
Tebuireng.online— Dalam upaya mendorong pengelolaan kekayaan intelektual di lingkungan pesantren serta melindungi warisan leluhur, Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Jawa Timur dan Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) menggelar acara Jelajah Kekayaan Intelektual Indonesia DJKI Goes to Pesantren bertajuk “Kekayaan Intelektual Pesantren Terlindungi, Indonesia Maju” pada Selasa, 20 Januari 2025. Acara ini diselenggarakan di lantai 3 Gedung Yusuf Hasyim Pesantren Tebuireng, Kabupaten Jombang.
Pada kesempatan tersebut, dilakukan peresmian Klinik Kekayaan Intelektual secara simbolis dengan pemotongan untai bunga melati oleh Pengasuh Pesantren Tebuireng bersama pihak Kanwil Kemenkumham Jawa Timur. Klinik ini berlokasi di Aula H. Bachir Achmad, tepatnya di lantai 3 Gedung Yusuf Hasyim, Pesantren Tebuireng. Klinik Kekayaan Intelektual ini akan berfungsi sebagai tempat pendaftaran hak paten untuk melindungi karya-karya leluhur dan aset intelektual yang dihasilkan oleh Pesantren Tebuireng, dan akan dibuka untuk umum.
Direktur Jenderal Kekayaan Intelektual, Ir. Razilu, M.Si., CGCAE, dalam sambutannya menyampaikan bahwa klinik ini merupakan perpanjangan dari Kanwil Hukum dan HAM Jawa Timur serta Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) di Jakarta. Klinik ini bertujuan untuk membantu masyarakat Pesantren maupun masyarakat umum dalam mendaftarkan hak kekayaan intelektual mereka.
“Orang-orang, seperti dosen yang menghasilkan buku atau karya ilmiah, kini bisa langsung datang ke sini tanpa perlu pergi ke Jakarta. Semua proses sudah berbasis digital, jadi tidak ada lagi sistem manual,” ujar Razilu.

Selain itu, pada acara tersebut juga diserahkan sertifikat merek “Tebuireng” dan sertifikat hak cipta karya Gus Kikin. Sertifikat tersebut diterima langsung oleh Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, Gus Kikin.
Dalam sambutannya, Gus Kikin menekankan pentingnya perlindungan terhadap karya intelektual. “Para kiai Pondok Pesantren banyak menghasilkan karya. Kini kita harus melindungi hak cipta, karena dulu banyak orang yang tidak peduli. Namun dengan perkembangan zaman dan adanya degradasi moral, sering terjadi klaim-klaim terhadap karya orang lain,” ujar Gus Kikin.
Acara ini juga dihadiri oleh sekitar 200 peserta yang terdiri dari santri, pembina unit, yayasan, lembaga, serta perwakilan Pondok Pesantren di sekitar Tebuireng. Dalam laporan pertanggungjawabannya, Raden Fadjar Widjadnarko, S.E., M.M., menjelaskan bahwa acara ini bertujuan agar peserta dapat memahami pentingnya kekayaan intelektual, termasuk hak cipta, paten, merek dagang, desain industri, dan sebagainya.
“Pesantren memiliki potensi besar dengan karya-karya yang sangat bernilai secara ekonomi. Kami berharap peserta dapat mengerti dan memanfaatkan hak kekayaan intelektual ini dengan sebaik-baiknya,” pungkasnya.
Pewarta: Ilvi Mariana