Kemunculan beliau sebagai menteri agama menggantikan Suryadarma Ali terbilang awal dimana lebih dikenal oleh publik indonesia sebagai menteri agama yang sepak terjang dan pemikirannya layak untuk diteladani. Siapakah sosok yang dianggap sebagai representasi kaum muda NU yang cerdas, modern , berpemikiran terbuka, bersih dan bersahaja ini?
Masa Sekolah
Pria yang lahir di Jakarta 25 nopember 52 tahun lalu ini adalah putra dari mantan menteri agama periode 1962- 1967, KH Saifuddin Zuhri. Pria ini adalah bungsu dari sepuluh bersaudara. Sewaktu beliau kecil, saudara – saudaranya kerap memanggilnya Luki. Setelah bersekolah di MI Manaratul Ulum Jakarta, pada tingkat SMP dan SMA beliau tempuh dengan mondok di pondok pesantren Gontor lalu memutuskan melanjutkan kuliah di Universitas Islam As- Syafiiyah, Jakarta. Awal ketertarikannya dengan pesantren adalah ketika ayahnya menceritakan betapa hebatnya orang pesantren. Baginya, pendidikan pesantren memang luar biasa karena membekali santrinya dengan ilmu hidup . Mengajari mereka berinteraksi dengan berbagai budaya dan dan bahkan belajar tentang perbedaaan. Yang menarik lagi, berdasarkan penuturan bu nyai Farida, Lukman kecil memang sering kali menjadi penegah ketika ada saudara- saudaranya yang kadang kala berselisih paham. “Begitu saja diributin, mbok ya salah satunya mengalah. Apa tidak bisa dirundingkan?”, kata Lukman kecil seperti yang disampaikan bu nyai Farida.
Di rumah sang ayah terdapat perpustakaan yang memuat banyak sekali buku – buku agama. Di antara kakak – kakak beliau tidak ada yang mempelajari ilmu agama secara mendalam dan meneruskan apa yang telah ditempuh sang ayah, walaupun memang ada juga beberapa kakaknya yang sempat mondok dan aktif di berbagai organisasi keagamaan. Berdasarkan penuturan sang kakak, bu nyai Farida, Lukman Hakim Saifuddin pada titik ini mulai merasa bahwa kog tidak ada yang membaca buku – buku agama ayah. Kakak- kakaknya juga tidak ada yang meneruskan apa yang telah dirintis ayahnya. Setelah selesai menempuh jenjang pendidikan tingkat SMP dan SMA, beliau sempat ditawari untuk kuliah di luar negeri dengan pertimbangan agar mempunyai pengalaman yang lebih luas lagi. Maklum, selama ini beliau banyak menempuh pendidikan di dalam negeri. Akan tetapi beliau mempunyai pendapat yang berbeda. Beliau berkeyakinan bahwa kualitas pendidikan di dalam negeri tidak kalah dengan kualitas pendidikan di dalam negeri. Baginya, tidak ada jaminan bahwa mahasiswa yang menempuh pendidikan di luar negeri sudah pasti menjadi orang yang sukses ketika lulus. Beliau meyakinkan bahwa dengan menempuh pendidikan di dalam negeri juga bisa sukses dan berhasil.
Memang tidak secara implisit Lukman Hakim Saifudin dari masa sekolah menyatakan bahwa ia mempunyai cita- cita untuk meneruskan perjuangan sang ayah menjadi menteri agama, tetapi beliau mempunyai keinginan untuk mempelajari ilmu agama. Sebagai buktinya, beliau memutuskan untuk mondok dan juga melanjutkan kuliah strata satu di Universitas Islam As- Syafiiyah, jakarta.
Kehidupan dan pendidikan dalam keluarga
Sejak kecil di dalam keluarga KH.Saifuddin Zuhri, sang ayah, sudah diajarkan untuk bertanggung jawab. Setiap anak mempunyai tugas masing- masing yang juga di sesuaikan dengan umurnya, tanpa membedakan antara satu dengan yang lain. Sebagai contoh, setiap anak bertanggung jawab dengan kebersihan kamarnya masing- masing, selain itu ada juga jadwal untuk membersihkan ruangan. Masing – masing anak mempunyai jadwal untuk membersihkan satu ruangan di rumah selain kamar mereka masing- masing. Selain itu ada juga anak yang mendapatkan bagian yang mengatur menu, membersihkan alat- alat makan setelah makan bersama, menata meja makan, dan lain sebagainya. Di dalam keluarga, ritual makan bersama menjadi hal yang wajib bagi semua anggota keluarga. Bahkan berdasarkan wawancara tim Majalah Tebuireng, Bu nyai Farida bercerita bahwa siapa pun dalam anggota keluarga yang tidak bisa mengikuti acara makan bersama, harus izin terlebih dahulu. Dalam kegiatan ini juga menjadi ajang sharing antar anggota keluarga. Masing- masing anggota keluarga bercerita tentang apa yang dilakukannya dari bangun tidur samapai saat makan bersama tersebut. Istri dari KH.Sholahudin Wahid pengasuh pondok pesantren Tebuireng ini , juga mengatakan bahwa setelah menjadi dewasa, kami sebagai anak baru sadar bahwa ternyata pada saat sharing ketika makan bersama, secara tidak langsung sedang mengajarkan kita bagaimana belajar menjadi pendengar yang baik dan menghargai pendapat orang lain. Dalam kehidupan keluarga pun sudah terbiasa hidup tertib dan menjaga kebersihan. Bu nyai Farida juga menambahkan bahwa sejak kecil kami sudah diajarkan untuk bertanggung jawab, ikhlas dan mengerjakan pekerjaan apapun harus sampai tuntas.
Percuma mengerjakan apapun kalau tidak ikhlas tidak akan ada gunanya. Pekerjaan itu Tuhan yang mengatur, jangan terlalu di uber- uber. Cara dalam penyampaian pendidikan di dalam keluarga ini tidak dengan perintah secara lisan, akan tetapi dengan memberikan contoh atau suri tauladan. Setiap anak baik laki- laki maupun perempuan diwajibkan mampu menyetir mobil. Menariknya adalah sebelum belajar menyetir mobil, setiap anak harus mampu melakukan perawatan mobil seperti: mengganti ban, mengecek air aki dan air radiator, mengganti oli, dan sebagainya. Sang pengajar untuk mengemudikan mobil adalah sang ayah sendiri. Hal ini menimbulkan pertanyaan di benak para anak- anaknya terutama bagi anak perempuan.Ternyata tujuan adanya kewajiban untuk mampu menyetir mobil bagi perempuan adalah sewaktu- waktu bila menghadapi keadaan darurat , mereka mampu mengendarai mobil dengan baik.”Kalian tidak punya mobil sekarang tidak apa- apa yang penting sekarang bisa menyetir dahulu, tapi saya doakan kalian semua nanti mempunyai mobil”, kata bu nyai Farida mengingat apa yang disampaikan sang ayah, KH Saifuddin Zuhri. Selain di sekolah formal, dalam keluarga ini semua anak diwajibkan mengikuti sekolah diniyah dengan pertimbangan sang ayah bahwa suatu saat ilmu ini akan berguna bagi anak- anaknya kelak. Setelah salat magrib, ada acara diskusi bersama di mana sang ayah juga mengajarkan nilai- nilai agama dan pesan yang berguna bagi anak- anaknya. Secara implisit memang tidak ada pesan khusus dari sang ayah untuk anaknya yang paling bungsu ini untuk meneruskan perjuangan beliau menjadi menteri agama, namun beliau hanya berpesan jadilah orang yang berguna.
Karir dan Organisasi
Beliau terpilih menjadi anggota DPR RI tiga kali berturut- turut yaitu anggota DPR RI pada periode 2004-2009, 1999-2004, dan 1997 – 1999. Beliau juga pernah menjabat sebagai Project Manager Helen Keller International, Jakarta, 1995-1997 dalam program The Irian Jaya Community Eye Care Project.
Tokoh NU ini juga menjabat sebagai Wakil Sekretaris Pimpinan Pusat Lembaga Kemaslahatan Keluarga NU (LKKNU) tahun 1985–1988. Selanjutnya pada tahun 1988-1999 beliau berkiprah di Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU sebagai Wakil Sekretaris, Kepala Bidang Administrasi Umum, Koordinator Program Kajian dan Penelitian, Koordinator Program Pendidikan dan Pelatihan, hingga menjadi ketua badan pengurus periode 1996–1999.
Sejak muda pria murah senyum ini dikenal sangat berprestasi dan sangat aktif dalam berbagai organisasi. Sang kakak, bu nyai Farida menuturkan bahwa adiknya yang paling bungsu ini aktif di LAKPESDAM (Lajnah Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia). Beliau sempat menjadi trainer. Kemampuannya dalam bidang training diturunkan dari sang kakak , Adip yang selain sebagai trainer juga seorang dokter. Terkadang juga beliau sebagai trainer bertemu dalam suatu acara dimana bu nyai Farida juga mengadakan latihan seperti di muslimat.
Menolak Tawaran Menjadi Menteri Agama Untuk Kedua Kalinya
Pasca mundurnya Suryadarma Ali, presiden Susilo Bambang Yudhoyono menunjuk penggantinya yaitu Lukman Hakim Saifudin. Tidak banyak yang mengetahi bahwa ternyata sebelum beliau menerima menjadi menteri agama menggantikan Suryadarma Ali, ternyata beliau sempat ditawari dua kali sebelumnya. Namun karena dianggap keadaan sudah mendesak dan ini merupakan amanah yang harus diembannya, maka beliau menerima tawaran tersebut. Sebelum menjadi menteri, beliau mencalonkan menjadi anggota DPR pariode 2014-2019. Presiden Sby pun juga mempersilahkannya untuk mengundurkan diri sebagai menteri dan memilih untuk dilantik menjadi anggota DPR. Perlu diketahui bahwa memang ada beberapa menteri di kabinet presiden SBY yang mengundurkan diri karena ingin menjadi anggota DPR. Sekedar informasi bahwa masa jabatan sebagai menteri tinggal beberapa bulan lagi akan berakhir. Namun Lukman Hakim Saifudin menolak, beliau lebih memikirkan dan memfokuskan diri mengurus segala persiapan menuju musim haji tahun ini.
Pada awal beliau memutuskan menjadi menteri, anak beliau yang masih bersekolah di SMA sempat menentang beliau saat memutuskan untuk menerima jabatan sebagai menteri karena dianggapnya bahwa setiap orang setelah menjadi menteri akan masuk penjara. Namun beliau menjelaskan dalam rapat keluarga yang dihadiri oleh beliau, sang istri beserta anak- anaknya bahwa ini adalah mandat dan meminta segenap anggota keluarga untuk berdoa agar tugasnya beliau terlaksana dengan baik. Beliau juga berpesan bahwa ketika menjabat sebagai menteri nantinya beliau mengharapkan keikhlasan seluruh anggota keluarga karena waktu untuk bersama mereka akan berkurang. Walaupun sekarang menjadi seorang menteri agama di negeri yang umat muslimnya paling banyak di dunia ini, sosok Lukman Hakim Saifudin diakui oleh sang kakak, bu nyai Farida, tetap tidak ada yang berubah. Menteri agama ini juga tetap menjalin komunikasi dengan sangat intens dengan keluarga kecilnya maupun dengan saudara- saudaranya.
Inisiator Dialog Antar Umat Beragama
Menteri agama ini menyelenggarakan acara ramah tamah bersama organisasi- organisasi yang bergerak dalam kerukunan antar umat beragama, HAM dan sejumlah perwakilan minoritas seperti ahmadiyah, syiah, sunda wiwitan, parmalin dan sebagainya. Jamuan buka bersama ini diadakan agar sang bisa mendengarkan aspirasi mereka secara langsung. Ada juga wakil dari KONTRAS, SETARA Institute, Wahid Institute, DIAN Institute dan sebagainya. Turut hadir juga dalam acara ini wakil menteri agama, Nassarudin Umar. Seperti yang dikutip dari salah satu media online beliau mengatakan bahwa, “Saya bisa mendengar langsung komunitas beragama yang selama ini sejauh yang saya ikuti di media massa, kelompok ini perlu lebih didengar oleh negara.
Sebagai menag, Lukman pun mengaku ingin meneruskan perjuangan ayahnya dalam menjaga religiusitas dan kerukunan bangsa. Sebagai anak menteri, ia ingin memelihara dan menjaga apa yang terlah di rintis oleh ayahnya ” jika memungkinkan akan mengembangkannya sesuai zaman yang ada.
Ia memandang bahwa menjadi menteri agama merupakan kehormatan sekaligus amanah yang penuh tantangan . menag mengaku bersyukur karena sempat menempuh pendidikan di pesantren . Amanah presiden untuk menjadikan dirinya sebagai menteri agama adalah kepercayaan yang luar biasa berat da tanggung jawab itu lebih berat manakala dirinya hanya pumya waktu selama 4 bulan.
Peduli dengan Agama- Agama di Luar Agama Mayoritas
Setelah pelantikannya sebagai menteri agama, pria yang pernah duduk di Komisi VIII yang membidangi masalah agama ini, termasuk menteri yang sangat concern dengan masih adanya diskriminasi terhadap kaum minoritas di negeri ini. Menurut pandangannya, Indonesia memang mengakui adanya enam agama, tapi pada kenyataannya, warga Indonesia memiliki keyakinan di luar agama keenam agama tersebut. Seperti contohnya Baha`i dan Taoisme. Pemerintah, lanjutnya, juga perlu melindungi warganya. Negara juga perlu legalitas apakah ini agama atau hanya sekumpulan orang atau paguyuban saja.Ini bertujuan untuk mencari jalan keluar agar tidak ada diskriminasi lagi. Penganut agam di luar agama- agama yang diakui negara, akan tetap dibiarkan keberadaannya asalkan tidak melanggar UU Nomor 1/PNPS/1965 yang menyangkut penyalahgunaan dan atau penodaan agama. Baginya esensi semua agama itu bertemu dalam satu titik yakni memanusiakan manusia. Dia menegaskan bahwa semua pemeluk agama dijamin oleh konstitusi, tidak boleh adanya pemaksaan. (dw/MT)
SUMBER
Wawancara dengan bu nyai Farida pada tanggal 10 oktober 2014 jam 09:10 di dalem kasepuhan pondok pesantren Tebuireng Jombang dengan penulis.
Dewi Indasyah
Anggota Sanggar Kepoedang, Komunitas Penulis Muda Tebuireng
*Artikel ini pernah dimuat di Majalah Tebuireng edisi 35/November-Desember 2014, dimuat kembali untuk kepentingan pendidikan.