Pemikiran Hadratussyaikh menjadi inspirasi ummat seluruh dunia, terutama masyarakat Indonesia, lebih-lebih mereka yang tergabung di dalam organisasi Naudlatul Ulama di seluruh dunia. Sebagian dari mereka terinspirasi dengan pendidikan karakter yang diajarkan dan dicontohkan beliau. Salah satu karakter yang dijadikan inspirasi oleh banyak pihak adalah “kebersamaan”, mau bergaul dan berinteraksi dengan semua pihak yang memiliki latar belakang berbeda-beda.
Tebuireng merupakan salah satu pesantren yang memiliki segalanya. Ada banyak tokoh dan pemikiran yang inspiratif. Para tokoh dan beragam pemikirannya tersebut telah terbukti memajukan Indonesia di berbagai aspek, misalnya pendidikan, budaya, kepercayaan, dan agama. Semua pihak mengakui bahwa Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari merupakan guru dari para kiai yang ada di Indonesia. Jejak keilmuannya terekam jelas dengan beragam kitab, praktik-praktik keilmuan, pemikiran, dan kebudayaan yang terus dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia bahkan dunia.
Tebuireng sebagai salah satu bukti karya Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari perlu dijaga dan dikembangkan mengikuti gagasan-gagasan yang dimiliki beliau. Gagasan “kebersamaan” sebagai salah satu karya beliau menjadi salah satu kunci untuk terus mengembangan karya beliau yang lain yaitu Tebuireng, sebagai sebuah pesantren yang multi dimensi, dimensi pendidikan dan keilmuan, dimensi budaya, dan dimensi keagamaan.
Salah satu wujud dari kebersamaan adalah mewujudkan dan meningkatkan integrasi interdimensi atau bahkan antar dimensi yang ada di Tebuireng. Dimensi pendidikan dan keilmuan misalnya, ada beragam satuan pendidikan yang perlu diatur instrumen kebersamaannya agar searah dengan cita-cita Hadratussyaikh. Ada banyak satuan pendidikan, baik yang formal maupun tidak formal, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi, yang perlu diberi ruang untuk mewujudkan konsep pendidikan dan keilmuan Hadratussyaikh. Langkah tersebut akan mudah terwujud jika difasilitasi instrumen-instrumen yang mengarahkan semua satuan pendidikan dan keilmuan secara berjenjang sesuai dengan kekhasan masing-masing.
Dimensi budaya dan keagamaan menjadi dimensi kekhasan yang dimiliki oleh tebuireng. Ada budaya khas pesantren yang sudah ditanamkan oleh Hadratussyaikh, selain itu juga ada nilai-nilai keagamaan yang khas yang dimiliki Tebuireng. Dua dimensi tersebut dapat menjadi instrumen utama di dalam mewujudkandan merawat kebersamaan pada semua satuan pendidikan yang ada.
Sebagai salah satu pencinta Tebuireng, kami membayangkan ada upaya integrasi seluruh satuan pendidikan yang ada di dalamnya, integrasi Visi Misi, integrasi kurikulum, Pembelajaran, sarana, dan sumberdaya yang ada. Ingtegrasi berbagai komponen yang ada kami nilai bisa merawat dan mewujudkan cita-cita Hadrotussyaikh, termasuk cita-cita kebersamaan. Kebersamaan dalam wujud integrasi semua komponen dalam satuan pendidikan akan mempermudah upaya merawat dan mewujudkan cita-cita hadrotussyaikh yang sudah ditanamkan sejak awal pendirian Tebuireng.
Visi misi dan kurikulum tebuireng perlu mewarnai seluruh satuan pendidikan yang ada di Tebuireng, mulai dari tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Setiap satuan pendidikan memang sudah pasti memiliki visi misi dan kurikulum yang berbeda sesuai dengan tingkat dan karakteristik masing-masing lembaga. Namun, perbedaan-perbedaan itu perlu diberi kerangka besar yaitu visi misi dan kurikulum Tebuireng, sebagai satu rumah besar dari seluruh satuan pendidikan yang ada dan diterjemahkan ke dalam kurikulum khas Tebuireng secara berjenjang.
Dengan kata lain, tidak bisa dikategorikan tuntas jika belum menyelesaikan sampai pada tingkat yang paling tinggi, santri yang selesai di tingkat dasar perlu berlanjut ke tingkat menengah untuk menuntaskan pembelajaran di Tebuireng, demikian juga santri yang sudah selesai di tingkat menengah atas merasa perlu melanjutkan ke tingkat perguruan tinggi di Tebuireng jika ingin tuntas sebagai santri Tebuireng.
Pembelajaran dan sarana sudah selayaknya diintegrasikan untuk memaksimalkan kegiatan pesantren dan satuan pendidikan yang ada. Belbagai kegiatan pembelajaran formal dan informal membutuhkan sarana yang beragam pula. Bisa jadi salah satu satuan pendidikan tidak memiliki sarana yang dibutuhkan namun ada di salah satu satuan pendidikan yang lain, misalnya pemanfaatan sarana ibada. Untuk bisa mewujudkan itu mungkin dibutuhkan regulasa, standar operasional, atau peraturan-peraturan lain untuk mendorong dan menfasilitasi kebermanfaatan sarana sesuai kebutuhan dan daya tampung sarana. Kondisi yang saling mengisi dan memfasilitasi seperti itu merupakan wujud dari kebersamaan, seperti yang dicita-citakan Hadratussyaikh.
Akan menjadi pemandangan indah jika misalnya ada kegiatan bersama dari seluruh satuan pendidikan yang ada, misalnya kegiatan ubudiyah bersama, kajian kitab bersama, pengabdian bersama, atau berbagai kegiatan akademik dan non-akademik yang lain, yang penting bisa menyatukan seluruh warga Tebuireng dalam kegiatan bersama.
Akan sangat membahagiakan jika seluruh satuan pendidikan saling berbagai satu dengan yang lain sesuai dengan kebutuhan masing-masing, demi terwujudnya visi misi bersama, misalnya tridarma perguruan tinggi dilakukan untuk mengidentifikasi dan mencari solusi persoalan yang ada di dalam. Demikian juga seluruh satuan pendidikan dasar sampai menengah saling memberi dan menerima ruang ekspresi sebagai bentuk pendidikan dan pembelajaran.
Penulis: Ahmad Faizi