sumber gambar: www.google.com

Oleh: Silmi Adawiya*

Kita sering merasakan kekecewaan dalam mengarungi realita kehidupan. Harapannya adalah hari-hari yang mulus, mudah, dan sesuai dengan ekspektasi. Namun kadang harapan sekadar harapan, karena yang ada adalah hari-hari yang rumit, terjal, tidak sesuai keinginan, dan penuh kekecewaan.

Saat berjumpa dengan realita yang tidak mengenakkan, mungkin ada dari kita yang merasakan bahwa kehidupan benar-benar kejam. Atau bahkan menyalahkan diri sendiri dan Tuhan.

Jika kekecewaan disambut dengan emosi, yang ada adalah hidup semakin sulit. Namun jika kita tersadar bahwa dalam kekecewaan tersebut Allah sedang memberikan pelajaran dan kesempatan belajar, maka kita akan mendapatkan harapan indah. 

Kekecewaan tak melulu harus diungkapkan dengan amarah dan kata-kata. Bukankah tidak semua telinga mau mendengarkan? Begitu pula dengan lainnya, tidak semua mata mau perhatian, dan tidak semua tangan mau membantu. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Cukup balut kekecewaan tersebut dengan lembut dan utarakan dalam panjatan doa. Seperti itulah yang dicontohkan oleh Abu Hurairah. Dalam kitab Uyunul Akhbar karya Ibn Qutaybah disebutkan doa yang dipanjatkan Abu Hurairah ketika menghadapi kekecewaan adalah sebagai berikut:

اللهم غفرله وأرحنا منه

Allahummaghfirlahu wa arihna minhu

“Ya Allah ampunilah dia, dan bebaskan kami darinya.”

Mengambil tindakan untuk berdoa kepada Allah kala kecewa menyapa adalah satu maqam tertinggi para Auliya’. Mengapa demikian? sebab dalam keadaan tersebut seseorang akan menyampaikan kekecewaan kepada-Nya dengan tulus tanpa sandiwara.

Air mata menetes mengharapkan pertolongan dari satu-satunya Dzat yang mampu merubah keadaann.  Lisan tak henti berdzikir memuji Allah dan memohon ampunan atas setiap dosa. Keluh kesah  hanya ditujukan kepada Allah  Yang Maha Pengasih dan penuh kasih sayang.

Di sinilah kita yakin  bahwa tidak ada yang mampu menyelesaikan segenap kecewa dan masalah kecuali Allah.  Tidak ada lagi harapan kepada makhluk dan menggantungkan seluruh harapannya hanya kepada Allah.

Saat seperti inilah kita akan merasakan lezatnya munajat dan nikmatnya mengadu kepada Allah.  Yang demikian mengingatkan kita pada kisah Nabi Ya’qub yang tenggelam dalam munajat kepada-Nya. Mengutarakan segenap kekecewaan hanya kepada Allah hingga kisahnya diabadikan dalam Qur’an yang termaktub dalam QS Yusuf 86:

قَالَ إِنَّمَا أَشْكُوْ بثّيْ وَ حُزْنِيْ إِلَى اللهِ

“Dia (Ya’qub) menjawab: “Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku.” 

Dengan demikian, menghindari dari semua pintu dan  berlari kepada Allah adalah satu cara cerdas ketika menghadapi kekecewaan dalam hidup. Dengan berlari hanya kepada-Nya, kita sudah mengetuk pintu rahmat-Nya. Mengetuk pintu rahmat-Nya bisa  melalui rangkaian doa yang terbaik.

Alhasil kecewa tersebut akan melebur dan menghilang seiring kehadiran rahmat dari-Nya. Tidak semua kecewa harus diungkapkan dengan update status dan caption, cukup lantunkan doa terbaik untuk-Nya. 

*Alumni Pondok Pesantren Putri Walisongo Jombang, saat ini menempuh pendidikan tinggi di UIN Jakarta.