Ilustrasi setelah ramadan dan idul fitri
Ilustrasi setelah ramadan dan idul fitri

Ramadhan telah pergi meninggalkan kita dengan segala keistimewaan dan keutamaannya. Demikian juga dengan Hari Raya ‘Idul Fitri telah berlalu dengan kegembiraan dan keceriaan yang mengharu biru.  Kini, seperti hari- hari biasa kita melanjutkan perjalanan hidup dan tak pernah tahu apakah hari yang akan dilewati panjang atau pendek.  Tidak ada kepastian tentang hal itu. Tapi hidup adalah sebuah perjalanan seperti yang disabdakan Nabi Muhamad SAW.:  

وأخبَرَ صلَّى اللهُ عليه وسلَّم أنَّ كلَّ النَّاسِ يَغْدُو فَبايِعٌ نَفْسَه؛ فَمُعْتِقُها أَوْ مُوبِقُها

“Setiap hari semua manusia melanjutkan perjalan hidupnya keluar mempertaruhkan dirinya. Ada yang membebaskan dirinya, ada pula yang mencelakakannya”.(Hadist riwayat imam Muslim)

Lantas ke mana kita akan pergi? Kita akan pergi menuju satu titik yang namanya kematian.  Jalan kehidupan mana yang akan ditempuh? Apakah jalan menuju kebahagiaan yang abadi sesuai dengan tujuan hidup yang diajarkan agama, atau jalan menuju kesengsaraan yang mungkin juga abadi. 

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adapun tujuan hidup yang diajarkan oleh agama adalah sesuai dengan apa yang sudah jelas diperintahkan agama dalam al-Quran.

Tujuan hidup berdasar al-Quran:

Menyembah kepada Allah

Allah memerintahkan kepada hambanya untuk beribadah kepadaNya. Dalam al-Quran surat adz-Dzariyat ayat 56, Allah berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ

“Tidaklah Aku ciptakan manusia dan jin kecuali hanya untuk menyembah kepadaKu”. (Q.S. adz-Dzariyat: 56)

Ibadah berarti penghambaan diri kepada Allah, yang pada dasarnya meliputi seluruh aktivitas manusia baik lahir maupun batin, individual maupun sosial.

Ibadah individul (mahdlah) berkaitan dengan hubungan manusia dengan Tuhan seperti shalat, zakat, puasa, membaca al-Quran, istighosah, zikir, i’tikaf dan ritus-ritus personal lainnya  yang semuanya mengajarkan makna kehadiran Tuhan dalam hati, pikiran, dan segala tindakan manusia. Inilah makna paling esensial dari seluruh ibadah kepada Tuhan.

Ibadah sosial (ghoiru mahdlah) ialah ibadah yang secara tidak langsung berhubungan dengan Tuhan. Ibadah ini terkait dengan hubungan manusia dengan manusia (kemuamalatan) serta lingkungan.

Peran sebagai Khalifah

Manusia sebagai khalifah di muka bumi dan setiap manusia adalah pemimpin bagi dirinya sendiri. Khalifah dalam pengertian bahwa manusia bertanggungjawab menjaga keberlangsungan hidup dan alam sekitarnya. Sebagai makhluk yang dikaruniai akal, manusia mempunyai kewajiban untuk mengola sumber daya alam sekaligus menjaga kelestariannya. Manusia juga berkewajiban menjaga dirinya sendiri dari perbuatan yang tidak baik karena setiap perbuatan di dunia akan dimintai pertanggungjawabannya kelak.

 وَاِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اِنِّيْ جَاعِلٌ فِى الْاَرْضِ خَلِيْفَةً ۗ قَالُوْٓا اَتَجْعَلُ فِيْهَا مَنْ يُّفْسِدُ فِيْهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاۤءَۚ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۗ قَالَ اِنِّيْٓ اَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُوْنَ

“(Ingatlah) ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat, “Aku hendak menjadikan khalifah) di bumi.” Mereka berkata, “Apakah Engkau hendak menjadikan orang yang merusak dan menumpahkan darah di sana, sedangkan kami bertasbih memuji-Mu dan menyucikan nama-Mu?” Dia berfirman, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.”.(Q.S. Al-Baqarah: 30).

Meneruskan Ajaran Islam

Selain menyembah, beribadah, dan menjalankan tugasnya sebagai khalifah, manusia juga berkewajiban menuntut ilmu dan mengamalkan serta meneruskan kepada generasi selanjutnya agar agama Islam tetap terjaga. Sejalan dengan tujuan pendidikan Islam yang menyebutkan bahwa ilmu pendidikan Islam bukan hanya ilmu yang diajarkan untuk melaksanakan ibadah kepada Allah SWT, akan tetapi juga untuk menuntun perilaku manusia dan menunjukkan perbuatan amar ma’ruf nahi mungkar. Sebagaimana yang difirmankan Allah dalam surat Ali Imran ayat 104 yang berbunyi:

وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ

“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar.111) Mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (Q.S. Ali Imran : 104)

Rabi’ah al-Adawiyah, seorang sufi agung menggambarkan tujuan perjalanan hidu manusia dalam sebuah dialog:

Dari mana engkau datang?

Aku datang dari dunia yang lain.

Ke manakah engkau hendak pergi?

Aku hendak pergi ke dunia lain.

Jika demikian, apa yang hendak kau lakukan di dunia ini?

Aku hendak memanfaatkannya.

Bagaimana cara memanfaatkannya?

Aku akan bekerja dan beramal demi kehidupan abadi di akherat kelak.

Manusia diberi kebebasan untuk memilih kedua jalan tersebut. Allah memberikan mata, telinga, akal, dan hati yang mempunyai makna ganda. Mata adalah alat untuk melihat segala hal, tetapi ia juga bisa digunakan untuk melihat tanda-tanda alam. Telinga di samping untuk mendengar, ia juga menyimpan apa saja yang didengarnya. Akal berfungsi untuk menerima informasi dari indera yang lain lalu mengolahnya dan menyimpulkan.  

Allah juga menganugerahkan fasilitas hidup untuk kehidupan manusia, dengan diciptakannya langit dan bumi beserta isinya. Tuhan berharap seluruh anugerah tersebut digunakan untuk kebaikan manusia. Akan tetapi banyak yang lalai, mereka menggunakan anugerah itu untuk merugikan dirinya sendiri. Allah berfirman dalam al-Quran surat al-A’raf ayat 179:

وَلَقَدْ ذَرَأْنَا لِجَهَنَّمَ كَثِيْرًا مِّنَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِۖ لَهُمْ قُلُوْبٌ لَّا يَفْقَهُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اَعْيُنٌ لَّا يُبْصِرُوْنَ بِهَاۖ وَلَهُمْ اٰذَانٌ لَّا يَسْمَعُوْنَ بِهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ كَالْاَنْعَامِ بَلْ هُمْ اَضَلُّ ۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْغٰفِلُوْنَ

Dan sungguh, Kami benar-benar telah menciptakan banyak dari kalangan jin dan manusia untuk (masuk neraka) Jahanam (karena kesesatan mereka). Mereka memiliki hati yang tidak mereka pergunakan untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan memiliki mata yang tidak mereka pergunakan untuk melihat (ayat-ayat Allah), serta memiliki telinga yang tidak mereka pergunakan untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” (Q.S. Al-A’raf : 179)


Ditulis oleh Ahmad Farid Hasan S.H.I., Lembaga kajian strategis keislaman dan kebangsaan PC IKAPETE Gresik.