Manisan yang semarak di saat Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Mesir. (Foto: egyls.com)

Oleh: Hasna Zakiyah Amany*

Siapa yang tak kenal dengan negara yang memiliki Piramida dan Spink, negara yang digambarkan sebagai daerah kering dan gurun yang membentang itu ternyata memiliki banyak tradisi unik. Berbicara mengenai keunikan-keunikan yang ada di Mesir pasti tidak akan ada habisnya. Setiap kali memasuki bulan Rabiul Awal misalnya, Mesir tampak begitu manis dengan adanya halawah (kue manisan kering/permen gula tradisional) yang dijajakan dipinggir-pinggir jalan dan memenuhi etalase-etalase toko.

Masyarakat Mesir memiliki tradisi yang telah ada sejak berabad-abad lamanya dalam merayakan Maulid Nabi. Mereka akan saling memberikan hadiah berupa beraneka ragam manisan ataupun permen gula tradisional yang dibuat dalam berbagai bentuk boneka. Manisan-manisan ini merupakan sajian rutin warga Mesir dalam perayaan Maulid Nabi.

Halawah dan Boneka Maulid

Tradisi berbagi halawah sebenarnya sudah ada sejak zaman Dinasti Fatimiyah. Sebelumnya perayaan Maulid Nabi hanya sebatas membaca ayat-ayat suci Al Quran. Namun sejak era Fatimiyah inilah setiap kali memasuki Bulan Rabiul Awal jalan-jalan akan dihias, manisan dan permen-permen khusus dibuat dan tenda-tenda didirikan untuk menyambut para Sufi yang berdatangan ke kota Kairo untuk merayakan Maulid Nabi.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Adapun asal usul boneka Maulid  yang berbentuk pengantin pria dan wanita sendiri masih banyak diperdebatkan. Namun, sebagian besar masyarakat Mesir percaya dalam satu perayaan Maulid tersebut Ba’amr Ullah, penguasa Fatimiyah saat itu, pergi ke kota bersama salah satu istrinya. Ia berpakaian layaknya prajurit yang menunggangi seekor kuda. Sedangkan sang Istri mengenakan gaun putih glamor dengan mahkota di kepalanya layaknya seorang pengantin. Karena melihat keindahan dari Ba’amr Ullah dan istrinya inilah akhirnya sang pembuat permen menggambarkannya dalam bentuk boneka permen Arouset el-Maulid.

Permen Maulid ini terbuat dari kacang tanah, wijen, serta kacang almond yang dicampur dengan gula. Sedangkan untuk boneka gula, dibuat dengan cara menuangkan larutan gula ke dalam cetakan khusus dan kemudian melapisinya dengan lapisan gula kurang lebih setebal lima sentimeter, kemudian menghiasinya dengan warna-warna cerah. Seiring berjalannya waktu tradisi tersebut terus berkembang. Para pembuat permen telah berinovasi dengan berbagai macam warna dan bentuk boneka.

Haflah Maulid                                                                                                   

Di setiap bulan Maulid memang banyak acara yang digelar khusus untuk memeriahkan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, mulai dari pawai sufi, teater sufi, hingga halakah ilmiah bersama Syaikh-syaikh Azhar. Acara tersebut digelar sejak awal bulan Rabi’ul Awal hingga akhir bulan Rabi’ul Awal dengan pelaksanaanya puncaknya pada Jumat, (01/12/2017) lalu atau bertepatan dengan 12 Rabiul Awal.

Banyak orang berpakaian ala Sufi lalu lalang di kawasan makam Sayidina Husein yang lokasinya berdekatan dengan Masjid al Azhar, ribuan orang dari berbagai daerah di Mesir ini tumpah ruah di sekitaran makam Sayidina Husein. Kebanyakan dari mereka memang pengikut tarekat-tarekat Sufi yang ada di Mesir. Mereka rela datang dari luar kota Kairo semata-mata hanya ingin melihat pawai dan merayakan puncak Maulid Nabi. Selama pawai berlangsung para peserta tak henti-hentinya mengucapkan shalawat dan salam atas Nabi SAW sambil sesekali menarikan tarian-tarian sufi.

Tak mau kalah dengan kaum Sufi, para Masyayikh al Azhar pun turut membuat acara peringatan Maulid Nabi di tempat yang berbeda-beda pula. Seperti acara yang diadakan oleh Syaikh Ali Jum’ah di Masjid Fadhil Hay Mutamayyiz, Sitta October, Kairo pada Kamis, (30/11/2017) lalu. Meskipun peringatan kali ini Syaikh Ali Jum’ah berhalangan hadir dalam acara tersebut, namun ratusan orang baik dari kalangan mahasiswa al Azhar maupun masyarakat sekitar terlihat antusias menghadiri haflah Maulid Nabi itu.

Bahkan turut hadir dalam acara itu, Syaikh Amru Wardani yang merupakan salah satu murid Syaikh Ali Jum’ah. Agenda rutin setiap tahun ini, dimulai sejak bakda Ashar dengan lantunan ayat-ayat Al Quran, pembacaan maulid barzanji, dan diakhiri dengan mauidzah dan doa. Di tempat lain, Syaikh Mahmud Said Mamduh juga menggelar acara Majlis Maulid Nabi akbar di kediamannya di kawasan Tabbah, Nasr City, Kairo. Tidak hanya di Kairo, semarak perayaan Maulid Nabi juga terlihat di Alexandria. Maulana Syekh Abdussalam Ali Muhammad Shita misalnya, yang mengadakan acara perayaan Maulid Nabi dan buka bersama di Masjid Amru Ibn Ash, Asofroh, Alexandria.

Terlepas dari pendapat pihak-pihak yang menentang adanya Maulid, ada baiknya kita fokuskan spirit positif adanya Maulid Nabi. Fakta historis telah mencatat adanya Maulid dapat menjadi pelecut semangat tentara perang Salib dalam memperjuangkan Islam. Baik dalil Al Quran maupun Hadis secara tersirat juga tidak menentang adanya perayaan Maulid. Spirit perjuangan tentara Salib saat awal diadakannya Maulid Nabi harusnya dapat selalu digelorakan meskipun saat ini memperjuangkan Islam tidak harus dengan berperang dan angkat senjata. Namun, semangat perjuangan itu dapat kita terapkan dalam berjuang memberantas kemiskinan, terorisme, maupun korupsi.

Dar el Ifta (Majlis Mufti) Mesir juga telah mengeluarkan Fatwa jika apa yang dilakukan oleh mereka yang merayakan Maulid Nabi di beberapa tempat di Mesir boleh secara hukum syariat, karena sejak abad keempat hijriah ulama telah bersepakat akan legalitas perayaan Maulid Nabi seperti memebaca Al Quran, membagikan makanan dan melantukan pujian-pujian terhadap Nabi Muhammad SAW. Namun, peringatan itu tentunya tidak bertentangan dengan syariat dan tidak diisi dengan kemungkaran dan kemaksiatan.


*Mahasiswi Universitas al Azhar Kairo Mesir dan alumnus Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah Tebuireng