KH. Junaidi Hidayat saat menyampaikan mauidhah hasanah di Pesantren Tebuireng, Ahad (11/06/2017). (Foto: Kopi Ireng).

Tebuireng.online— Bekesempatan menyampaikan mauidhah hasanah pada Pengajian Umum dalam rangka Pentupan Kegiatan Ramadan 1438 H. Pesantren Tebuireng, pada Ahad (11/06/2017), Pengasuh Pesantren al Aqabah Kwaron Diwek Jombang KH. A. Junaidi Hidayat, SH, S.Ag., berpesan agar para santri bangga dengan kesantriannya dengan mamahami filosofi kayu jati.

“Santri harus memiliki karakter yang kuat, karena sesuatu yang tumbuh tanpa karakter akan mudah untuk ditumbangkan. Seperti filosofi pohon jati yang berkualitas dan mahal apabila hidup di tanah yang gersang,” tambah kiai yang juga biasa menyampaikan khutbah Jumat di Masjid Tebuireng itu.

Beliau mencontohkannya dengan kayu yang dihasilkan oleh pohon-pohon jati di daerah asal beliau, Bojonegoro, yang paling berkualitas di Indonesia. Hal itu dikarenakan Bojonegoro adalah daerah yang gersang, mudah kekeringan, dan susah air.

Beliau juga menceritakan kisah perjuangan beliau ketika mondok yang penuh dengan suka duka, mulai dari antri mandi, masak sendiri, sampai tidur berdesakan karena ukuran kamar yang relatif sempit. Dari cerita itu, Pak Jun ingin memberikan pesan kepada para santri agar menimkati proses penempahan diri di pesantren sebagai bagian dari penguatan karakter.

Menjadi orang yang baik itu, lanjut Pak Jun, butuh proses. Menurut beliau, di pesantren lah santri ditempa dan dibentuk menjadi orang yang hebat. “Apalagi berkesampatan mondok di Pesantren Tebuireng. Sebab Pesantren Tebuireng adalah pesantren leader, pesantren yng mencetak banyak pemimpin,” ujar alumnus Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyyah (MASS) Tebuireng itu.

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Untuk itu, beliau berharap agar para santri, ketika pulang dari pesantren, bisa memimpin masyarakat, sebab Pesantren Tebuireng mempunyai akar sejarah yang luar biasa, sehingga lulusannya dipercaya oleh masyarakat. “Disitulah letak keberkahan Tebuireng,” tambah beliau disambut tepuk tangan para santri.

Menurut Pak Jun, kecerdasan itu adalah pemberian. Bagi beliau, kesuksesan orang semata-mata bukan pada kecerdasannya, justru pada tingkat kemampuan membangun diri yang hebat. Setiap santri mempunyai potensi yang hebat untuk dikembangkan. “Maka sesungguhnya yang harus anda cari adalah potensi yang paling hebat dalam diri anda itu apa,” kata Sekretaris Umum MUI Jombang itu.

Pak Jun juga memberikan opininya tentang sistem pendidikan di Indonesia. “Pendidikan di luar pesantren hanya membangun orang  tahu banyak hal bukan membangun orang mau melakukan banyak hal. Selama ini kita banyak dituntut (dengan sistem pendidikan nasional) untuk menghafal banyak hal tetapi jarang sekali dituntut untuk melakukan banyak hal,” tambah Pak Jun.

Menurut beliau kecerdesan bukan hanya pada angka-angka yang bersifat kognitif, karena hanya menjadi simbol yang bisa benar dan bisa salah. Tapi kecerdasan menurut beliau adalah kemampuan dalam handling problem , yaitu kemampuan untuk menyelesaikan masalah. “Pendidikan di negara kita belum bisa hebat karena pendidikan kita belum bisa masuk kepada persoalan yang menjadi inti masalah bangsa ini,” kritik beliau.

Pak Jun, panggilan akrab beliau,  mengatakan, menjadi santri sudah sangat dekat dengan surga, mendapatkan hidayah dari Allah,  dan dikehendaki menjadi orang yang hebat. ‘’Man yuridillah bihi khairan yufaqqihhu fiddiin (siapa yang ingin kebaikan maka harus mendalami ilmu agama),’’ dawuh mantan anggota DPRD Jawa Timur itu.

Dalam mauidzah-nya, beliau menyampaikan motivasi dan juga kisah kesuksesan para alumni Tebuireng. Terakhir, beliau menyarankan kepada para santri agar senantiasa mendoakan para masyayikh, kiai, dan asatidz, agar ilmunya menjadi barakah. Beliau mengingatkan para santri agar ketika pulang tidak sampai menyakiti hati orang lain, serta harus berbakti, menyenangkan dan nurut kepada orang tua.


Pewarta:     Rizky Hanivan

Editor/Publisher: M. Abror Rosyidin