KH. Salahuddin Wahid hadir dalam acara Rapat Pimpinan Nasional Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Semarang, Jumat (23/2). (Foto: Amin Zein)

Tebuireng.online- Pengasuh Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang, Jawa Timur, KH. Salahuddin Wahid (Gus Sholah) menyebutkan kunci kesuksesan dakwah Islam masa lalu di Indonesia adalah keahlian para mubalig dalam menggunakan kebudayaan medium-medium lokal seperti gurindam di budaya Melayu dan wayang di Jawa.

Pernyataan ini disampaikannya saat Rapat Pimpinan Nasional Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) di Semarang, Jawa Tengah.

“Para mubalig zaman dulu menyampaikan dakwah dengan baik, dengan cara yang jitu. Bahasa Melayu juga ikut menyebarkan Islam. Kalau kita baca pembukaan undang-undang dasar 1945 maka kita akan terasa sangat kental nuansa Islamnya,” katanya, Jumat (23/2).

Dikatakannya, para dai atau mubalig ini datang tanpa kekuatan militer, politik, dan uang. Mereka datang ke nusantara betul-betul sebagai mubalig. Paling banter mereka pedagang. Berkeluarga dengan wanita setempat (pribumi).

Dakwah model ini berjalan dengan cepat. Dalam ukuran sejarah, 250-300 tahun adalah waktu yang cepat. Dalam kurun waktu itu, para mubalig bisa mengislamkan nusantara sekalian para pemimpinnya. Dan bertahan hingga kini. Sudah berabad-abad yang lalu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

“Dibandingkan kejayaan Islam di Eropa yang hanya bertahan sekitar 700 tahun, disini lebih baik. Jadi kesimpulannya pendekatan budaya lebih jitu dan bertahan lama dalam syiar Islam. Mereka (mubalig) lah yang memulai pendidikan Islam di Indonesia,” cerita cucu KH. Hasyim Asyari.

Sebenarnya sebelum kedatangan Islam, agama Budha-Hindu lebih dulu hadir di Indonesia, hanya saja kini tidak banyak sisanya lagi. Pendidikan Islam di nusantara diperkirakan sudah berusia seribuan tahun. Sedangkan pendidikan Kristen mulai tahun 1840 hingga kini.

Hasil dari pendidikan ini muncul lah kerajaan Islam yang cukup banyak. Kerajaan Islam ini memperlakukan hukum Islam tapi bukan pada hal jinayah. Sayangnya kerajaan ini tidak bisa akur sehingga mudah diadu domba sama penjajah. Akhirnya umat Islam di jajah ramai-ramai oleh Belanda, Inggris, dan Portugal.

“Baru lah setelah banyak pemuda yang belajar ke luar pulau, ke Mesir, Belanda, Mekkah dan mereka merasa penderitaan sebagai warga negara yang dijajah. Inilah awal perlawanan kepada penjajah. Timbul rasa persaudaraan dan berjuang bersama,” ujar Gus Sholah.

Pewarta: Syarif Abdurrahman
Publisher: RZ