KH. Musta’in Syafi’ie (Pakar Tafsir Al Quran Pesantren Tebuireng)

Ini kali yang ke-11 khutbah tentang “Life Begins at Forty” bahwa kehidupan itu dimulai dari usia 40 tahun. Satu-satunya umur yang disebut di dalam Al Quran dengan 6 konsep. Apa yang harus dilakukan oleh seorang muslim yang sudah melewati usia 40 tahun? Khutbah kali ini sudah sampai pada Wa an a’mala sholihan tardhohu, amal saleh antara berbuat baik yang diridhoi Allah. Beberapa figur telah kami sampaikan dan kini adalah tokoh kita sendiri dan panutan kita sendiri di pesantren ini, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Pertama, tentang umur yang 40 tahun tadi, itu di dalam agama kenapa umur itu dirahasiakan oleh Tuhan sehingga tidak satupun orang yang tahu persis kapan mati. Kedua, kenapa akhir penilaian amal seseorang itu pada akhirnya yang kita sebut khusnul khotimah, jawabannya adalah agar seorang muslim itu sangat berhati-hati karena kemungkinan 1 jam lagi meninggal atau detik berikutnya meninggal sehingga selalu dalam khusnul khotimah atau happy ending. Dan inilah yang diharap oleh salah satu anjuran dari surah al-Ahqaf ini di bagian akhir.

Untuk itu tokoh kita, Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari ini satu-satunya tokoh muslim di Indonesia yang mempunyai komitmen kebangsaan yang sangat tinggi sehingga jika benar bahwa semboyan hubbul wathon minal iman cinta tanah air itu bagian dari iman memang bukan hadis, tapi diduga lahir dari Tebuireng ini atau kalangan kiai sudah diekspresikan oleh Hadratussyaikh, bahwa ketika mengangkat senjata beliau berkenan memberikan fatwa resolusi jihad.

Resolusi Jihad sebuah keputusan fatwa agama yang sangat aktual dan sangat tepat, tidak saja cinta tanah air itu sekadar slogan, tapi mampu punya keberanian memasukkan cinta tanah air dalam diktum keimanan, sehingga ciri khas orang beriman pasti itu akan mencintai tanah airnya sendiri. Menjadi warga negara yang baik dan ketika diancam akan dibuktikan oleh Hadratussyaikh dengan lahirnya resolusi jihad fardhu ain dalam radius dibawah masafatul khos diajak melawan perusuh atau penjajah, bagus dalam urusan berjuang berjihad siap mengorbankan jiwa raga, beliau siap lillahi ta’ala.

Mohon maaf ketika sudah dalam urusan “Imamah”, urusan kepemimpinan, menikmati kepemimpinan – menikmati hasil perjuangan itu Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari menolak meskipun tidak tercatat dalam sejarah, tapi informasi ini valid dari para kiai, bahwa ketika sudah Jepang harus terpaksa menyerahkan kemerdekaan kepada Indonesia maka yang ditunjuk pertama kali menjadi presiden adalah Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, beliau dianggap paling layak karena tokoh tidak sekadar jihad di medan perang saja, di politik saja, juga dalam kekiyaian yang amanah, maka dipercayakan kepada beliau untuk menjadi presiden.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Ditarik tinggal gelem opo gak, waktu itu beliau sudah berusia sekitar 70 tahun dengan kepribadian kekiyaian, dengan jiwa kekiyaian beliau, dengan jiwa sufistik beliau, beliau membaca ayat-ayat Suci, membaca Al Hadits, membaca kurikulum sufistik, bahwa usia sebegitu itu adalah usia rukka’an sujjada sudah mandito, sudah harus memperbanyak ruku dan sujud. Perjuangan sudah selesai, tidak ada bahasa lain kecuali harus memburu akan hadir kehadirat Allah dengan diridhoi, dan betul tahun 47 beliau sudah wafat.

Pembacaan kekiaian, jiwa kiai yang bersih, meskipun kursi kepresidenan ada di depan mata tetapi karena jiwa kekiaian yang bersih, jiwa yang suci, dan bukan itu yang dituju, kalau jihad tapi untuk menjadi presiden beliau tidak mau karena mengerti amanah. Itu Amanah yang sangat berat untuk dipikul dan latihan beliau sudah melewati usia 60 tahun, melewati usia standar Rasulullah, sehingga sudah waktunya Rukkaan sujjadan. Maka beliau dengan halus menolak tawaran itu dan ditunjuklah generasi muda yang berjuang betul seperti kita tahu sendiri yaitu Presiden Soekarno dan Hatta sehingga jadinya Presiden Soekarno dan Hatta itu adalah atas restu atas kerelaan dari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari.

Begitulah kalau jiwa kiai yang sesungguhnya, yang begitu berjuang gelem, hubbul wathon gelem, angkat senjata gelem, tapi sudah menikmati amanah seperti itu maka beliau mohon maaf dan itu tidak hanya ketika dirayu-rayu oleh pemerintah Hindia Belanda, dulu termasuk pemerintah Jepang untuk menjadi Mufti Indonesia dan dengan mufti itu diharap oleh penjajah orang-orang para kiai dan ulama itu bisa bersatu dan mungkin malah bisa dimanfaatkan tapi dengan pembacaan Hadratussyaikh yang tinggi yang transparan yang futuristik yang istikharahnya tinggi, maka tawaran itu ditolak. Tidak hanya menolak seperti itu, beliau memanggil santri pondok di serambi masjid dan berfatwa minta dukungan santri-santri diharuskan diminta puasa tiga hari berturut-turut, di mana puasa sunnah 3 hari itu diharap mereka istighotsah terus-menerus memberi dukungan, memberi doa kepada kiai agar tetap punya kemampuan menolak amanah-amanah tersebut karena beliau sangat paham bahwa antara amanah dengan keimanan itu bisa bertarung.

Orang yang memegang amanah itu taruhannya adalah keimanan, bisa jadi keimanan itu bisa terduksi gara-gara terlalu ambisi di dalam kepemimpinan, dalam ke keimamahan ini, mungkin orang bisa menjadi galau atau menggaul-gaulkan diri demi mendapat simpati, karena itu hadrotul rasul dan nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam ada sahabat ditunjuk untuk menjadi gubernur menjadi tampuk pimpinan di daerah karena dia dipandang amanah mampu seperti Muadz bin Jabal, seperti Abu Bakar As Siddiq. Tetapi ingat, para sahabat yang bagus-bagus itu seluruhnya adalah tetap merupakan rukkaan sujjadan, sampai-sampai menurut sebagian cerita, kenapa Sayyidina Umar Radhiallahu Anhu itu sampai berijtihad, hendaknya salat tarawih itu dimajukan salat malam atau qiyamul lail di malam Ramadan, zaman hadrotul Rasul zaman Abu Bakar As Siddiq itu tengah malam, begitu Umar diubah.

Okelah saya tidak membicarakan masalah khilafiyah, tapi masalah komitmen, salah satu alasannya adalah karena khalifah atau Amirul Mukminin Umar bin al-Khattab ini seharian penuh tugas sebagai khalifah, ini totalitas sehingga maghrib pulang ke rumah dalam keadaan letih, Isya letih dan beberapa malam Sayyidina Umar tidak bangun malam untuk qiyamul lail Ramadan karena keletihan, kepegelen bertugas sebagai Amirul Mukminin, dipikir-pikir iki lek ngene carane gak tahajud-tahajud, ya sudah rembukan-rembukan, akhirnya salat tarawih diajukan persis setelah jamaah Isya langsung shalat tarawih biar tenang, mari tapi ditambah rakaatnya, semua itu pandangan ulama adalah untuk maslahat, tetapi yang disorot adalah begitulah Amirul Mukminin di samping kesibukan itu tetap merupakan rukkaan sujjadan dan itu menjadi hebat.

Untuk itu, Imamuma asy-sya’rawi rahmatullah alaihi, seorang mufassir sufistik, ketika menafsiri masalah khamr yas alunaka Anil khamri Wal maisir khamr yang dalam bahasa artinya menutup-menutup kerja akal sehat Imam asy-sya’rawi ini memperluas pengertian khamr itu kepada semua hal yang bisa menutup akal sehat, yang bisa merangsang kemauan, yang bisa mentelerkan orang, yang bisa membuat orang tidak rasional, apa saja yang bersifat adiktif, satu istimbat beliau adalah ada tamsilan dari Al Hadits, bahwa memimpin itu seperti anak bayi menyusu rodho’ah sehingga ada ketagihan, kalau seseorang sudah syahwatnya itu – syahwat politiknya – itu tinggi, kayak anak kecil itu tidak mau disapih terus ngotot nggak peduli keadaannya seperti apa, pantes, mampu apa nggak pusing, gak kepikir, pokoknya menyusu murdhi’ah. Sehingga Imamuma asy-sya’rawi menjadikan diktum khamr ini semua hal yang bersifat melenakan khamru, menutup kerja akal sehat dan di dalam dunia politik itulah kalau orang sudah mempunyai syahwat politik tinggi maka hilang akal sehatnya.

Lihat, siapa pun kalau syahwatnya tinggi sudah enggak akan memikirkan amanah yang akan dipikul, apa saja dia bisa, menjadi tidak mampu mana derajat yang tertinggi di hati, di hadapan Allah, apakah itu jabatan apa saja kalau sudah syahwat politik maka oleh Imam asy-sya’rawi dianggap orang yang memburu seperti itu seperti orang yang kecanduan khamr. Begitulah tafsir sufistik Imam asy-sya’rawi akan menjadi perbuatan yang tidak bagus, apalagi sekarang musim-musimnya berita-berita palsu atau hoaks dan lain-lain. Trik-trik apapun akan dijalankan demi sebuah syahwat dan kemenangan politik dan itu sudah mendunia sampai zaman hadrotul rasul Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam tercatat sejak nuzulul Quran, Al Quran turun itu setidaknya yang tercover di dalam Al Quran yang paling nyata sudah ada 4, satu masalah pribadi, “hoaks” masalah pribadi yang mengenal kepada diri hadrotul rasul yang diguncang dengan isu perselingkuhan istrinya Aisyah dengan Shafwan, yang kedua adalah masalah politik yang kemudian dipilah dengan mengangkat isu agama dengan turunnya surah an-Najm.

Bisa sampeyan bayangkan, ketika sayyidina Usman bin Affan itu menjadi delegasi hijrah ke habasyah, catatan bagi Usman adalah sahabat yang sangat terhormat di kalangan Arab baik kalangan musyrik atau kafir menghormat, Usman ini tidak pernah dilukai sahabat yang tidak pernah diganggu ya Usman itu, karena kebesarannya baik dari segi apapun memimpin di habasyah hijrah ke habasyah dengan membangun kekuatan dan bisa di tengah jalan. Di Makkah itu ada kejadian bahwa nabiyullah Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam membaca surah an-Najm membahas surah an-Najm, surah pendek yang begitu indah bersumpah dengan planet-planet besar kemudian masalah teologi masalah kesucian jiwa dinaikkan lagi dan lain sampai masalah kiamat para orang-orang kafir yang tidak beriman kepada Al Quran, kepada Allah, mengikuti bacaan nabi surah an-Najm itu dengan terharu-haru, tertegun, terpaku, terpana, ya soalnya dekne wong Arab dadi ngerti bahasa Arab walaupun kafir tapi bahasane bahasa Arab, terbius oleh bacaan surah an-Najm dan terpaksa diakhir surah An-Najm itu ada perintah sujud, maka bersujudlah kepada Allah dan sembahlah, kemudian Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam sujud, keimanan kepada Allah dan orang-orang kafir yang mengikuti bacaan nabi tadi itu terpaksa dengan kesadarannya sendiri ikut sujud yang meresap di hati, tapi ingat sujudnya orang kafir tadi bukan sujud keimanan tapi sujud ke terperanjat terhadap isinya surah an-Najm.

Nah ini pada saat orang-orang kafir itu ikut sujud bersama nabi walaupun itu bukan wujud keimanan, inilah yang dipotret oleh wartawan-wartawan Quraisy, lalu disampaikan kepada rombongan Usman bahwa inilah orang kafir sudah masuk Islam bersama nabi, maka tidak perlu mencari dukungan di negara lain dan kemudian pulang dan ternyata tidak benar bahwa sujudnya bukan sujud keimanan tapi itu sujud trik politik satu kedua dialah Nu’aim bin Mas’ud Al-Arja’i jenis sumber dari Abu Sufyan yang musuhnya Rasulullah ketika sudah berjanji mau tempur dan mereka merasa tidak mampu atau tidak siap menghadapi maka mengutus Nu’aim bin Mas’ud Al-Arja’i untuk menggerogikan umat Islam innannasa qod jamaa’a lakum fakhsyauhum dan ternyata tidak benar maka umat Islam menjadi pemenang 3.

Hadaratul Rasul mengutus al Walid bin Uqbah untuk memungut pajak dan zakat di Bani musthaliq tapi diisukan di situ murtad sehingga mau terjadi pertempuran sampai mengutus tentara susunan pimpinan Khalid bin Walid dan itu tidak benar, untuk itu sebagai seorang muslim kita ini perlu meminimalisir bahwa menahan berita yang tidak benar itu menjadi kewajiban kita, tetapi dalam dunia politik kadang orang itu meng-hoaks-kan yang tidak hoaks, membuat sendiri: contoh pertama, Jerman Nazi, Jerman yang keji kejam untuk mencapai memerangi Polandia dia membuat berita palsu membuat-buat sendiri dan hoaks sendiri bahwa Polandia menyerang duluan dan mengganggu Jerman, maka dia membalas, itu kelakuane seperti itu nggawe dewe, memanfaatkan sendiri tapi tidak.

Kedua, ingat Amerika ketika menghabisi dan menyerang di Irak, dia membuat isu di dunia dengan memberitakan bahwa di Irak itu ada bom kimia gini-gini yang harus diberantas, dengan demikian betapa susahnya kita ini memilah mana sesungguhnya tidak di abad begini ini untuk menyaring dan lain-lain, tapi jawabannya ada satu di dalam Al Hujurat menunjukkan bahwa bagi orang yang membuat yang tidak benar akan dibuat sendiri seluruhnya itu orang munafik membuat hoaks yang menghoaks hoaks-kan orang lain, juga orang munafik kalau didalam Al Quran disebut dengan bahasa fasiq in jaakum fasiq, penangkalnya orang fasiq satu, bahwa kita harus benar-benar tabayyun berhati-hati, seperti itu maka khutbah ini adalah mengarahkan bahwa kita sebagai umat muslim menjaga keimanan, jangan sampai dengan syahwat politik yang membabi buta akan merusak keimanan kita sendiri.

Mudah-mudahan Allah selalu melindungi kita, barakallahu li walakum fil quranil adzim wa iyyakum wa taqobbal minna wa minkum tilawatahu alhamdulillahi Robbil ‘Alamin.