ilustrasi sahabat nabi yang pemabuk menjadi pahlawan perang

Rasulullah mempunyai banyak sekali sahabat semasa hidupnya, mereka merupakan orang-orang  yang mulia dalam sejarah Islam dan zaman mereka juga zaman terbaik dalam peradaban Islam. Kisah mereka banyak diceritakan dalam hadits-hadits, kitab, buku untuk dijadikan teladan dan penggugah jiwa bagi umat Nabi di zaman sekarang.

Sahabat Nabi memiliki aneka ragam keahlian mulai dari yang ahli dalam berperang, ahli syair, ahli ketata negaraan, ahli hadits dan lain sebagainya. Namun ada satu sahabat Nabi Muhammad SAW yang namanya tidak populer, mempunyai kebiasaan yang cukup nyeleneh, dia adalah Abu Mihjan Amr bin Hubaib.

Sahabat Nabi yang masuk Islam pada bulan Ramadan tahun 9 Hijriah bersamaan dengan kabilah Tsaqif. Ia terkenal sebagai penyair yang mempunyai rambut yang indah, dermawan, menyukai peperangan, mahir mengendarai kuda sembari mengayunkan pedang atau tombak, dan juga terkenal gagah berani baik sebelum maupun sesudah adanya Islam.

Selain itu, ada satu sisi dalam dirinya yang berbanding terbalik dari sahabat yang lain sehingga mengundang cemoohan dari sekitarnya. Ia termasuk pemabuk berat, bahkan ia sudah tidak menghiraukan lagi dengan hukuman dan cacian sekitarnya. Kebiasaan tersebut mulai dari sebelum masuk Islam hingga zamannya Nabi Muhammad SAW terus berlanjut pada era kepemimpinan khalifah Umar bin Khattab r.a.

Sahabat Umar bin Khattab r.a. berulang kali menghukum Abu Mihjan akibat perbuatannya itu, namun sayang ia tak pernah kapok. Suatu ketika pernah Abu Mihjan dihukum dengan diasingkan ke pulau terpencil, tak berpenghuni dengan didampingi beberapa pengawal namun ajaibnya ia berhasil meloloskan diri.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Konon katanya, ia melarikan diri  menyusul sahabat Saad bin Abi Waqash untuk ikut berperang melawan Persia. Sebelum itu, sang khalifah mengirim surat kepada Saad bin Abi Waqash agar menangkap Abu Mihjan jika bertemu. Ternyata benar Abu Mihjan menyusulnya dalam berperang, alhasil ia ditangkap,  dimasukkan penjara dan tidak diperbolehkan ikut perang sesuai dengan perintah sang khalifah. 

Saat perang berkecamuk, ia meminta Salma istri dari Saad bin Abi Waqqash agar melepaskannya dari penjara dan memberinya kuda Saad yang bernama Balqo’ untuk ikut berperang. 

Karena ia pandai bersyair, di dalam penjara ia bersyair di hadapan Salma : 

“Sungguh sedih hatiku

Terbelenggu dalam jeruji besi

Jika kau lepaskan besi ini dariku

Kan ku raih syahid dalam berperang

Diriku kaya akan harta dan kawan

Namun mereka meninggalkanku sebatang kara

Tubuhku kering tersengat terik matahari

Hanya ampunan Allah yang kuharapkan.”

Setelah melantunkan syair di hadapan Salma, ia berjanji jika perang selesai dan masih hidup, ia akan kembali dan masuk ke dalam penjara. Akhirnya Salma pun melepaskannya dan memberinya kuda Saad yang bernama Balqo’. Dengan gagah berani berangkatlah Abu Mihjan ke medan perang menembus musuhnya dan di situlah ia berhasil membuka kemenangan untuk kaum muslimin. 

Sang panglima pun terluka saat berperang, ia hanya membatin “andai Abu Mihjan ikut dalam perang ini maka dialah pahlawan tersebut.” Ternyata kata batinnya benar, bahwa sang pahlawan tersebut adalah Abu Mihjan. Mendengar kenyataan Abu Mihjan membawa kaum muslimin meraih kemenangan, Saad bin Waqash berkata kepada Abu Mihjan “Aku bebaskan kamu dan tidak akan lagi menghukummu.” 

Setelah mendengar perkataan itu, Abu Mihjan kaget, langsung bertobat dan tidak lagi mabuk seperti dulu. Kenapa tidak dari dulu ia berhenti mabuk? karena ia merasa ada hukuman sebagai pencuci dosa yang telah ia lakukan, tapi jika hukuman itu dihilangkan ia takut akan diganti dengan hukuman yang lebih pedih di akhirat. 

Dari situlah Abu Mihjan bertobat. Beberapa tahun setelah peperangan tersebut Abu Mihjan menderita sakit dan tak lama ia meninggal dunia. Saking sukanya dengan khomr  ia berwasiat jika meninggal dunia agar dimakamkan di samping pohon anggur, kenapa?  supaya bisa merasakan khomr dari pohon anggur tersebut.


*Refrensi: Imam Adz Dzahabi dalam Siyar A’lamin Nubala pada Bab Sirah Umar Al Faruq. (2/448. Darul Hadits, Kairo), dan Usudul Ghabah-nya Imam Ibnul Atsir. (6/271. Darul Kutub Al ‘Ilmiyah.


Ditulis oleh Fitriatul Hasanah, Mahasiswi Komunikasi di Perguruan Tinggi Malang