sumber foto: https://www.google.com/search?q=foto+para+perempuan+jilbab+keren

Oleh: Rif’atuz Zuhro

Sebaris pertanyan ‘Perempuan, Mahluk atau Benda Mati?’ cukup provokatif untuk sebagian orang yang sensitif dan bias gender. Melihat realita yang marak terjadi di lingkungan sekitar  bahwasanya ada beberapa tipe visual perempuan yang menunjukkan sifat keperempuanannya, dari  yang berkerudung sampai yang tidak berkerudung. Dari yang memakai baju longgar sampai yang memakai baju ketat, dari yang biasa sampai yang luar biasa. Tentunya itu menurut persepsi dari masing-masing individu. Tidak jauh berbeda dengan perempuan, laki-laki pun juga banyak yang berekspresi dan bereksperimen tentang eksplorasi visual jati dirinya.

Jika membaca fenomena saat ini seni visual baik laki-laki maupun perempuan tentunya mempunyai makna yang berbeda bagi kebanyakan masyarakat sekitar.  Misal, perempuan berpakaian minim dan seksi jika berada di tengah masyarakat pedesaan tentu akan menjadi bahan perbincangan dan bahkan masyarakat memberikan lebel yang negatif terhadap perempuan tersebut, terlepas itu benar dan tidaknya lebel tersebut. Jika ditarik pada kebiasaan perempuan yang berdomisili di kota, tentu pelebelan negatif tersebut tidak sekuat dengan yang dilebelkan oleh masyarakat pedesaan. Mungkin salah satu faktor perbedaannya adalah interaksi sosialnya berbeda, yang mengakar dan menjadi hukum premordial. Secara normatif, memang tidak ada larangan setiap individu, baik laki-laki maupun perempuan untuk menunjukkan identitas dirinya.

Maraknya kasus perkosaan, pelecehan seksual, dll  sering kali penyebab permasalahan tersebut  dibebankan terhadap perempuan yang berpakaian minim dan seksi. Padahal terlepas dari pada itu, ada juga perempuan yang berpakaian sopan, berkerudung, bahkan perempuan bercadar pun juga menjadi korban pemerkosaan atau pelecehan seksual.

Sejatinya, hasrat seksual itu muncul bukan karena terbuka dan tertutupnya bagian-bagian tubuh. Tetapi lebih terhadap mindset atau pikiran dari “pelaku” dan “korban”. Jika mindset seseorang itu sudah terpenuhi dengan pornografi dan pornoaksi maka ketika ada kesempatan untuk memanifestasikan apa yang ada dalam pikirannya, maka tidak akan membuang kesempatan tersebut. Ketika perempuan hanya dijadikan sebagai objek untuk menyalurkan hasrat seksualitas maka secara tidak langsung sudah membunuh hak hidup bagi perempuan.  Sebab yang namanya hidup dia mempunyai hak untuk memilih kehidupan yang lebih baik, bukan hanya sebagai barang yang bisa dinikmati, Sebab masih banyak cara yang lebih humanis untuk sama-sama saling memanusiakan manusia.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Bahwa memanusikan manusia harus dimulai dengan bagaimana kita memaknai manusia itu sendiri. Kenapa manusia diciptakan? Untuk apa manusia diciptakan di muka bumi? Tentu penciptaan manusia mempunyai alasan yang dalam tidak hanya sekadar lahir kemudian mati.

Fungsi Islam dan Al Quran diturunkan antara lain adalah untuk membebaskan manusia dari kezaliman dan ketidakadilan. Al Quran  mengakui  adanya  perbedaan  (distinction)  antara  laki-laki  dan  perempuan, tetapi  perbedaan  tersebut  tidak  menimbulkan  pembedaan  (discrimination)  antara  satu  dengan yang  lain,  sehingga  menguntungkan  salah  satu  pihak.  Perbedaan  tersebut  dimaksudkan  untuk mendukung terciptanya visi pokok  Al Quran  (antara lain) yaitu terciptanya penempatan posisi manusia  yang  tepat dalam  kehidupan   mereka,  baik  dalam  konteks  sebagai  hamba, khalifah, keluarga, sosial maupun dalam konteks lain.

Pertama, posisi laki-laki dan perempuan sebagai hamba. Salah satu tujuan penciptaan manusia adalah untuk mengabdi dan menyembah kepada  Allah,  sesuai  firmanNya  dalam  QS. Al-Dzariyat:  56, terjemahnya: “Hai  manusia,  sesungguhnya  kami  menciptakan  kamu  dari  seorang  laki-laki  dan  seorang perempuan  dan  menjadikan  kamu  berbangsa-bangsa  dan  bersuku-suku supaya  kamu  saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”

Kedua, peluang perempuan dalam meraih prestasi kerja Allah berfirman dalam QS. Al-Nisa: 32. Terjemahnya: “Dan  janganlah  kamu  iri  hati  terhadap  apa  yang  dikaruniakan  Allah  kepada  sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang  mereka  usahakan,  dan  mohonlah  kepada  Allah  sebagian  dari  karuniaNya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.”

Ketiga, posisi perempuan dalam kancah politik (perempuan). Ayat yang secara tekstual menyatakan laki-laki adalah pemimpin atas perempuan yakni QS. Al-Nisa: 34 : Terjemahnya: “Kaum  laki-laki  itu  adalah  pemimpin  bagi  kaum  wanita.  Oleh  karena  Allah  telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.  Sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri. Ketika suaminya tidak ada, oleh  karena  Allah  telah  memelihara  (mereka).  Wanita-wanita  yang  kamu  khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika mereka mentaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.”

Keempat, posisi pria dan wanita dalam pendidikan. Perintah  untuk  membaca  “iqra” sebagai wahyu pertama merupakan  bukti sejarah bahwa menuntut ilmu pengetahuan melalui  aktivitas  membaca  merupakan  pintu gerbang  pembebasan  kebodohan  dan  keterbelakangan  seseorang baik secara perorangan maupun kolektif. Perintah menuntut ilmu pengetahuan tidak hanya ditujukan kepada kaum laki-laki tetapi juga kaum perempuan. Hal ini disebabkan karena memperoleh ilmu merupakan hak asasi setiap manusia.  Al Quran  banyak memberikan pujian kepada laki-laki dan perempuan yang memiliki prestasi dan kompetisi dalam ilmu pengetahuan di antaranya dalam QS. Al-Mujadalah:11. Guna mendukung esensi kandungan ayat pendidikan tersebut Rasulullah telah bersabda dalam hadisnya yang sangat popular. Terjemahnya: “Mencari  ilmu  pengetahuan  adalah  wajib  hukumnya  atas  muslim  laki-laki  dan perempuan.”

Hadis  ini  secara  tekstual  menunjukkan  bahwa  pendidikan  merupakan  hak  bagi  setiap orang baik laki-laki maupun perempuan. Apalagi jika pendidikan itu dikaitkan salah satu tugas pokok kaum ibu, adalah sebagai pendidik anak dalam kandungan.

Artinya dalam kehidupan ini Tuhan tentu tidak menyia-nyiakan penciptaan manusia khususnya perempuan. Tentu sebagai ciptaanNya, Tuhan juga telah memberikan potensi terhadap makhluknya dan melebihkan atas yang lain. Oleh karena itu sebelum memberi lebel negatif peran perempuan, tidak ada salahnya terlebih dahulu mempelajari tentang dalil-dalil keagamaan tentang hakikat manusia.


Penulis aktif dalam kepengurusan PMII Jombang