipta puisi tingkat nasional. Akun instagram @_dzikroch.