“Alangkah lebih indah ketika mencintai dengan terang-terangan dibandingkan dengan mencintai secara sembunyi-sembunyi.” sebuah kalimat yang terkesan omong-kosong namun dari perspektif keberanian cinta, menjadi asas kebenaran dalam tiap langkah mereka berbicara tentang cinta.

Kalimat itu diutarakan Pausanias dalam pidatonya, kala memuja Eros. Pausanias menganggap mereka yang hanya bisa menyembunyikan cinta, melakukan hal yang sia-sia dalam tiap langkah mencinta. Berterus terang dalam cinta adalah ikrar keberanian yang harus dimiliki tiap manusia.

Pausanias hanyalah satu dari puluhan pemikir Yunani yang berkumpul untuk membahas tentang hakikat Eros, cinta, dan Manusia. Dengan segala ketekunannya, Plato merekam seluruh pidato mereka dalam sebuah karya yang saat ini dikenal sebagai SIMPOSIUM.

Buku ini telah berhasil memberikan pemujaan terbaik kepada Eros dan menyentuh sisi terlembut dalam diri manusia. Hal ini bukan tanpa alasan, karena karya ini bersifat revolusioner yang menawarkan visi tentang makna kehidupan manusia yang dirangkai dengan indah dan matang.

Dengan membaca buku kita pun dikenalkan bagaimana sosok mengerikan Socrates sebagai penjagal handal bagi lawan bicaranya. Selain kebijaksanaannya, Socrates memiliki keahlian untuk mengerdilkan seseorang dengan lembut.

Dalam tiap diskusinya ia akan mengondisikan lawan bicaranya untuk menyakini apa yang mereka bicarakan itu benar, lalu Socrates akan membuat ragu lawannya akan apa yang sebelumnya mereka anggap benar, keragu-raguan lawan bicaranya itu yang dimanfaatkan Socrates untuk menyerang balik argumentasi mereka.

Seperti kasus saat Agathon berambisi untuk mempermalukan Socrates di muka umum, pada akhirnya ambisi itu menjadi bumerang baginya.

Dialog menarik yang mengakhiri pertarungan antara Agathon dan Socrates ialah ketika dengan lemah Agathon berkata “aku tidak bisa melawanmu Socrates, biarkan itu menjadi seperti yang kau katakan”. Dengan lucu Socrates menjawab “sayangku, Agathon, kebenaranlah yang tidak bisa kau lawan, karena kepastiannya. Bukan hal yang sulit untuk melawan Socrates.”

Dalam buku ini diceritakan perjalanan Socrates saat berguru pada Diotima. Seorang wanita yang bijaksana pandangannya mengenai definisi Eros. Pengetahuan dari Diotimalah yang membuat Socrates terkesan tidak terkalahkan dalam pemujaannya terhadap Eros.

Membaca buku ini rasanya seperti membaca novel Sherlock Holmes maupun Arsene Lupin. Dengan memakai konsep penulisan yang bersifat naratif, Plato mampu mengemas kerumitan pandangan manusia terhadap hakikat cinta, menjadi lebih mudah untuk dipahami. Maka dari itu buku ini dapat menjadi sumber dari segala keterangan yang jelas dan menjadi tujuan akhir dari segala makna tentang cinta.

Memang menyenangkan membaca buku ini, namun saya tidak merekomendasikan buku ini untuk dibaca saat sedang hamil.

Judul Buku       : SIMPOSIUM
Penulis          : Plato
Penerbit         : Basa Basi
Tebal            : 168 halaman
Cetakan          : Pertama, Agustus 2017
Pengulat         : -Blem (siswa “Sekolah Membaca” Majalah Tebuireng Jombang)

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online