Oleh: Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari

Ketahuilah, bahwa menziarahi makam Nabi SAW adalah termasuk pendekatan yang paling agung kepada Allah, perbuatan baik yang paling bisa diharapkan, dan jalan yang paling tinggi derajatnya. Menziarahi makam Nabi SAW adalah salah satu sunnah dari sunnah-sunnahnya umat Islam, telah disepakati secara ijma’ kesunnahannya dan keutamaannya sangat diinginkan. Barangsiapa meyakini selain ini, maka sungguh dia telah terlepas dari ikatan Islam, mengingkari Allah, Rasul-Nya, dan jama’ah ulama-ulama besar.

Banyak hadis-hadis yang menguatkan masalah ziarah ini. Imam Daru Quthni, rahimahullah, telah meriwayatkan hadis dari Ibnu Umar ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ زَارَ قَبْرِي وَجَبَتْ لَهُ شَفَاعَتِي

Barangsiapa menziarahi makamku, maka dia wajib mendapatkan syafaatku”.[1]

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

Imam Daru Quthni dan lainnya, rahimahumullah, meriwayatkan hadis marfu’  dari Ibnu Umar ra., bahwa Nabi SAW bersabda:

مَنْ حَجَّ فَلَمْ يَزُرْنِي فَقَدْ جَفَانِي

Barangsiapa berhaji dan tidak mau menziarahiku setelah intiqalku, maka dia tidak butuh padaku”.[2]

Diriwayatkan dari Hathib ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda :

مَنْ زَارَنِى بَعْدَ مَوْتِى فَكَأَنَّمَا زَارَنِى فِى حَيَاتِى وَمَنْ مَاتَ بِأَحَدِ الْحَرَمَيْنِ بُعِثَ مِنَ الآمِنِينَ

Barangsiapa menziarahiku setelah intiqalku, maka dia seperti menziarahiku di masa hidupku, dan barangsiapa meninggal di salah satu haramain (Mekkah dan Madinah), maka dia akan dibangkitkan dari kuburnya termasuk orang yang aman”.[3]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. berkata, “Rasulullah SAW bersabda:

مَنْ زَارَنِي بِالْمَدِينَةِ مُحْتَسِبًا كَانَ بِجِوَارِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

Barangsiapa menziarahiku di Madinah dengan ikhlas karena Allah, maka dia akan berada di sampingku di hari kiamat”.[4]

Al Allamah Zainuddin Al Maraghi, rahimahullah, berkata, ”Sayogyanya bagi setiap muslim meyakini, bahwa menziarahi Nabi SAW adalah merupakan pendekatan kepada Allah, karena banyak hadis-hadis tentang ziarah ini, dan juga sesuai dengan firman Allah :

وَلَوْ أَنَّهُمْ إِذْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ جَاءُوكَ فَاسْتَغْفَرُوا اللَّهَ وَاسْتَغْفَرَ لَهُمُ الرَّسُولُ لَوَجَدُوا اللَّهَ تَوَّابًا رَحِيمًا

 “Sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya datang kepadamu, lalu memohon ampun kepada Allah, dan Rasulpun memohonkan ampun untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”.[5]

Dan Rasulullah SAW telah memohonkan ampun untuk semua umat Islam. Allah Azza wa Jalla telah berfirman:

وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

Dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan”. [6]

Maka jika kedatangan mereka dan permohonan ampun mereka telah dipenuhi, maka sempurnalah tiga hal yang menyebabkan diterimanya taubat mereka oleh Allah dan mendapatkan rahmat-Nya.

Sayogyanya orang yang berniat untuk menziarahi Nabi SAW berniat juga untuk menziarahi masjid beliau yang mulia, shalat di dalamnya, bertabarruk dengan melihat raudhah dan mimbar beliau, karena masjid beliau merupakan salah satu dari tiga masjid yang dianjurkan untuk dikunjungi.

Imam Bukhari, rahimahullah, telah meriwayatkan hadis bersumber dari Abu Hurairah ra., bahwa Rasulullah SAW bersabda:

لاَ تُشَدُّ الرِّحَالُ إِلاَّ إِلَى ثَلاَثَةِ مَسَاجِدَ مَسْجِدِى هَذَا وَمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَمَسْجِدِ الأَقْصَى

Tidak dianjurkan bepergian kecuali ke tiga masjid, masjidku ini ( masjid nabawi ), Al masjidil Haram, dan Al masjidil Aqsha”.[7]

Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. tentang keutaman shalat di Masjid Nabawi, bahwa Rasulullah SAW bersabda:

صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا أَفْضَلُ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَام

Shalat di masjidku ini lebih afdhal dari pada seribu shalat di masjid lainnya kecuali Al Masjidil Haram”.[8]

Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra., dari Nabi SAW bersabda:

صَلاَةُ الرَّجُلِ فِي بَيْتِهِ بِصَلاَةٍ وَصَلاَتُهُ فِي مَسْجِدِ اْلقَبَائِلِ بِخَمْسٍ وَعِشْرِيْنَ صَلاَةً وَصَـلاَتُهُ فِي اْلمَسْجِدِ اَّلذِيْ يُجَمَّعُ فِيْهِ بِخَمْسِمِائَةِ صَلاَةٍ . وَصَلاَتُهُ فِي اْلمَسْجِدِ اْلأَقْصَى بِخَمْسِيْنَ أَلْفِ صَلاَةٍ . وَصَلاَتُهُ فِي مَسْجِدِيْ بِخَمْسِـيْنَ أَلْفِ صَلاَةٍ . وَصَلاَتُهُ فِي اْلمَسْجِدِ اْلحَرَامِ بِمِائَةِ أَلْفِ صَلاَةٍ

Shalatnya seorang laki-laki di rumahnya mendapat pahala satu shalat, shalatnya dia di masjid kampung mendapat pahala dua puluh lima shalat, shalatnya dia di masjid yang dipakai shalat Jumat mendapatkan pahala lima ratus shalat, shalatnya dia di Al Masjidil Aqsha mendapatkan pahala lima puluh ribu shalat, shalatnya dia di masjidku ini mendapatkan pahala lima puluh ribu shalat, dan shalatnya dia di masjidil Haram mendapatkan pahala seratus ribu shalat”.[9]

Sayogyanya orang yang ingin menziarahi Nabi SAW memperbanyak shalawat dan salam untuk beliau SAW dalam perjalanannya, dan memohon kepada Allah, agar dengan ziara itu Allah berkenan memberikan manfaat dan memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Selain itu, juga harus selalu menjaga tata krama, kekhusyu’an, dan ketawadhu’an, terutama ketika berada di makam keagungan. Hal itu sebagaimana yang dilakukan di hadapan beliau SAW di saat hidupnya, karena tidak ada bedanya antara masa setelah intiqal beliau dengan masa hidup beliau SAW di dalam melihat umatnya, mengetahui keadaan mereka, niat mereka, azam mereka, dan perasaan hati mereka. Hendaklah maju ke hadapan makam beliau SAW dari arah kiblat, yakni dengan membelakangi kiblat. Kemudian mengucapkan salam dengan kehadiran hati dan suara yang rendah sebagai berikut:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلَ اللهِ. السلام عليك يا نَبِيَ اللهِ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا حَبِيْبَ اللهِ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا خِيْرَةَ خَلْقِ اللهِ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا صَفْوَةِ اللهِ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا سَيِّدَ اْلمُرْسَلِيْنَ وَخَاتَمَ النَّبِيِّيْنَ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا قَائِدَ اْلغُـرِّ اْلمُحَجَّلِيْنَ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى أَهْلِ بَيْتِكَ الطَّيِّبِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى اَزْوَاجِكَ الطَّاهِرَاتِ أُمَّهَاتِ اْلمُؤْمِنِيْنَ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى أَصْحَابِكَ أَجْمَعِـيْنَ. اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ وَعَلَى سَائِرِ اْلأَنْبِيَاءِ وَسَائِرِ عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ. جَزَاكَ اللهُ يَا رَسُوْلَ اللهِ أَفْضَلَ مَا جَزَى نَبِيًّا وَرَسُوْلاً عَنْ أُمَّتِهِ. وَصَلَّى عَلَيْكَ كُلَّمَا ذَكَرَكَ الذَّاكِرُوْنَ وَغَفَـلَ عَنْ ذِكْـرِكَ اْلغَافِلـُوْنَ. أَشْـهَدُ أَنْ لاَ إِلهَ اِلاَّ اللهُ وَاَشْهَدُ أَنَّـكَ عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَأَمِيْنُهُ وَخِيْرَتُهُ مِنْ خَلْقِهِ, اَشْهَدُ اَنَّـكَ بَلَّغْـتَ الرِّسَالَةَ. وَأَدَّيْتَ اْلأَمَانَةَ. وَنَصَحْتَ اْلأُمَّةَ. وَجَاهَدْتَ فِي اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ

 “Salam untukmu, wahai Rasulullah, salam untukmu, wahai Nabi Allah, salam untukmu, wahai kekasih Allah, salam untukmu, wahai pilihan makhluk Allah, salam untukmu, wahai pilihan Allah, salam untukmu, wahai sayyidnya para Rasul dan penutup para Nabi, salam untukmu, wahai pemimpinnya orang-orang yang bercahaya anggauta wudhunya, salam untukmu dan untuk ahli baitmu yang baik dan suci, salam untukmu dan untuk para isterimu yang suci, ummahatul mukminin, salam untukmu dan untuk para sahabatmu semuanya, salam untukmu dan untuk semua para Nabi, salam untukmu dan untuk semua hamba-hamba Allah yang shalih. Allah akan membalasmu, wahai Rasulullah dengan sebaik-baik pembalasan kepada seorang Nabi dan Rasul karena jasanya kepada umatnya, dan shalawat Allah tetap untukmu selama orang-orang yang berdzikir mengingatmu dan orang-orang yang lengah lupa mengingatmu. Saya bersaksi bahwa, tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan saya bersaksi bahwa engkau adalah hamba-Nya, Rasul-Nya, orang yang dipercaya-Nya, dan makhluk pilihan-Nya. Saya bersaksi, bahwa engkau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah, dan memberi nasehat umat, dan berjuang di jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya.”

Kemuduan berjalan mundur ke arah kanannya sekira satu dzira’ (lengan), kemudian mengucapkan salam kepada Abu Bakar ra. dengan mengucapkan :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا خَلِيْفَةَ سَيِّدِ اْلمُرْسَلِيْنَ. يَا مَنْ أَيَّدَ اللهُ بِهِ الدِّيْنَ. جَزَاكَ اللهُ عَنِ اْلإِسْلاَمِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا

Salam untukmu, wahai khalifah Sayyidil Mursalin, wahai orang yang dengannya Allah memperkokoh agama, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, karena jasamu terhadap Islam dan umat Islam“.

Kemudian mundur sekira satu dzira’ lagi, lalu mengucapkan salam kepada Umar bin Khaththab ra. dengan mengucapkan :

اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ يَا أَمِيْرَ اْلمُؤْمِنِيْنَ. يَا مَنْ أَيَّدَ اللهُ بِهِ الدِّيْنَ. جَزَاكَ اللهُ عَنِ اْلإِسْلاَمِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ خَيْرًا

Salam untukmu, wahai Amirul Mu’minin, wahai orang yang dengannya Allah memperkokoh agama, semoga Allah membalasmu dengan kebaikan, karena jasamu terhadap Islam dan umat Islam“.

Kemudian bertawassul dan berdoa dengan doa apa saja yang dia suka.


*Diterjemahkan oleh Ustadz Zainur Ridlo, M.Pd.I. dari kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin karya Hadratussyaikh KH. M. Hasyim Asy’ari.


[1] Sunan Daru Quthni, jilid 6, halaman 488. Syu’abul Iman, Imam Baihaqi, jilid 6, halaman 51.

[2] Hadis riwayat Imam Daru Quthni, Imam Thabrani, dan Imam Ibnu Adi. Lihat Syarah Musnad Imam Abu Hanifah, jilid 1, halaman 297.

[3] Sunan Daru Quthni, jilid 6, halaman 487. Syu’abul Iman, Imam Baihaqi, jilid 9, halaman 185. Jam’ul Jawami’, Imam Suyuthi, jilid 1, halaman 22939.

[4] Syu’abul Iman, Imam Baihaqi, jilid 6, halaman 50.

[5] An Nisa’ ayat 64.

[6] Muhammad ayat 19.

[7] Hadis riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim.

[8] Shahih Muslim, jilid 9, halaman 60.

[9] Sunan Ibnu Majah, jilid 1, halaman 453.