sumber ilustrasi: google.com

Oleh: Ustadz M. Abror Rosyidin*


اللهُ أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُ للهُ أَكْبَرُ، الهُ  أَكْبَرُ اللهُ أَكْبَرُاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُاللهُ أَكْبَرُاللهُ أَكْبَرُ الله أَكْبَرُ كَبِيْرًا وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً،  لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

لْحَمْدُ للهِ الَّذِى جَعَلَ لِلْمُسْلِمِيْنَ عِيْدَ اْلفِطْرِ بَعْدَ صِياَمِ رَمَضَانَ.أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ لَهُ اْلمَلِكُ اْلعَظِيْمُ اْلاَكْبَرْ وَأَشْهَدٌ أَنَّ سَيِّدَناَ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الشَّافِعُ فِي اْلمَحْشَرْ نَبِيَّ قَدْ غَفَرَ اللهُ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَمَا تَأَخَّرَ. اللهُمَّ صَلِّ عَلىَ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ الَّذِيْنَ أَذْهَبَ عَنْهُمُ الرِّجْسَ وَطَهَّرْ. أَمَّا بَعْدُ. فَيَا عِبَادَاللهِ اِتَّقُوااللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ مُسْلِمُوْنَ ، قالَ اللهُ تَعَالىَ فِيْ كِتَابِهِ الكَرِيْمِ
أعوذ بالله من الشيطان الرجيم
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ 
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ (الروم: 30)

Khutbah I
Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat  Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah.

Pagi hari ini kita bersama-sama telah diberikan kenikmatan merayakan Idul Fitri oleh Allah Swt. dengan mengumandangkan takbir penuh kebahagiaan, setelah melampaui perjuangan pelatihan fisik dan mental, berpuasa selama 1 bulan penuh di bulan Ramadhan. Semoga segala keistimewaan-keistimewaan seperti rahmat dan maghfirah (ampunan) dari Allah, serta itqun minannar (pembebasan dari api neraka), dalam bulan Ramadhan, kita dapat meraihnya dengan baik. Sejak hari pertama Ramadhan, kita menahan lapar, haus dan segala hawa nafsu, melatih kesabaran demi meraih insan yang bertakwa, yakni kualitas kemanusiaan yang tertinggi di hadapan Allah SWT.   

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online


يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha-Mengetahui.”

Istilah Idul Fitri, terdiri dari 2 kata, yaitu ‘Idun” dan “Fithrun”. Kata i’ed berasal dari ‘aada-ya’udu, yang berarti kembali. Ada yang mengatakan kata i’ed berarti al-‘Aadah artinya kebiasaan, yaitu sesutu yang terus kembali dilakukan berulang-ulang, sehingga menjadi kebiasaan. Begitu juga dengan Idul Fitri yang menjadi rutinitas dan kebiasaan tahunan umat Islam di seluruh dunia.

Sementara kata “Fithrun” memiliki dua makna. Salah satunya, satu akar kata dengan “Ifthar” yang artinya “berbuka puasa”. Sedangkan Fitrun juga bisa berarti suci, bersih dari segala dosa, kesalahan, kejelekan, keburukan berdasarkan dari akar kata fathoro-yafthiru.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat  Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah

Dari penjelasan arti istilah Idul Fitri diatas, menurut makna yang pertama, dapat disimpulkan bahwa makna Idul Fitri dapat dijabarkan dengan hari raya kemenangan di mana umat muslim merayakannya dengan kembali “buka puasa” atau makan. Oleh karena itulah salah satu sunah sebelum melaksanakan shalat Idul Fitri adalah makan atau minum walaupun sedikit. Hal ini untuk menunjukkan bahwa hari raya Idul Fitri 1 Syawal itu waktunya berbuka dan haram untuk berpuasa.

Namun, sangatlah sempit jika kita memaknai kata fitri ini hanya dengan makan dan minum yang sejatinya merupakan kodrat manusia yang biasa saja dilakukan sehari-hari. Seringkali kita hanya memaknai momen idul fitri ini dengan kegiatan makan-makan, balas dendam karena sebulan menahan diri dari makan dan minum mulai dari terbitnya fajar hingga tenggelamnya mentari. Momen balas dendam, malah kadang disalahgunakan untuk melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah, yaitu israf (berlebih-lebihan).


۞ يٰبَنِيْٓ اٰدَمَ خُذُوْا زِيْنَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَّكُلُوْا وَاشْرَبُوْا وَلَا تُسْرِفُوْاۚ اِنَّهٗ لَا يُحِبُّ الْمُسْرِفِيْنَ ࣖ
 
“Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaianmu yang bagus pada setiap (memasuki) masjid, makan dan minumlah, tetapi jangan berlebihan. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (al-A’raf: 31).”


اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Di hari raya, menu makanan bisa beraneka macam, dan keinginan hati untuk menyantapnya semuanya pada saat itu juga, padahal tentu saja kapasitas perut kita terbatas. Atau terkadang kita ingin membeli baju yang semewah-mewah mungkin, yang kadang kala, itu juga bisa masuk pada israf (berlebihan), atau bahkan bisa tergolong sombong atau pamer.

Maka, alangkah baiknya jika sejenak membahas makna luar biasa dari kata fitri yang berasal dari fathara-yafthiru yang artinya suci dan bersih. Zakat di bulan Ramadan pun diberi nama Zakat Fitri, karena fungsinya untuk membersihkan dan mensucikan harta dan diri kita dari segala keburukan. Maka, momen idul fitri seharusnya menjadi refleksi atau cerminan diri kita, apakah sudah dibersihkan atau disucikan melalui puasa di bulan Ramadan, atau justru tambah kotor, butek, lecek, makin parah penyakit hatinya, atau bahkan justru gelap atau mati hatinya.

Sebagaimana umum diketahui bahwa, seorang bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW dari sahabat Abu Hurairah ra.:


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّهُ كَانَ يَقُولُ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَا مِنْ مَوْلُودٍ إِلَّا يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ، فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ، وَيُنَصِّرَانِهِ، وَيُمَجِّسَانِهِ، كَمَا تُنْتَجُ الْبَهِيمَةُ بَهِيمَةً جَمْعَاءَ ، هَلْ تُحِسُّونَ فِيهَا مِنْ جَدْعَاءَ ؟ ” ثُمَّ يَقُولُ أَبُو هُرَيْرَةَ : وَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ : { فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِي فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ اللَّهِ }، الْآيَةَ

Artinya: “Dari Abu Hurairah ra sesungguhnya ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ‘tidaklah bayi itu dilahirkan kecuali dalam keadaan suci. Maka orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, Majusi, sebagaimana hewan yang melahirkan hewan yang sehat, apakah engkau melihatnya terputus hidungnya?’. Kemudian Abu Hurairah berkata, ‘Bacalah terserah kalian ayat,”Fithratallahi…………………..” (HR. Muslim No. 2658).

Hadis tentang fitrah manusia yang dilahirkan merupakan manifestasi dari Surat ar-Ruum: 30 yang juga menarik untuk dikaji sedikit. Allah SWT berfirman:
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus pada agama Islam; sesuai fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya” (QS: ar-Ruum: 30).


اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Imam Muhammad ibn Ali ibn Muhammad asy-Syaukani, dalam tafsirnya, Fathu al-Qadir al-Jami’ baina Fannai ad-Dirayah wa ar-Riwayah min ’Ilmi at-Tafsir menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan “fa aqim” adalah perintah untuk tidak geser sedikitpun kepada agama yang lain, selain agama yang di maksud dengan ad-Diin al-Hanif (agama yang lurus) yaitu Islam. Asy-Syaukani menerjemahkan kata fitrah itu dalam asalnya berarti “khilqah” atau penciptaan. Namun yang dikehendaki ayat ini menurut asy-Syaukani adalah “millah” atau agama, Maka fithratallah bermakna agama Allah tentu saja Islam. Manusia yang di maksud dalam ayat di atas adalah manusia yang diberikan fitrah keislaman oleh Allah.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat  Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Allah menciptakan manusia dalam keadaan yang fitrah (watak dasar). Artinya watak dasar yang diciptakan Allah, diarahkan pada agama yang lurus, yaitu Ad-Diin al-Qayyim (agama yang tegak), agar tidak condong kepada yang lain. Ayat inilah yang kemudian ditafsiri oleh hadis di atas. Di mana kesucian bayi yang dilahirkan, itu mengikuti pada bagaimana orang tua mereka mengarahkan, meluruskan kepada agama Islam sebagaimana fitrah penciptaan Allah. Saat janin, saat Allah meniupkan ruh kepadanya, Allah sudah memastikan bahwa janin yang sudah dimasuki ruh itu, mengaku sebagai hamba Allah, artinya sudah dalam keadaan Fitrah (suci) mengikuti agama Islam.

Sebagaimana ayat:
وَاِذْ اَخَذَ رَبُّكَ مِنْۢ بَنِيْٓ اٰدَمَ مِنْ ظُهُوْرِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَاَشْهَدَهُمْ عَلٰٓى اَنْفُسِهِمْۚ اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ قَالُوْا بَلٰىۛ شَهِدْنَا ۛاَنْ تَقُوْلُوْا يَوْمَ الْقِيٰمَةِ اِنَّا كُنَّا عَنْ هٰذَا غٰفِلِيْنَۙ
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (Hal ini) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lupa terhadap ini.” (QS: al-A’raf: 172).
Ruh sudah bersaksi (syahadat) bahwa Allah adalah Tuhannya.

Abu Abdillah Muhammad ibn Ahmad ibn Abi Bakr al-Qurthubi, dalam kitab tafsirnya, al-Jami’ li Ahkami al-Qur’an wa al-Mubayyinu lima Tadhammanahu min as-Sunnah wa Ayyi al-Furqan Juz 16 menyebut adanya perbedaan makna fithrah pada konteks ayat di atas. Pertama, mengartikannya dengan “Islam”. Kedua, fitrah disini dimaknai suci, dihubungkan dengan hadis Nabi SAW. yang membahas tentang nasib bayi yang meninggal, apakah dia muslim atau nonmuslim. Hukumnya dikembalikan kepada asal mula penciptaan manusia oleh Allah SWT. yaitu menghamba kepada Allah. Bayi tidaklah dilahirkan melainkan dalam keadaan suci, didasarkan atas kesepakatan soal penciptaan Allah terhadap anak turun Adam as. Maka, bayi tidak bisa dikatakan ia mengikuti agama selain agama Allah. Ketiga, fitrah dimaknai sebagai al-bada’ah, permulaan kisah seorang manusia mulai dari dilahirkan hingga mati.


اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Maka sebenarnya di sini, fitrah atau fitri berhubungan dengan peran orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya. Bayi lahir itu sudah muslim, orang tuanya lah yang menjadikannya beragama lain. Bayi lahir itu suci hatinya, pendidikan orang tua dalam keluarga, lingkungan masyarakatnya, sekolahnya, yang bisa membentuk apakah tetap menjadi suci, atau justru menjadi kotor. Apakah dia berakhlak mulia, ataukah berakhlak madzmumah (jelek).

Maka, dengan kebersihan bayi itu, orang tua dan lingkungan yang seharusnya mengoptimalkan potensi anak-anak kita, dengan pendidikan. Disekolahkan, dipondokkan, dikursuskan, dingajikan di TPQ dan surau-surau, langgar-langgar, masjid-masjid. Agar apa? Agar dia yang dilahirkan suci itu dapat diisi oleh ilmu-ilmu yang baik, positif, diisi dengan hal-hal positif, yang dapat bermanfaat buat dia di dunia dan akhirat. Maka sebenarnya kita harus heran, dengan orang tua, yang tidak ajek dengan memperjuangkan pendidikan anaknya, khususnya pendidikan agama.

Sekolah penting, skil untuk mencari rizki juga penting, tapi jangan lupa, semua itu tanpa ilmu agama, hanya berhenti di liang kubur jika tidak dibekali dengan akhlak, budi pekerti, sehingga dia tahu cara menggunakan ilmu dan kemampuannya untuk berbuat baik, bermanfaat bagi sesamanya, bernilai ibadah, sehingga dapat menjadi bekal di akhirat nanti.

Sebagaimana sabda Nabi SAW:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ : قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : ” مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا ؛ سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ
Artinya: “Dari Abu Hurairah ra. Rasulullah SAW. bersabda: ‘Barang siapa menitih jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan menuju surga” (HR. at-Tirmidzi no. 2646).

Maka, sebenarnya di bulan Ramadan itu, untuk menuju suci kembali di hari idul fitri, kita diajak untuk menempa diri dengan ibadah, memperbanyak sedekah, zakat, tadarus al-Quran, shalat-shalat sunnah, dan amal-amal baik lainnya, agar di hari fitri itu kita benar-benar kembali suci sebagai mana kita dilahirkan dulu. Maka kalau kita memahami hakikat idul fitri ini, kita tidak akan menyia-nyiakan ramadan. Anak-anak kita kita ajak ke masjid untuk terawih, kita ajak baca al-Quran, kita ajak puasa, kita ajak ngaji agama, bukan hanya kita ajak memborong petasan, memborong baju lebaran, atau diajak makan-makanan enak untuk berbuka.

Ma’asyiral Muslimin wal Muslimat  Jamaah shalat Idul Fitri hafidhakumullah,
Bahkan akan sangat sedih jika sudah berakhir Ramadan. Itulah kenapa 10 hari terakhir Ramadan, kita diminta meningkatkan ibadah, dan meramaiikan masjid dan langgar, agar kita benar-bernar punya bekal banyak untuk menghadapi hari suci idul fitri. Benar-benar menang melawan hawa nafsu diri kita. Ini loh, ramadan mau berakhir, cukupkah amal kita? Iniloh ramadan berakhir, siapkah kita benar-benar fitrah? Bukan malah terawihnya makin malas, nongkrongnya pindah ke kafe-kafe dan rumah makan dengan acara buka bersama, ngobrol berjam-jam, atau pusanya malah tambah bolong-bolong, atau geser ke mall-mall dan toko baju, untuk menyiapkan kememawan idul fitri yang glamor, padahal sejatinya idul fitri adalah kembali suci jiwanya, bukan cuma tampak indah luarnya.

Bukan berarti, baju baru itu buruk, itu baik jika dilakukan sesuai kadarnya, dan tidak berlebih-lebihan. Bukan berarti buka bersama dengan kawan-kawan, saudara, sahabat itu buruk, itu juga baik, karena menjalin silaturahmi juga dianjurkan oleh agama Islam, tapi bukan berarti akhirnya menjadi arena untuk ghibah, rasan-rasan, ngobrol ngalor ngidul, indah jika bukber dilanjutkan denan tarawih berjamaah, khataman al-Quran, berbagi atau sedekah dengan fakir miskin, itu jadi lebih bermakna. Sehingga itu semua menjadi bekal kita benar-benar menjadi fitrah dan berhak merayakannya di hari idul fitri.


اللهُ أَكْبَرُ ٣× لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ

Semoga kita, apapun dan bagaimanapun tingkah kelakuan kita selama bulan Ramadan, diterima sebagai amal baik oleh Allah SWT, dan dicatat sebagai bekal menuju suci kembali di hari raya idul fitri sebagaimana kita waktu dilahirkan oleh ibu kita ke dunia ini, dan nanti juga wafat dalam keadaan khusnul khatimah.

جعلنا الله وإياكم من العائدين والفائزين والمقبولين كل عام وأنتم بخير. آمين
بسم الله الرحمن الرحيم، وَسَارِعُوْا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِيْنَ.
بارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي القُرْأنِ العَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَاِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الاَيَاتِ وَ ذِكْرِالحَكِيْمِ وَ تَقَبَّلَ اللهُ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلَاوَتَهُ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ
 وَقُلْ رَّبِّ اغْفِرْ وارْحَم وَأَنْتَ خَيْرُ الرَّاحِمِيْنَ

Khutbah II
اللهُ اَكْبَرْ ٣× اللهُ اَكْبَرْ ٤ ×. اللهُ اَكْبَرْ كبيرا وَاْلحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَ أَصْيْلاً لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ اَكْبَرْ اللهُ اَكْبَرْ وَللهِ اْلحَمْدُ
الحمد لله حمدا كثيرا كما امر. واشهدان لااله الاّ الله وحده لاشريك له ارغاما لمن جحد به وكفر. واشهد انّ سيّدنا محمّدا عبده ورسوله سيّد البشر. اللّهمّ صلّ وسلم على سيّدنا محمّد وعلى اله واصحابه المصابيح الغرر. ما اتّصلت عين بنظر واذن بخبر. من يومنا هذا الى يوم المحشر. امّا بعد فياايّها النّاس اتّقوا الله فيما امر. وانتهوا عمّا نهى عنه وحذّر. واعلموا انّ الله تبارك وتعالى امركم بأمر بدأ فيه بنفسه وثنّى بملا ئكته المسبّحة بقدسه. فقال تعالى ولم يزل قائلأ عليما. انّ الله وملائكته يصلّون على النبى. يا ايّها الذين امنوا صلّوا عليه وسلّموا تسليما. اللّهمّ صلّ وسلّم على سيّدنان محمّد جدّ الحسن و الحسين وعلى اله واصحابه خير اهل الدّارين خصوصا على اوّل الرّفيق. سيّدنا ابى بكرن الصّديق. وعلى الصّادق المصدوق. سيّدنا ابى حفص عمر الفاروق. وعلى زوج البنتين سيّدنا عثمان ذى النّورين. وعلى ابن عمّه الغالب سيّدنا علىّ ابن ابى طالب. وعلى الستّة الباقين رضى الله عنهم اجمعين. وعلى الشّريفين سيّدى شباب اهل الدّارين. ابى محمّدن الحسن وابى عبد الله الحسين. وعلى عمّيه الفاضلين على النّاس. سيّدنا حمزة وسيّدنا العبّاس. وعلى بقيّة الصّحابة اجمعين. وعلى التّابعين وتابع التّابعين لهم باحسان الى يوم الدين. وعلينا معهم برحمتك ياارحم الرّحيمن.
اللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءِ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ.  اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْن وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ .وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْملِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ . اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. اللَّهُمَّ أَصْلِحْ لَنا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنا وَأَصْلِحْ لنا دُنْيَانا الَّتِي فِيهَا مَعَاشُنَا وَأَصْلِحْ لنا آخِرَتنا الَّتِي فِيهَا مَعَادُنا وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لنا فِي كُلِّ خَيْرٍ وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لنا مِنْ كُلِّ شَرٍّ. اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا وَأَبْصَارِنَا وَقُلُوبِنَا وَأَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا، إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ. اللّهمَّ حَبِّبْ إلَيْنَا الإيمَانَ وَزَيِّنْهُ فِي قُلُوْبِنَا وَكَرِّهْ إلَيْنَا الْكُفْرَ وَالْفُسُوْقَ وَالْعِصْيَانَ وَاجْعَلْنَا مِنَ الرَّاشِدِيْنَ اللهمَّ ارْزُقْنَا الصَّبْرَ عَلى الحَقِّ وَالثَّبَاتَ على الأَمْرِ والعَاقِبَةَ الحَسَنَةَ والعَافِيَةَ مِنْ كُلِّ بَلِيَّةٍ والسَّلاَمَةَ مِنْ كلِّ إِثْمٍ والغَنِيْمَةَ مِنْ كل بِرٍّ والفَوْزَ بِالجَنَّةِ والنَّجَاةَ مِنَ النَّارِ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ رَبَّنا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الاخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُ بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ