sumber gambar: www.google.com

Oleh: M. Zulfikri*

Nabi Muhammad diberi anugerah oleh Allah, yaitu sebuah mukjizat yang istimewa karena tidak dimiliki oleh nabi-nabi terdahulu. Peristiwa mukjizat yang dialami oleh para nabi terdahulu disaksikan banyak orang, lain halnya dengan Isra’ Mi’raj, tanpa seorang pun yang menyaksikan peristiwa yang istimewa itu. Peristiwa Isra’ Mi’raj merupakan peristiwa dipanggilnya Nabi Muhammad menghadap Allah, melalui kekuasaannya, Nabi Muhammad melakukan perjalanan menaiki Buraq dan ditemani malaikat Jibril dari Mekah ke Masjid Al Aqsa (Isra). Dari sana, Nabi Muhammad kemudian dinaikkan, menembus pintu-pintu langit hingga ke Sidratul Muntaha (Mi’raj).

Isra Mi’raj istimewa karena kejadian yang terjadi dalam prosesnya. Mukjizat-mukjizat lain menembus batas kewajaran yang hanya ada di langit atau hanya ada di bumi saja. Berbeda dengan mukjizat Isra’ Mi’raj yang bisa menembus batas-batas yang ada di langit dan bumi. Teori di bumi yang menjelaskan bahwa manusia tidak bisa berpindah tempat dengan cepat tanpa alat bantu, dan teori di langit yang menjelaskan bahwa manusia dengan fisiknya tidak akan bisa naik ke langit, kecuali kembali dalam keadaan binasa. Teori-teori tersebut tidak bisa menjelaskan proses terjadinya Isra’ Mi’raj.

Menurut Mutawalli asy-Sya’rawi, Isra’ Mi’raj diniliai sebagai mukjizat yang kekal hingga akhir zaman, sebab dalam keberlangsungannya tidak ada satupun manusia yang menyaksikannya. Tidak ada satupun manusia yang melihat bagaimana Rasulullah melesat secepat kilat dengan menunggangi Buraq menuju masjidil aqsha. Dan tidak ada pula manusia yang melihat Rasulullah naik ke langit.

Di perjalanan menuju langit ke-7, Nabi Muhammad bertemu nabi-nabi terdahulu dan menyatakan keimanannya pada kenabian Nabi Muhammad SAW. Ketika tiba di langit ke-7, malaikat Jibril mengantarkan Nabi Muhammad ke Sidratul Muntaha. Saat di pintu gerbangnya, Malaikat Jibril mempersilakan Nabi Muhammad untuk masuk dan bertemu sang pencipta. Malaikat Jibril menunggu di luar, sebab para malaikat tidak diijinkan untuk masuk.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Di sinilah Allah menyampaikan kewajiban ummat Islam ini kepada Nabi Muhammad dengan memerintahkan Nabi Muhammad untuk shalat. Pertama kali Allah memerintahkan Nabi untuk shalat 50 waktu dalam sehari. Dengan negosiasi yang panjang maka shalat diwajibkan 5 kali dalam sehari.

Kewajiban shalat harus diterima Nabi Muhammad, meskipun dengan proses negosiasi berulang-ulang. Kewajiban shalat ini diterima Nabi Muhammad bukan atas kemauannya sendiri, tetapi juga untuk kemaslahatan umat di masa mendatang.

Shalat disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad tanpa melalui media wahyu yang disamapaikan Malaikat Jibril. Shalat adalah ibadah yang sangat diwajibkan dalam agama Islam. Dalam peristwa Isra Mi’raj, Nabi Muhammad berjuang untuk mengurangi jumlah kuantitas shalat itu sendiri. Dengan demikian, sepatutnya umat Islam menghargai proses perjuangan tersebut dengan menjaga dan meningkatkan kualitas shalat, menjadi satu-satunya jalan terbaik untuk mendapatkan maunah dan rida Allah SWT.

Shalat akan membawa umat Islam menuju kebahagiaan yang hakiki sebagaimana yang Allah nyatakan dalam Q.S Al-Mu’minun ayat 1-2. Dan shalat juga menjadi tolok ukur aktivitas keagamaan seseorang. Semakin bagus agama seseorang, maka shalat tersebut akan membawa dirinya tercegah dari perbuatan yang keji dan mungkar, sebagaimana yang difirmankan Allah dalam. Q.S. Al-Ankabut, ayat 45.

Shalat merupakan obat bagi umat muslim sama halnya seperti “kapsul”, obat bagi orang yang sakit. Melalui shalat, manusia akan dilatih untuk khusyuk, fokus, ikhlas, dan sabar, dalam menjalankan rutinitas ibadah. Sifat demikian merupakan obat untuk menyembuhkan manusia agar tidak berbuat maksiat. Disisi lain, shalat merupakan ajang dialog antara hamba dengan tuhannya. Segala problematika kehidupan dapat dicurhatkan langsung kepada Allah SWT (doa).

Tentu Allah sangat mendengarkan doa tersebut dan mengabulkan setiap permohonan hambanya. Beda halnya dengan curhat seorang manusia dengan manusia. Yang dicurhati mungkin mendengar, tapi belum tentu ia mengabulkan, dan memberikan solusi dalam setiap permasalahan.

Shalat adalah tiang penyangga agama. Dalam hal ini, shalat merupakan idiom untuk menjamin kekokohan dan kekuatan nilai-nilai spiritual keagamaan. Ibarat sebuah bangunan shalat adalah penyangganya, yang berdiri dan menjadi penguat bangunan bangunan di atasnya. Jika tiangnya roboh, maka seluruh bangunan juga akan roboh. Jika sholatnya tumbang, bisa dimungkinkan ibadah yang lain juga akan ditinggalkan.

Alhasil, Isra Mi’raj merupakan momentum terbaik untuk mengingat perjuangan Rasulullah dalam mengibarkan bendera shalat. Tentunya tidak sebatas diingat, akan lebih bermakna jika terus diamalkan dan diajarkan kepada sesama umat Islam.

Jika shalat ditinggalkan, maka sama halnya kita menghancurkan agama itu sendiri. Senada dengan ungkapan Alexis Carrel, ia menyatakan bahwa, “apabila pengabdian, shalat, dan doa yang tulus kepada sang maha pencipta disingkirkan dari tengah kehidupan masyarakat, maka berarti kita tela menandatangani kontrak bagi kehancuran masyarakat tersebut”.

Sumber: Tim forum kajian ilmiah Khazanah Santri Salaf, PP. Lirboyo.

*Mahasiswa Unhasy Tebuireng Jombang.