Oleh: Ananda Prayogi*
Masjid Amr bin Ash adalah masjid pertama kali dibangun di Mesir bahkan di Benua Afrika yang didirikan oleh salah satu Sahabat Nabi SAW yaitu Amr Bin Ash R.A pada tahun 641-642M, setelah berhasil menaklukkan Mesir dari tangan kekuasaan Romawi masjid ini terletak di Fustat (Ibu Kota Mesir dulu).
Amr bin Ash adalah salah satu Sahabat Nabi SAW. Beliau salah satu pahlawan era Rasulullah yang terkenal cerdik dan cerdas dalam taktik perang, pemberani, mahir dalam menunggang kuda, negosiator yang ulung, penyair yang puitis, dan terkenal sangat cerdas dalam menyelesaikan setiap masalah dengan tenang serta menemukan solusi yang tepat.
Pada masa khalifah Umar Bin Khattab, Amr Bin Ash dipercaya memimpin pasukan untuk menduduki Mesir, yang pada saat itu Mesir di bawah kekuasaan Romawi, pada saat itu Amr bin Ash bersama 4000 pasukan melawan Romawi dengan jumlah pasukan 50.000 yang kuat meskipun dengan jumlah yang tidak seimbang Amr Bin Ash berhasil membuat pasukan Romawi bertekuk lutut.
Setelah menaklukan Mesir, Amr Bin Ash diangkat sebagai Gubernur Mesir, kemudian Amr Bin Ash mendirikan sebuah kota yang bernama “kota Fustat”.
Ada suatu kisah unik dan penuh hikmah yang bermula ketika di tahun 641 Masehi bertepatan dengan tahun ke-21 Hijriah, Amr bin Ash berhasil merebut wilayah Mesir dari kekuasaan emperium Romawi. Amr bin Ash adalah salah satu sahabat baginda Rasulullah, beliau mengemban amanat sebagai jenderal perang semasa pemerintahan Khalifah Umar Bin Khattab. Pada tanggal pada 1 Muharram 20 H/8 November 641 M, Amr bin Ash memproklamirkan kota Fustath (kini bagian dari Kairo Tua) sebagai Ibu kota wilayah Islam di Mesir dan beliau sendiri ditunjuk oleh Khalifah Umar sebagai gubernur Mesir pertama.
Manakala beliau berencana membangun Masjid bagi kota yang baru saja dimulai pembangunannya itu, beliau berkeinginan membangun sebuah masjid besar di atas tanah yang cukup luas tak jauh dari kediaman resminya. Hanya saja di atas lahan tersebut terdapat sebuah gubuk milik seorang Yahudi tua. Amr bin Ash sudah melakukan negosiasi langsung dengannya namun Yahudi tua tersebut menolak untuk menyerahkan tanah miliknya.
Selaku gubernur, Amr bin Ash naik pitam dan memerintahkan pembongkaran paksa atas gubuk reot tersebut. Dalam keputus-asa-an menghadapi kesewenangan gubernurnya, Yahudi tua tersebut memutuskan untuk mengadu ke Khalifah Umar Bin Khattab di Madinah, dan peristiwa setelah itu mengubah segalanya.
Di sepanjang jalan menuju Madinah, Yahudi itu berpikir bagaimana sosok sang khalifah, apakah ia sama sikapnya dengan sang gubernur. Hingga akhirnya ia sampai di kota Madinah. Ia bertemu dengan seorang pria yang duduk di bawah pohon kurma. Ia bertanya, “ Wahai tuan, tahukah anda dimana khalifah?” Lelaki itu menjawab, “Ada apa kau mencarinya?”
“Aku ingin mengadukan sesuatu.” Jawabnya. Ia bertanya lagi, “Dimanakah istananya?”.
“Ada diatas lumpur.” jawab lelaki itu.
Yahudi itu bingung atas jawabannya kemudian ia bertanya lagi, “Lalu, siapa pengawalnya?”
“Pengawalnya orang-orang miskin, anak yatim, dan janda-janda tua.”.
Yahudi itu bertanya lagi, “Lalu pakaian kebesarannya apa?”.
“Pakaian kebesarannya adalah malu dan takwa.”
Yahudi itu bertanya lagi, ”Dimana ia sekarang?”
Lelaki itu menjawab, “Ada di depan engkau.”
Sungguh kaget Yahudi itu. Ternyata yang sejak tadi ia tanya adalah seorang Khalifah, ia ceritakan segala apa yang dilakukan oleh gubernur Mesir padanya.
Laporan tersebut membuat Khalifah Umar bin Khattab marah dan wajahnya menjadi merah padam. Setelah amarahnya mereda, kemudian orang Yahudi itu diminta untuk mengambil tulang belikat unta dari tempat sampah, lalu diserahkannya tulang itu kepada Khalifah Umar bin Khattab. Khalifah Umar bin Khattab kemudian menggores tulang tersebut dengan huruf alif yang lurus dari atas ke bawah dan di tengah goresan itu ada lagi goresan melintang menggunakan ujung pedang, lalu tulang itu pun diserahkan kembali kepada orang Yahudi tersebut sambil berpesan: “Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir dan berikanlah kepada gubernur Amr bin ‘Ash.” jelas Khalifah Umar bin Khattab.
Si Yahudi itu kebingungan ketika diminta untuk membawa tulang yang telah digores dan memberikannya kepada gubernur Amr bin ‘Ash. Gubernur Amr bin ‘Ash yang menerima tulang tersebut, langsung tubuhnya menggigil kedinginan serta wajahnya pucat pasi. Saat itu juga gubernur Amr bin ‘Ash mengumpulkan rakyatnya untuk membongkar kembali masjid yang sedang dibangun dan membangun kembali gubuk yang reyot milik orang Yahudi itu.
“Bongkar masjid itu!” teriak gubernur Amr bin Ash gemetar.
Orang Yahudi itu merasa heran dan tidak mengerti tingkah laku gubernur. “Tunggu!” teriak orang Yahudi itu.
“Maaf Tuan, tolong jelaskan perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang itu? Apa keistimewaan tulang itu, sehingga Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang amat mahal ini. Sungguh saya tidak mengerti!” kata orang Yahudi itu lagi.
Gubernur Amr bin Ash memegang pundak orang Yahudi itu sambil berkata: “Wahai kakek, tulang ini hanyalah tulang biasa dan baunya pun busuk.”
“Mengapa ini bisa terjadi. Aku hanya mencari keadilan di Madinah dan hanya mendapat sebongkah tulang yang busuk. Mengapa dari benda busuk tersebut itu gubernur menjadi ketakutan?” kata orang Yahudi itu.
“Tulang ini merupakan peringatan keras terhadap diriku dan tulang ini merupakan ancaman dari Khalifah Umar bin Khattab. Artinya, “Apa pun pangkat dan kekuasaanmu suatu saat kamu akan bernasib sama seperti tulang ini, karena itu bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus. Adil di atas dan adil di bawah. Sebab kalau kamu tidak bertindak adil dan lurus seperti goresan tulang ini, maka Khalifah tidak segan-segan untuk memenggal kepala saya.” jelas gubernur Amr bin ‘Ash.
Orang Yahudi itu tunduk terharu dan terkesan dengan keadilan dalam Islam.
“Sungguh agung ajaran agama Tuan. Sungguh aku rela menyerahkan tanah dan gubuk itu. Bimbinglah aku dalam memahami ajaran Islam!”
Yahudi itu mengucapkan syahadat dan ia mengikhlaskan gubuknya sebagai area masjid. Itulah Khalifah Umar, seorang Yahudi masuk Islam berkat keadilan dari Umar.
Disarikan dari berbagai sumber tulisan.
*Mahasantri Ma’had Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng Jombang.