ilustrasi: www.google.com

Oleh: Fitrianti Mariam Hakim*

Imam Al-Ghazali berkata: ‘Perasaan tidak puas’ sebenarnya adalah bagian dari makhluk unik Allah yang sengaja Dia hembuskan dan ditanam subur dalam jiwa manusia. An Nafsu Majbulatun ‘Ala Mu’addatil Mu’adat. Oleh karena makhluk itulah manusia telah mampu menggeliat, untuk mendapatkan sesuatu yang lebih dari apa yang selama ini diperolehnya. Dan didorong perasaan tidak puas pula manusia telah sanggup melahirkan sejumlah karya-karya nyata dan diilhami bergudang prestasi dalam kehidupannya.

Layaknya sengsara membawa nikmat, kebahagiaan kadang juga melahirkan kesengsaraan dan pertentangan. Perasaan tidak puas ternyata melaknati setiap orang yang salah memeliharanya. Makhluk unik itu dapat juga menghancurkan rumah tangga menjadi tidak lagi harmonis-seperti dulu-sejak hadir orang lain di hati sang suami atau bahkan istri. Maka perselingkuhan menjadi persoalan baru dalam keluarga.

Perselingkuhan menjadi semacam ‘obat’ pelipur kejenuhan yang ada. Seringkali sang suami “mencintai” wanita lain yang lebih memikat. Lalu bagaimana pandangan agama tentang “cinta”? salahkah suami mengumbar perasaan cinta pada wanita lain? Adakah dampaknya? Dan bisakah agama mengabsahkannya?

Cinta, kata yang selalu membuat masalah, rumit, gampang dirasa, susah dipikir. Tapi mungkin kita semua sepakat bahwa cinta merupakan hal di luar kekuasaan manusia untuk mencipta dan merusaknya.  Disebutkan Dalam Kitab Nail – Awrhar hal. 217 “ vii) Kitab NailNabi Muhammad saw. Pernah bersabda:

Majalah TebuirengIklan Tebuireng Online

 اللهم هذا فسمي فيما أملك فلا تلمي فيما تملك و لا أملك

Wahai Tuhan, inilah pembagianku pada apa yang aku miliki, maka janganlah Engkau cela aku di dalam apa yang tidak aku miliki, tetapi Engkau miliki “pleno”.

Allah juga pernah menyinggung dalam surah al-Anfal ayat 24 :

وعلموا أن الله يحول بين المرء و قلبه

Dan ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya (yang menguasai hati manusia).

Memang cinta tak mudah ditebak kapan datang dan perginya. Datang tanpa pamit, pergi pun tanpa permisi dan pesan. Namun, seperti makhluk lainnya, ia pun memiliki mukaddimah. Mukaddimah cinta ini bisa saja manusia meng-handle, mengkontrol, dan mengaturnya. Memandang, bersua muka, bercakap ria, kirim salam via sms atau lewat seorang teman, berkirim surat adalah beberapa contoh dari pembuka yang dapat menjadi pemantik perasaan cinta.

Untuk membangun harmoni rumah tangga maka cinta harus terajut antara suami istri. Begitu juga ketika seseorang hendak meminang wanita, ia pun wajib mengokohkan cinta di hatinya untuk lebih memantapkan niat yang ada. Tetapi tidak bisa dijelaskan bila istri atau suami mencintai yang lain. Dampaknya jelas akan mengancam ketenteraman perjalanan biduk rumah tangganya. Ia menjadi buah pikirannya, hatinya kacau-balau, kegelisahan melanda, ketenangannya akan pupus seketika. Akibatnya, ia tak takut lagi berpaling dari suaminya. Kehidupan rumah tangganya pun jadi keruh tak damai. Yang terjadi kemudian adalah yang yang satu mengkhianati yang lain. Berselingkuh secara diam-diam dan akhirnya palu sang hakim ikut berbicara, “cerai”. Bukankah perceraian sangat dimurkai Allah?

Soal istri bila mencintai pria lain mungkin tidak menyisakan pertanyaan-pertanyaan lagi kerena jelas hukumnya haram. Tetapi bagi suami yang mulai melirik wanita lain, apakah hukumnya juga haram? Padahal agama membolehkan laki-laki poligami. Kalau mengacu pada konsep poligami yang selama ini diklaim dan didoktrin agama, tentu jawabannya no problem mencintai wanita lain untuk dinikahi.

Lalu bagaimana fikih berbicara?

Nabi Muhammad saw sebetulnya telah memberikan rambu merah. Disebutkan dalam kitab Fa’id al-Qadir, hal. 385 juz 5, beliau bersabda :

ليس منا من حبب إمرأة على زوجها

Bukan termasuk golonganku (umatku) orang yang memperdaya seorang wanita untuk meninggalkan suaminya.

Secara tersurat bunyi hadis ini menggambarkan larangan Nabi terhadap seorang laki-laki untuk merusak keluarga orang lain. Namun, secara tersirat hadis ini melarang siapa saja yang punya niat jelek terhadap rumah tangga orang lain. Selain karena larangan dalam hadis ini, bida didekati melalui metode qiyas, yaitu qiyas alwawi. Yaitu menyamakan seseuatu yang lebih besar dampaknya kepada sesuatu yang lebih ringan.

Dalam kasus ini, meinang wanita yang telah dipinang orang lain itu haram hukumnya karena menyakiti perasaan orang tersebut. apalagi orang yang berusaha merusak rumah tangga. Posisi perkawinan jelas di atas posisi pinangan. Terlebih bila terselip tujuan dapat memilikinya bila nanti ia cerai.

Ada penyakit pasti ada obatnya. Kalau cinta ini dianggap sebagai penyakit yang harus diobati, maka tidak terlalu berlebihan bila kita mengetahui beberapa tips yang harus dilakukan bila ada benih-benih cinta mulai bersemi dalam hati suami dan istri.

Pertama, ikhtiyari yang bersifat defensif atau menahan diri. Artinya berusaha segera membunuh perasaan yang tersirat dalam hati. Salah satu caranya mungkin harus putus hubungan dengan dia. Memang sulit dan berat tapi cobalah insyaAllah menemukan kedamaian.

Kedua, bersifat ofensif. Maksudnya berusaha mengalihkan perhatian dan pikiran dan menyibukkan diri dengan kesenangan lain atau menjalankan aktivitas-aktivitas yang dapat mengisi kekosongan waktu.

Ketiga, tawakkal bermohon kepada Allah. Zat yang muqallib al-Qulub agar hatinya dapat tercurah semata hanya kepada sang suami atau sang istri.

*Mahasantri Ma’had Aly Haysim Asy’ari Tebuireng Jombang.